Prolog

448 32 38
                                    

'Brak'

"Apa yang kau lakukan?" teriak Neji. Ia melihat sekumpulan anak laki-laki sedang menunjuk dan menghina gadis kecil bercepol yang berpakaian layaknya seorang anak laki-laki.

"Pergi!" ujar Neji.

Semua anak laki-laki itu langsung pergi dari sana. Siapa yang tidak akan menurut pada seorang Hyuga. Ya, Neji Hyuga, pangeran pertama yang ditebak-tebak akan menjadi raja penerus Yang Mulia Hiashi karena seolah diperlakukan lebih istimewa dibanding saudaranya yang lain.

Pangeran kecil itu lantas berjalan mendekat dan menatap gadis bercepol itu dengan datar. Gadis bercepol itu menatapnya angkuh sambil sedikit bergumam kata 'terima kasih.'

Neji lantas berjalan pergi dari sana tanpa memperdulikan tatapan mata gadis yang berusia empat belas tahun itu. Tatapan yang semula angkuh berubah menjadi tatapan penuh kebahagiaan. Dirinya bahagia.

Gadis bercepol itu lantas berlari kecil mendekati Pangeran Hyuga itu dan memeluk sang pangeran dari belakang.

"Terima kasih, Pangeran," seru Putri Hozuki tersebut.

Tidak sampai dua menit dirinya memeluk Pangeran Hyuga tersebut. Ia langaung berlari pergi dari sana. Neji, Pangeran Hyuga yang dipeluk Putri Tenten Hozuki hanya mengernyit bingung dan tersenyum sesaat.

Namun, seharian setekah kejadian tersebut, Neji justru menemukan sebuah hal yang membuat amarah tak tertahan di ubun-ubun. Bukan persahbatan yang dirinya dapatkan dari Tenten Hozuki, melainkan sebuah kebencian.

Ia melihat seorang Tenten Hozuki memegang pedang dan adik kecil kesayangannya terluka di bagian lengan. Ia sudah menduga bahwa Tenten memang hanya bisa membuat masalah dan tidak bisa diajak berteman.

"Apa yang kau lakukan?"

Pertanyaan dingin sang pangeran membuat Tenten yang semula dengan ganas memegang pedang langsung seolah tersadar dari keliaran yang menjalar di seluruh tubuhnya.

Pangeran kecil itu lantas berusaha menenangkan adiknya yang tampak ketakutan. Tenten hanya menatap Neji dengan tatapan tak bersalah. Sementara, Neji memandang Tenten dengan penuh kebencian.

Sorot mata rembulan itu seketika terluhat menakutkan. Tak ada lagi keindahan rembulan Hyuga yang banyak dipuji oleh masyarakat kerajaan. Yang ada hanya kobaran api dendam.

Neji kemudian bangun dan mengangkat pedang yang baru saja dijatuhkan oleh Tenten. Walau baru berusia empat belas tahun, dirinya sudah mahir memegang pedang dengan benar. Tatapan rembulan itu seolah berubah menjadi neraka yang siap membunuh siapapun yang melihatnya.

"Ada masalah apa kau dengan adikku? Jika kau ada masalah dengannya, selesaikan denganku sekarang juga!" Ucapan Neji penuh dengan penekanan. Wajahnya kini sangat dekat dengan Tenten. Tenten bisa merasakan napas Neji yang memburu karena marah.

"Kenapa diam? Takut? Kau pikir kau siapa berani menggunakan pedang pada adikku? Dasar tidak tahu diri! Kau hanya putri rendahan yang tidak pantas belajar dan duduk bersama putri lain!" teriak Neji.

Neji mengangkat pedang tersebut. Neji kemudian menjatuhkan pedang itu begitu saja dan membantu Hinata berdiri. Ia kemudian menatap gadis yang cepolnya terlepas sebelah itu dengan padangan marah kemudian berlalu begitu saja membiarkan gadis bernama Tenten itu menangis tertahan. Tenten tidak suka menangis.

Sejak hari itu, Neji sangat membenci Tenten Hozuki. Putri yang selalu memakai pakaian layaknya laki-laki atau terkadang memakai baju zirah dan celana. Bahkan tidak beretika layaknya seorang putri.

Meski Hinata yang korban di sini, dirinya tidak begitu membenci Tenten. Hanya saja, ia tidak suka melihat kakaknya marah setiap kali kakaknya melihat Tenten. Karena itu, Hinata berusaha untuk meredam amarah dan berusaha agar kakaknya tidak melihat Tenten. Ia takut kakaknya akan berbuat kasar jika terlanjur emosi. Terlebih Tenten yang sudah berubah sejak kejadian penyerangan di perguruan mereka.

Tell Me, What I Feel?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang