Mohon Maaf 👐

1.1K 151 23
                                    

Selamat malam! Pagi! Siang! Dan sore!

Mohon maaf sebelumnya karena sudah membuat kalian menunggu dalam ketidak-pastian ceritaku. Hehehhehe......

So tanpa basa basi lagi!!

Cekicroootttt!!!

Happy Reading Gays!
.
.
.
.
.
.
.




"Maaf....." kata itu terlontar dari bibir yang bergetar. Mata sayunya tak sanggup ia tegakkan. Ah... biarkan ubin ini menjadi saksi seberapa sakit yang ia alami. Dan beberapa jarinya bergerumul cepat tanda sang empunya mengalami seribu rasa. 'Kamisama..... kuatkan aku..' batinnya berbisik. Ia takut. Teramat. Bukan pada sosok yang ia kagumi untuk anak-anaknya melainkan pada sosok yang ia segani, dari dulu sekarang bahkan masa depan nanti. Sungguh rasa yang amat ia takutkan adalah sebuah kekecewaan. Sudah cukup ia di rendahkan ketika kecil dulu dan tak ingin mengulanginya lagi.

"Bagaimana saya bisa mempercayaimu....Hinata!".

Sebuah kalimat yang mampu membuat tubuh ringkih itu bergetar. Dan menunduk dalam. Ia sadar ucapan saja takkan mampu meyakinkan sang ayah. Namun tekad bulatnya takkan bisa menggoyah. "A.-ku tahu.... Tou-san sulit mem-percayaiku..." sedikit bibirnya tergigit. Menahan gagap yang menghalangi akal sehatnya. "Tapi.... aku tak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Untukku dan anak - anakku-"

Ucapnya terhenti kala sang ayah menginstrupsinya. "Lalu apa rencanamu? Dia sang pahlawan. Hokage. Dan banyak orang yang mengagguminya." 'Jangan bertindak bodoh!' Maksud hati yang tak sanggup ia ucapkan untuk sang putri. Meski ia berusaha mempercayainya namun keadaan yang harus membuatnya tak bisa mempercayai sang putri.

Bagaimana mungkin seorang Hokage melakukan hal yang bodoh hanya karena sebuah kata yang bermakna omong kosong. Cinta. Bahkan untuk sang sahabat yang sejak kecil menjadi teman senggamanya. Lalu kenapa dulu ia membuat janji dengan putrinya. Rasanya tidak masuk akal hanya untuk sebuah alasan politik. Karena peristiwa Misi di bulan cukup meyakinkan jika cinta sang putri Terbalas. Lalu kenapa semua ini bisa terjadi? Bahkan orang yang di luar jangkauan pun bisa terlibat. Sesosok langka dari kalangan Ninja mencoba memasuki kehidupan putrinya. 'Apa dia sudah gila!' Fikirnya. Sejak kapan? Ia bahkan tak memahaminya. Menatap sang putri dengan seribu pertanyaan yang masih menyelimuti akal sehatnya.

Sementara Hinata hanya menggeleng pelan. "Aku... tidak tahu...". Menahan sesak. "Tapi aku tak ingin kembali padanya." Memberanikan diri untuk menatap sang ayah. "Aku tak ingin disini. Aku hanya ingin pergi membawa anak - anakku. Jauh. Sangat jauh.... sampai dia tak bisa menjangkau kami!" Ucapnya tanpa keraguan.

Raut wajah itu berubah menjadi iba dan sedih secara bersamaan. "Kamu sadar dengan ucapanmu, Hinata...."

Dan anggukan pelan itu mampu membuat sang ayah menghela nafas panjang. "Ha..... melarikan diri takkan bisa menyelesaikan masalah!"

"Aku tahu! Tapi Boruto terlalu kecil untuk merasakan sakit!". Sedikit ia menggeser tubuhnya kedepan. Menantap sang ayah dengan penuh rasa percaya diri. "Bukannya Tousan tahu.... akan menjadi apa rasa sakit yang tumbuh dari sejak dini.!" Menelan salivanya dengan kasar. Dan menggeleng cepat. "Bahkan Hima-Chan. Sedikit pun aku tak ingin dia mengetahuinya. Dan Aku tak ingin salah melangkah untuk anak - anakku.!".

"Jika memang itu keputusanmu.... Tousan akan membantumu..." tangan keriput itu diarahkan pada pundak sang putri. Mengusapnya pelan. 'Ne akupun tak ingin salah melangkah untukmu putriku. Jika itu bisa membuatmu bahagia. Maka pergilah'. Sebuah kalimat yang hanya bisa tertelan dalam benaknya. "Lalu bagaimana dengan Uchiha itu!?"

"Dia akan ikut dengan kami!" Sosok pemuda tanggung itu datang tanpa permisi. Bahkan duduk menghadap sang kakek yang tanpak canggung. Dan seakan ia mengerti akan situasinya, dengan cepat ia berucap. "Aku mendengarkan semuanya. Dan kupikir okasan belum bisa menceritakan semuanya." Melirik sang ibu dan memberikan pelukan kecilnya. "Ternyata aku salah. Karena okasan lebih tegar dari diriku.!" Sedikit bayangan jahilnya melintas. "Mungkin dengan adanya guruku di samping kami bisa membuatnya bahagia." Menatap sang bunda dengan kerlingan mata. "Ne.... benarkah okasan?"

Hinata hanya bersemu. Ah anaknya terlalu cerdas untuk memahami hati sang ibu. Sementara Hiashi hanya termangu. "Guru?" Ucapnya penuh tanya.

"Ya Jiisan. Guruku. Uchiha Sasuke!"

Seketika Hiashi membuka mulutnya lebar. 'Ha! Bahkan Boruto sudah mengetahuinya!'  Dan menggeleng pelan dengan penuh takjub. Kenapa cucunya bisa bersikap sesantai itu. Apakah dia sudah menyerah dengan sang ayah. Atau kekecewaan yang membuatnya merelakan sang ibu untuk orang yang membuat ibunya kembali tersenyum. Namun jika itu benar adanya. Sedikit pun dia tak ingin merusak sebuah kepingan patah yang mencoba tersusun kembali oleh sang cucu. Yang pasti untuk saat ini. Ia hanya bisa mengikuti alur. Mencoba tersenyum meski tahu sakit apa yang di alami oleh putri dan juga cucunya. "Tousan akan mendukung apapun keputusanmu.....". Ia menghambur memeluk sang putri dan juga cucunya. "Semoga Kamisama menjaga kalian....."

"Arigatou......"

.
.
.
.
.
.
.
.

TBC.

Sekian dulu untuk saat ini yah gays....
Maaf banget udah membuat kalian kecewa. Maaf banget karena terlalu pendek. Karena jujur yah otaknya lagi buntu banget. Saya sangat sibuk di dunia nyata jadi banyak pr disini yang diabaikan. Untuk itu mohon pengertianya yah....
Untuk karyaku yang lain, mungkin masih saya cicil yang isinya masih ringan. Kalau the one cukup berat. Meski mikir keras biar nyambung. Kalau gak malah bikin cerita aneh. Hehehe

Sekali lagi maaf yah gays .....

Sampai jumpa gays....
Jaga kesehatan gays....
Jangan lupa votmennya juga yah....

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang