SDMAY - Part 10

30 2 0
                                    

"Bu, mau maem" ucapku langsung memeluk ibu dari belakang saat melihat ibu duduk di rumah belakang bersama budhe Sum.

"Ya udah sana makan. Tapi gak ada ayam, adanya tempe" ucap ibuku sambil tersenyum.

"Huh" dengusku, melihat ibu dari samping.

"Ndak jadi maem ah" lanjutku. Aku masih memeluk ibu dari belakang.

"Gitu tuh budhe, kalo gak ada ayam, gak mau makan" adu ibu ke budhe Sum.

"Maem tempat budhe yuk" ajak budhe Sum, melihatku sambil tersenyum.

"Lauknya ayam budhe?" tanyaku

"Gak sih, tempe juga" jawab budhe Sum.

"Huuekk, ndak mau. Muntah aku budhe kalo maem tempe" jawabku, memainkan rambut ibu.

"Ya udah, ndak jadi maem" lanjutku. Aku pun berlalu meninggalkan mereka.

"Ha ha ha ha" ku dengar ibu dan budhe Sum sempat menertawakanku.

Jika saat ini kalian mengenal Upin Ipin, itu seperti aku di masa lalu. Suka sekali dengan ayam goreng, paha. Aku tidak akan mau makan jika lauknya tidak ayam goreng. Makan dengan sayur pun hanya ku ambil kuahnya.

Saat ingin berjalan ke bagian rumah depan, aku menyempatkan diri mendekati meja makan. Dengan memanjat kursi yang berada di samping meja, ku buka tudung saji yang biasa digunakan ibu untuk menutupi makanan.

"Yaah,, benelan tempe" ucapku sedih saat melihat di meja makan hanya ada nasi, sayur bayam, tempe dan sambal, tanpa ayam.

Aku pun menutup kembali tudung saji tersebut, lalu turun dari kursi. Melanjutkan kembali langkahku ke rumah depan untuk bermain, agar lupa dengan rasa lapar.

Aku kan hanya mau makan kalau lauknya ayam goreng.

"Loh, kamu beneran gak jadi makan?" tanya ibu mendekatiku yang saat itu sedang bermain tanah di depan rumah.

"Kan katanya lauknya bukan ayam" jawabku datar, tidak mau melihat ibu.

"Ibu bercanda, ndug. Itu ada ayam, makan yuk" ajak ibu lembut.

Aku melihat ibu dengan mengerutkan dahi.

"Tadi aku liat di meja, ndak ada ayam" jawabku protes.

"Ayamnya ibu taruh di gantungan, di atas meja makan. Soalnya kalau di taruh meja, takutnya ada kucing kayak kemarin" jelas ibu kepadaku sambil tersenyum.

Aah, ibu,, betapa beliau sangat memanjakanku.

***

Sore harinya aku melihat ketiga kakakku - trio onar - bermain di depan rumah. Dari dulu aku ingin sekali bermain bersama mereka, tapi selalu tidak diijinkan.

"Apa kamu? Sana... Masih kecil juga" selalu begitu yang diucapkan saat aku ingin ikut mereka bermain. Mereka hanya akan mengajakku saat disuruh ibu untuk menjagaku.

"Hana mau ikut main? Sinii" aku mendengar mas Ahmad memanggilku yang saat itu sedang bersembunyi dibalik pintu, mengintip kegiatan mereka bertiga.

Aku masih ragu untuk mendekati kakak - kakakku.

"Hana, sini deh" ucap mbak Marya.

Tumben , batinku. Dengan ragu aku mendekati mereka.

"Nah, kamu naik sini ya" tunjuk mbak Keza ke kain jarik yang masing - masing ujungnya diikatkan ke pohon jambu yang berdampingan, membentuk ayunan.

Aku menggeleng sebagai bentuk penolakan, takut jatuh. Namun sepertinya mereka memahami ketakutanku.

"Gak apa - apa, naik aja. Nanti di pegangin" ucap mas Ahmad meyakinkanku.

"Benelan gak apa - apa?" tanyaku melihat ketiga kakakku, satu persatu.

"Iya, udah cepetan naik" mbak Marya dan mbak Keza membantuku naik ke ayunan kain jarik tersebut, mas Ahmad memega kain jarik dari belakangku.

"Pegangan ya, kita ayun" mbak Keza seperti semangat karena ajakannya berhasil.

"Iyaaa" ucapku tersenyum, akhirnya aku bisa bermain dengan trio onar.

"Satu, dua, tiga" teriak mereka bersamaan.

"Yeeey" lanjut mereka saat berhasil mengayunkanku.

Baru tiga kali di ayun, salah satu ujung kain jarik terlepas.

Bugh

Dengan sempurna aku jatuh terduduk diatas pecahan genteng, kalian bisa menebak bagaimana rasanya, sakit sangat.

"HUUAA.. HUAAA... HUAAA" seketika aku menangis, menjerit kencang.

Ku lihat ibu berlari dari dalam rumah, terlihat panik mendengar tangisanku.

"HUUAA.. HUAA.. HUAAA" aku masih terus menangis, ibu langsung menggendongku, lalu mengelus punggungku.

"Ada apa ini? Kenapa adik kalian menangis?" tanya ibu galak kepada trio onar.

Ketiga kakakku hanya menunduk, tidak berani menatap ibu.

"Kalian apakan adik kalian?" ibu masih bertanya.

"Hana jatuh dari ayunan yang kami buat, bu" jawab mbak Keza, masih sambil menunduk.

Ibu menghela nafas, menggelengkan kepala.

"Kalian ini ada - ada saja. Gak usah mainan yang aneh - aneh. Itu kalian ikatnya gak kuat, makannya kainnya lepas" ucap ibu yang kemudian menyadari keberadaan kain jarik yang satu ujungnya masih melingkar di pohon jambu.

"Hixz, hixz,, sa-kit" ucapku terbata.

"Kalian jaga rumah, Ibu mau ke Mbah Nem. Mau suruh urut adik, takutnya dia kenapa - kenapa" ucap ibu masih mengelus - elus punggungku.

Ku lihat ketiga kakakku masih menunduk, bahu mereka saling mendorong. Mungkin mereka sedang menyalahkan satu sama lain.

Sepertinya jika tahu akan begini, aku lebih memilih bersembunyi dibalik pintu. Dan lebih bersyukur tidak diajak main trio onar.

***

Part 10, done.

Terimakasih Yang Telah Membaca :-)

(Memijat pinggang yang tiba - tiba sakit saat ingat kejadian jatuh dari ayunan)

Suka Duka (Menjadi) Anak YatimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang