Dimensi tentangmu pada sebuah garis waktu.
Pernahkah kau ada dititik di mana hidupmu begitu teratur melakukan segala yang kau mampu untuk menjadi 'seragam' , berharap semua akan baik-baik adanya, namun tetap merasa ada yang hilang? Seolah ada satu kepingan puzzle yang tak juga melengkapi teka-teki yang kau ciptakan sendiri.
Semestaku sebelum kau datang adalah konstelasi yang sistematis; mengandung stagnasi yang konservatif. Aku tidak tahu caranya menghargai mentari yang membakar langit hingga kemerahan. Aku tidak tahu caranya mencium wangi hujan yang membasahi bumi. Aku tidak paham di mana indahnya kalimat yang termaktub dalam larik-larik puisi.
Malam-malam ku hanya berisi kumpulan tugas yang harus relaku bagi dengan jam tidur. Dan pagi-pagi kau hanyalah repetisi membosankan untuk mengenyangkan logika. Aku lupa bahwa bintang pun bernyawa, hutan pun bernafas,dan kita diciptakan untuk melakukan hal-hal yang lebih besar dari sekedar rutinitas harian. Aku lupa bahwa kita semua terkoneksi: bawa cinta sepatutnya menjadi bahan bakar agar kita tetap melangkah. Garis besarnya, aku lupa caranya menjadi manusia.
Dan kemudian kau datang.
Kau menjadi seseorang yang memorak morandakan jagat raya ku dengan cara yang termanis kau meminta aku untuk merasakan dan mensyukuri segala hal yang cepat atau lambat akan berakhir.
Maka izinkanlah aku menulis surat untukmu tentangmu meski aku tidak tahu apakah surat ini akan tiba di sisi ranjangmu atau hanya terdampar di bentang afuk. Izinkanlah aku mengabadikan perjalanan kita, cagar aku tak lupa bawa suatu ketika di antara perjumpaan dan selamat tinggal, malam pernah dipenuhi senyum, senja pernah menjadi bait puisi, hujan pernah mengantarkan kerinduan, tantangan kita pernah saling bergandengan.di antara perjumpaan dan selamat tinggal kita pernah sekuat tenaga berjuang menyatukan perbedaan meski diakhiri dengan karelaan untuk menyerah. Di antara perjumpaan dan selamat tinggal kau dan aku pernah menjadi kita.