Mars emang bener-bener nyebelin. Aku cuma merenung dalam ruang kelas. Menahan haus dan lapar.
Dan akhirnya Mars datang menghampiriku.
"Apa?" tanya ku ketus pas Mars datang.
"Akutos cumatos mautos mintatos maaftos samatos kamutos." Aku cengo.
"Ha?"
"Initos airtos buatos gantitos airtos kamutos taditos." Mars nyodorin air mineral.
"Kau manusia purba?!" Aku kesel.
"Maapin aku, kita balikan?" tanya Mars.
"Iya." Oke aku memang gadis bodoh.
Aku memang selalu kesel pada Mars tapi aku selalu mau balikan sama dia kalau kami putus. Gak tahu kenapa. Mungkin karena aku bucin tingkat akut atau karena aku babu tingkat akut.
"Kautos jangantos marahtos lagitos."
"Iyatos."
"Hendrawantos," panggil Mars.
"Apatos susantos?" jawabku.
"Nantitos kautos pulangtos sendiritos. Akutos mautos jemputos temenkutos."
"Siapatos?"
"Raratos, temen kecilkutos."
"Ohtos, chocolatos mamamia lezatos."
"Kau gak keberatan?"
"Hah? Emang aku pikul apa?" tanyaku goblok.
"Bukan itu, maksudku kau gak keberatan aku jemput Rara?"
"Enggak. Itukan cuma sekedar temen."
"Yaudah. Btw, air itu belum aku bayar. Kau bayar sendiri. Manja sekali kalau aku yang bayarkan." Mars pergi.
Aku diam. Lalu tersadar menatap air mineral di atas meja.
"Apa?!" kesalku. "Woi susanto! Ini aku yang bayar? Sialan kau! Aku gak punya duit! Anjenk!" Aku mengumpat sebanyak-banyaknya.
Mars nyebelin.
Terpaksa aku ngutang. Duitku gak ada, cuma seribu tapi sudah habis aku pakai beli air mineral yang dirampas Mars.
Mars emang pacar sialan.
***
"Kau pulang jalan kaki?" Tanya mami yang datang menghampiriku.
"Naik helikopter mi," jawabku kesel.
"Helikopter kok keringetan gitu, emang helinya ampe matahari?"
"Bukan, ampe neraka." Aku melangkah masuk menghiraukan mami yang masih ngoceh.
"Loh, Lun? Jalan kaki?" tanya bapak yang sedang makan sambil salto.
"Iya pak." Gak mutu banget manggil Mami ama Bapak. Pfft!
Mami masuk ke dalam rumah. Menghampiri aku dan bapak yang duduk di meja makan.
"Kau gak pulang bareng Mars?" tanya Mami yang ikutan duduk.
"Enggak," jawabku apa adanya.
"Mami liat dia bonceng cewek barusan pas lewat." Aku gak kaget. Karena aku tahu itu Rara sahabat kecil Mars.
"Peluk-peluk lagi." Aku tersedak meja.
"Serius mi?" tanyaku memastikan.
"Iya. Ngapain mami boong. Kau sudah putus sama dia?"
"Belum."
"Wah! Anak kurang ajar Mars itu berani-beraninya nyelingkuhin anak gadis mami!"
Oke itu ekspektasi. Karena nyatanya,
"Hahaha!gak heran sih Mars selingkuh. Orang muka kau gak pantas bersanding sama dia." Aku manyun.
"Kadang bapak bingung dia mau sama kamu karena apa?" Bapak ikut-ikutan.
"Gak tahu." Aku kesel.
"Eh, kau mau makan?" tanya mami.
"Iya mi, inikan di meja makan. Ya mau makanlah, yakali mau mandi," jawabku agak ngegas.
"Itu mami juga tahu! Maksud mami kau mau makan masih pake seragam? Gak sekalian pake baju renang!" Mami ngegas.
"Iyaiya!" Aku pergi menuju kamar sambil komat kamit baca mantra.
"Astaga, gua baru kepikiran. Gimana kalau Rara itu cakep? Jadi Mars berpaling dari aku? Gimana kalo dia fhashionable? Dan aku gembelable. Anjirt, jadi takut gini."
Aku bener-bener takut Mars berpaling. Apalagi aku ini burik, Mars saja mau nembak aku dulu itu emejing. Meskipun itu cuma karena dia pengen aku jadi babunya.
Aduh, kok jadi serem. Mudah-mudahan Mars gak berpaling dari aku.
Dia itu lebih berharga dari emas, atau lebih berharga dari tumpukan upilku di bawah meja. Bahkan harga diriku tidak ada apa-apanya dengan dia.
***
Soal cast, nanti dipikirin. Tolong, kalau ada yang baca cerita aneh ini, tolong beri aku saran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacaran?
Teen Fiction"Pacaran?" Pertanyaan itu sering muncul di benakku. Hubunganku dan Mars memang berlangsung cukup lama. Tapi aku merasa aku bukan pacar Mars. Dia jutek, cuek dan nyebelin tapi ganteng. Apalagi kehadiran orang ketiga dalam hubungan kami, yang memang...