Delete

1.2K 166 7
                                    

Haapppyyyy Readinggggg!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



Uzumaki Boruto. Pemuda tanggung riang yang di anugerahi kecerdasan di atas rata - rata. Bisa di katakan nilai ujian tertulis ia di Akademi tak lepas dari nilai 100. Maka dengan kemampuan itu, ia bisa membedakan suasana hati seseorang. Baik itu sedang sedih, marah, senang maupun kecewa.

Begitu pun saat ini. Untuk pertama kalinya, sepanjang perjalanan ia melakukan misi dengan partnernya, terasa sangat berbeda. Ada yang janggal dengan sang keturunan terakhir Uchiha. Teman sekaligus partner misi. Uchiha Sarada. Ia mengenalnya sejak dulu, mungkin dari lahir-entahlah Boruto tak memperhatikan itu. Yang ia perhatikan ialah sikapnya yang berubah total.

Gadis yang ia kenali dengan sebutan Miss Perfect. Dan mulut yang tak kalah tajam seperti ibunya. Tiba - tiba menjadi pendiam, seperti seseorang yang terkena Mangekyo Sharinggan. Ah! Bahkan itu salah satu jurus andalan sang gadis. Tapi mengapa dengan wajahnya yang tak bersahabat. Melihatnya seakan kecoa yang menjijikan. Padahal ia tak melakukan kesalahan ataupun mencemooh tampilannya yang jelas meniru bibi Sakura. Yang pasti Boruto merasakan misi 2 harinya serasa 2 tahan. Sangat lama. Untuk kediaman yang tak berarti.

Pernah sekali ia bertanya alasan kediamannya. Namun sang gadis Uchiha tak menjawabnya. Ah! Jangankan menjawab. Boruto mendekat saja dia langsung menghindar. Dan puncaknya, saat ia hanya berjalan berdua dengan Mitsuki. Ia memberanikan bertanya. Dan yah.... tentu saja Mitsuki menjawab. Meskipun jawabannya ambigu. Jawaban yang singkat tapi penuh arti.

'Tanyakan saja pada gurumu!'

Boruto langsung paham maksud kalimat itu. Guru yang baru beberapa hari ini resmi menganggapnya murid. Kalau bukan dia siapa lagi. Uchiha Sasuke.

Dan...... tibalah saat ini. Di mana kutemukan beliau tengah bercengkerama dengan keluarganya. Hingga mampu membuatnya terdiam beberapa saat di ambang pintu. Matanya di kucek pelan. 'Apa aku salah lihat! Kenapa mereka terlihat lebih serasi! Tunggu! Bahkan Okasan tersenyum! Dan Himawari..... sudah lama aku tak melihat tawanya!' Fikirannya bergelut, seiring dengan pemandangan baru yang mampu membuatnya tak berkutik. Mau mendekat tapi takut mengusik. Mau ikut tapi lebih kuat gengsi. 'Sebaiknya aku keluar! Dan menunggu Sensei untuk menanyakan tentang Sarada!' Lanjutnya.

Langkahnya pun berbalik. Menutup pintu tanpa bersuara. Dan terduduk di pijakan tangga depan rumahnya. "Apa yang harus ku tanyakan....!" Gumannya pelan. Menatap ujung sepatu dengan fikiran yang masih beradu.

Hingga beberapa menit kemudian, ia mendengar langkah keluar. Segera ia lompat di atas ganting rumahnya. Manunggu percakapan ringan sang ibu dan gurunya yang jelas terdengar sangat akrab. Bahkan ia mendengar nada sang guru lebih lembut dari biasanya dan dapat ia pastikan sang ibu pasti hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Karena ia paham, sang ibu memang seperti itu. 'Okasan.......!'. Ingatannya jauh melayang pada perbuatan sang ayah yang selalu mengabaikan kebaikan sang ibu. Dan itu membuat hatinya tercubit keras. 'Kau tak layak di cintai Okasan, Tousan!' Lanjutnya.

Dan pandangannya kembali beralih. Pada sang guru yang mulai keluar dari gerbang rumahnya. Maka secepat kilat ia menghampirinya. "Sensei!"

"Boruto!"

"Bisa kita bicara sebentar!"

Sang guru hanya memgangguk lembut. Ia mengikuti lompatan panjang muridnya hingga sampai di sebuah taman bermain yang telah sepi. Dan menduduki dirinya tepat di samping sang murid. "Ada apa?"

Sang murid hanya meremas jemarinya yang saling bertautan. Terlihat bibirnya masih enggan mengatakan sesuatu. Dengan tatapan yang meragu pada ujung sepatunya. 'Dia masih putra Hime. Sifat gelisahnya sama!' Fikir Sasuke. "Katakanlah...... apa ada masalah denganmu?"

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang