"Bapak, mau susu" pinta Hana kepada ayahnya
"Bapak belinya susu putih, mau ya?"
"Ndak enak, Pak"
"Kata siapa? Enak koq, kan bapak yang bikinin" bujug ayah
Hana lebih menyukai susu coklat daripada susu putih. Menurutnya susu putih itu terasa aneh. Namun ayah dan ibu memang sesekali memberinya susu putih. Mungkin supaya terbiasa.
Ayah mengaduk - aduk segelas susu putih yang telah dibuat, lalu memberikannya kepada Hana.
"Ini diminum, habisin ya" ayah memberikan segelas susu tersebut.
"Ndak enak, Pak" tolak Hana
"Enak sayang, nih bapak minum ya" Ayah pun meminum seteguk susu putih itu
"Seggaaaarrr." ucap ayah menampakkan wajah gembira.
Hana langsung merebut gelas susu yang masih di pegang ayahnya.
"Gimana? Enakkan?" tanya ayah.
"Seeeggaaallll." Hana menirukan ucapan ayahnya.
"Ha ha ha" mereka tertawa bersama, menertawakan kekonyolan mereka.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Belum ada tanda - tanda ibu pulang dari pasar, karena memang biasanya beliau pulang dari pasar pukul 9 pagi.
"Bapak, mau ke pasal. Susul ibu" pinta Hana kepada ayahnya
"Iya Kek, ayuk Kek kita ke pasar" ucap Adi antusias.
"Ya udah ayuk. Jalan kaki ya.." Ayah pun menuruti keinginan mereka. Meski jarak pasar dari rumah cukup jauh, tapi jalan kaki tidak masalah bagi ayah. Mungkin juga itu dilakukan karena mereka tidak mempunyai kendaraan pribadi.
"Gendoong" Hana meminta ayahnya dengan manja untuk menggendongnya.
"Adi jalan kaki ya, kakek gandeng" Ayah sudah menggendong Hana.
"Iya Kek" Adi menganggukkan kepalanya.
Mereka berjalan dengan riang. Sesekali sambil menyayikan lagu anak - anak.
"Eh Pak Arif, kapan pulangnya?" tanya ibu - ibu saat berpasasan dengan ayah.
"Semalam, bu" jawab ayah sambil tersenyum.
"Mau kemana ini? Hana anteng ya ada bapaknya" ucap ibu itu lagi yang melihat Hana diam saja digendongan ayahnya.
"Mau ke pasar, bu. Nyusulin ibunya anak - anak"
"Kami duluan ya bu" pamit ayah kemudian.
"Oh iya, Pak. Mari.." ibu itu pun berlalu.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju pasar.
Jalanan yang mereka lalui tampak asri, disepanjang kanan kiri jalan terdapat hamparan sawah hijau yang cukup luas. Ciri khas suatu pedesaan. Angin sejuk mereka rasakan, meski hari mulai beranjak siang.
***
"Bapak, mau kemana?" tanya Hana melihat ayahnya beranjak ke luar rumah.
"Mau ke kali, Bapak sakit perut" jelas ayahnya.
"Ikuuut" Hana berlari hendak mengikuti ayahnya.
"Kamu di rumah aja ya. Disana kan nanti bau" ucap ayah.
"Mau ikuuut, Paak" rengek Hana "Nanti Hana duduk jauhan dali kali, bial ndak bau" lanjut Hana
Aneh - aneh saja Hana ini, padahal bapaknya ingin buang hajat di kali, tapi malah dirinya memaksa ingin ikut.
"Dasar anak manja" ayah tersenyum menggendong Hana, akhirnya.
Sesampainya di kebun dekat kali, ayah menurunkan Hana dari gendongan.
"Tunggu disini ya, bapak ke kali situ dulu. Jangan kemana - mana ya" ayah memperingati Hana agar diam di tempat.
Hana mengangguk - anggukan kepalanya, lalu mendudukkan diri diatas tanah.
"Bapaak,, udah beluum?" teriak Hana beberapa saat kemudian.
"Beluum" ayah pun berteriak menjawab pertanyaan Hana
"Bapaak,, udah beluuum??" teriak Hana lagi.
Sebenarnya Hana berteriak karena dia takut di tinggal sendirian.
Ayah memunculkan diri beberapa saat kemudian. Langsung menggendong Hana untuk pulang.
"Kamu ya, disuruh di rumah nggak mau. Kalau ikut pasti teriak - teriak" ayah menggelitiki Hana dengan ciumannya.
"Hi hi hi" Hana merasa sangat geli dengan ulah ayah.
Lagi, hal sederhana yang mampu membuat mereka tertawa.
***
Pada malam harinya, langit malam terlihat terang. Bintang - bintang bermunculan, bulan menyapa dengan sinarnya. Sangat terlihat indah.
Ayah mengeluarkan kasur lantai hasil karya nya sendiri. Menggelar di atas rerumputan hijau depan rumah.
"Ayoo, siapa yang mau ikutan?" seru ayah
"Akkuuuuuu" Hana berteriak, berlari ke arah ayah.
Ibu pun terlihat ke luar rumah, ikut gabung bersama mereka. Kakak - kakak Hana yang lain dan juga Adi, berkumpul di depan rumah bagian lain. Tak memperdulikan Hana dan orang tuanya.
Di atas kasur lantai yang sederhana itu, mereka bertiga terlentang menghadap langit. Hana berada di tengah - tengah orang tuanya, dengan menjadikan tangan kiri ayah untuk bantal.
"Bapak itu apa?" tunjuk Hana ke arah langit, terlihat ada kerlap kerlip yang berjalan.
"Itu bintang alian, sayang" jawab ayah
"Bintang alian itu apa?" tanya Hana polos.
Ayah dan ibu saling melirik, ibu tersenyum, seperti menertawakan ayah.
"Itu bintangnya sedang mencari tempat lain untuk di jadikan rumah"
"Ooh" hanya itu respon Hana. Untungnya ia tidak bertanya lebih lanjut.
Mereka menikmati malam berselimut bintang dengan celotehan - celotehan Hana yang lain. Sesekali ayah tertawa bersama Ibu, melihat tingkah lucu putri kecil mereka.
"Bapak, besok - besok kalau ada bintang lagi, kita bobog'an disini lagi ya" jelas sekali, suara Hana terdengar sangat bahagia melihat bintang - bintang di langit
"Iya sayaang" ayah mendekap Hana, mencium puncak kepalanya.
Malam itu terasa sangat sempurna. Meski sederhana, malam itu menjadi malam yang tak akan terlupakan.
Namun sayangnya, malam itu tidak akan terulang lagi. Janji yang terucap, seperti debu yang tertiup angin, hilang begitu saja.
****
Part 7 ini manis sekali ya rasa nya.
Semanis senyumanku, *eeaa
Moment melihat bintang adalah, moment yang sangat aku rindukan sampai sekarang. Setiap aku melihat bintang - bintang di langit, memori itu berputar kembali di kepalaku. Aaaah,, indahnya..
Terimakasih Yang Telah membaca :-)
(melihat langit, bintang tak nampak, menduuung gaaeess)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suka Duka (Menjadi) Anak Yatim
Документальная прозаSepenggal cerita masalalu. Pengalaman masa kecil belasan tahun silam. Aku, kamu, dalam takdir-Nya