Meet You

4.7K 289 7
                                    


*
*
*
Seorang gadis Indigo tengah memainkan jemari kakinya di bawah aliran sungai. Wajahnya menengada, menatap langit dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Helaan nafas panjang mengalir begitu saja. Seakan semua beban di pundaknya mulai menghilang. Bahkan Segala kepenatannya telah terganti dengan kejernihan di kepalannya.

Mata putihnya menyipit tatkala sinar mentari mulai berani menunjukkan warna. Sementara jemarinya menggenggam sebuah simbol negara dengan erat. Dan sedikit membukannya. Membaca sebuah identitas diri. Hyuga Hinata.

Gadis yang terlahir di sebuah Clan besar yang tertua di Konoha. Sebuah desa Ninja yang melahirkan banyak pahlawan. Bahkan cukup di segani oleh desa lain. Dan perang dunia Ninja ke 4 adalah bukti nyata, seberapa kuat para ninja Konoha. Yah, meskipun hampir semua musuhnya juga berasal dari Konoha. Namun dari desa ini juga, perang dapat di seleseikan dengan baik.

Hingga puncaknya desa Konoha semakin terkenal. Sang pahlawan utama menjadi sorotan utama melebihi artis populer di masa itu. Semuanya memuja. Bahkan tak jarang gadis desa lain mendatangi Konoha hanya untuk bertemu sang pahlawan. Pahlawan dengan sejuta karismatik tersendiri. Kulit yang eksotik. Senyum secerah mentari. Serta tawa sesejuk embun pagi. Dan sapa sehangat api unggun. Dan dari sekian banyak penggemar, ada satu yang berasal dari Clan terhormat. Yang berasal dari desa Konoha itu sendiri. Yupz! Siapa lagi kalau bukan si gadis Indigo. Hyuga Hinata. Gadis kaku yang suka menyendiri.

Dan kini. Ia menikmati terik sang mentari sampai sang jingga menghampirinya. Tak peduli dengan perutnya yang mulai berbunyi. Yang paling utama adalah hatinya yang mulai tenang. Setenang aliran sungai yang mengalir. Menikmatinya dengan sangat bahagia. Yupz! Dia sangat bahagia. Tak memikirkan status dalam keluarga yang selalu jadi pergelutan di batinnya. Dimana sejak kematian Neji, tetua berkumpul merencanakan satu fikiran yang membuat ia merasa senang. Yaitu. Souke dan bunke resmi telah di hapuskan. Tak ada jarak lagi untuk mereka bertegur sapa atau sekedar berkeluh kesah. Semuanya sama rata. Bahkan ia telah mengalah untuk mundur dari calon Heirs Hyuga. Bukan karena ia lemah ataupun tak mampu. Hanya saja ia ingin hidup normal seperti Nakama lainnya. Tidak lagi terikat dengan aturan kepemimpinan.

"Hyuga Hinata."

Ia menengok. Mengangkat kakinya yang langsung berdiri tegap. Menatap lawan bicaranya yang juga tengah menatapnya. Dan meneguk salivanya dengan kasar. Ada rasa takut di wajahnya namun dengan segera ia menutupinya. Memandang kedua kaki telanjangnya dengan gugup. Yupz! Untuk pertama kalinya ia berhadapan langsung dengan sang mantan Nukenin. Yah... meskipun dia dulu teman sekelasnya namun tetap saja, bagi Hinata dia beda kelas dengannya. Sama - sama kasta bangsawanan, tapi yang membedakannya adalah kekuatannya. Jika di ibaratkan, mereka seperti Bumi dan Langit. Terlalu jauh untuk di jangkau. Dan Hinata menyadari itu, hingga ia tak mampu untuk menjawab panggilan dia. Bukan karena takut. Tapi karena sikapnya yang kaku. Terlalu bingung untuk memulainya darimana. Mungkin jika berhadapan dengan sang pahlawan utama, ia akan sedikit rileks. Namun saat ini..... ia berhadapan dengan seseorang yang lebih dingin dari Hyuga Neji versi kecil padanya.

Dan dari sudut pandang sang mantan Nukenin. Ia tak mampu lagi melontarkan kalimat selanjutnya. Lidahnya keluh. Matanya terpaku pada kaki putih Hinata yang masih terlihat basah. Rasanya ingin sekali segera ia usap. Namun dengan cepat ia mencengkeram tangannya sendiri. Menahan gejolak diri yang mulai mengganggu tubuhnya. Tujuan awalnya pun sirna. Tak ada lagi bayangan dirinya bersantai di pinggir sungai. Seolah semuanya menghilang hanya karena sosok yang menjadi rahasia utamanya. Bahkan sahabat dekatnya tak mengetahui, kepada siapa hatinya berlabuh. Semuanya terkunci rapat sebelum dendam di hatinya ada. Hingga sekarang. Yang ia lihat. Yang ada di depannya. Membuka kunci itu dengan sempurna. Menghilangkan akal logisnya yang terus berbicara. Dan akhirnya. "Apa yang kamu lakukan disini?" Kalimat basi pun terlontar, tanpa ada di fikirannya.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang