Bukannya mendapat jawaban positif. Jovan malah mendapatkan sebuah pukulan. Tubuh tinggi Jovan di angkat berdiri lalu di hempaskan kasar di lantai saat amarah pria paruh baya itu semakin tersulut. Pukulan demi pukulan dari kepalan tangan pria itu bertubi-tubi menghantam wajahnya. Namun Jovan sama sekali tidak berniat melawan. Ia hanya diam, karena dia tahu kejadian ini adalah kesalahannya dan Jovan pantas mendapatkan semua ini.
"Ayah tunggu, jangan sakiti Jovan. Dia tidak bersalah."
Stella berusaha mencegah ayahnya untuk berbuat lebih. Ia tidak mau kesalahan fatal ini malah membuat nyawa orang yang ia cintai melayang.
"Pria berengsek itu sudah menghamilimu dan kau masih membelanya!"
Masih dengan linangan air mata Stella menjatuhkan tubuhnya beringsut memeluk kaki Ben. Bersimpuh meminta pengampunan atas dosa yang ia perbuat. Sepenuhnya ini bukan kesalahan Jovan. Jika saja malam itu Stella tidak memaksa Jovan pasti lelaki itu tidak akan berbuat lebih, dan ia tidak mungkin hamil.
"Jovan tidak bersalah. Aku yang salah. Aku sengaja memaksanya untuk melakukan itu. Karena aku tertarik padanya, aku mencintainya," ucap Stella. Membuat pergerakan tangan pria paruh baya itu terhenti.
Sedangkan Jane yang melihat semua kekacauan ini tidak bisa berbuat banyak selain terdiam membisu di tempatnya. Ia sangat terkejut mendengar kehamilan Stella tanpa ikatan pernikahan. Setahunya Stella adalah gadis baik, ia sangat tidak mungkin bisa melakukan seks dengan pria. Bahkan kakaknya saja begitu ketat menjaga Stella agar tidak terjatuh di lubang hitam kebrengsekan pria di luar sana.
Mengapa bisa mereka kecolongan seperti ini. Dan lebih parah pria yang menghamili Stella adalah Jovan kaki tangan Tuan Adams.
Sebagai seorang ibu jelas saja ia kecewa dengan kekacauan ini, namun sebagai seorang ibu pula ia tetap tidak bisa marah pada Stella. Bahkan selama menjadi ibu ia tidak pernah berani mencubit kulit wanita itu sedikit pun.
Melihat putrinya menangis menyedihkan seperti ini karena sikap kasar suaminya. Membuat Jane tak terima. Tapi sekali lagi ia tidak bisa berbuat banyak, yang bisa ia lakukan sekarang hanya diam. Suaminya sedang marah, dan jika ia ikut campur dalam masalah ini maka amarah itu akan semakin meluap.
Suara Stella kembali terdengar. "Tolong restui aku untuk menikah dengan Jovan, Ayah."
"Tidak!"
Dan suara bentakan Tuan Ben terdengar kasar. "Pikirkan jika kau menikah dengan dia. Bagaimana masa depanmu nanti!"
Mengantongi fakta bahwa latar belakang Jovan terlahir dari panti asuhan, anak hasil perzinahan dan anak yang ingin dimusnahkan, membuktikan bahwa lelaki itu tidak terlahir untuk wanita seperti Stella. Tuan Adams sengaja mengaisnya dari kesengsaraan untuk di jadikan kaki tangan.
Tetapi lelaki itu dengan tak tahu malu malah melempar kotoran pada wajah orang yang sudah membantunya. Jelas, pria seperti Jovan bukan suami yang terbaik untuk Stella."Masuk ke kamar."
"Ayah …"
"Masuk ke kamar kubilang!"
Stella melirik Jovan yang terlihat sudah babak belur dengan wajah dikotori lelehan darah. Stella ingin sekali menerjang Jovan dan meminta maaf karena dirinya lelaki itu jadi harus menanggung konsekuensi begitu berat. Tetapi Stella tahu ia tidak bisa melakukan hal itu, ia tidak bisa melindungi Jovan karena sedari tadi mata tajam ayahnya terus tertuju ke arah Stella.
"Kau masih berdiri di situ?"
Stella tersentak. Dengan linangan air mata yang membasahi pipi ia mulai melangkah menjauh. Sesekali kepalanya menoleh ke arah Jovan. Sangat cemas, bila ayahnya melakukan hal yang menyeramkan lebih dari ini pada Jovan.
Mendengar suara ribut di ruang tamu. Alex dan Rose yang baru terbangun dari tidurnya terlihat ikut terkejut saat melihat Stella tengah menangis menaiki anak tangga. Rose yang mulai mengerti dengan keadaan segera menghampiri Stella dan menenangkan wanita itu.
"Kau tidak apa-apa Stella?" tanya Rose khawatir.
Stella menatap Rose dengan sedih. Kedua tangannya meraih jemari tangan Rose, kemudian mulutnya berbicara lirih. Penuh permohonan.
"Rose, tolong selamatkan Jovan. Dia tidak bersalah. Aku yang salah di sini."
Rose melirik ke arah ruang tamu, kemudian kepalanya mengangguk mengerti dengan kata tolong yang di maksud Stella. Ia tidak mau membuat Stella semakin stress dengan keadaan, itu tidak baik untuk kesehatan janinnya.
"Aku sudah menceritakannya pada Alex. Kau tenang, Jovan pasti akan baik-baik saja."
***
Setelah menenangkan Stella di kamarnya. Rose dengan hati-hati turun untuk melihat keadaan. Ia menemukan keluarga Zelachenco termasuk ayahnya tengah terduduk di ruang tamu. Sepertinya ayahnya pun ikut terbangun karena suara ribut yang dihasilkan ayah mertuanya.
Rose merasa sedikit prihatin pada wajah babak belur Jovan. Tadinya ia ingin memberikan pelajaran dengan menampar wajah lelaki sialan itu sampai biru, namun sekarang ia urungkan. Ia merasa iba dengan keadaan Jovan.
Bagaimana pun Jovan sudah seperti kakak laki-laki bagi Rose.
"Aku tidak terima kau menghinanya sampai separah ini." Langkah Rose semakin mendekat ia mendengar suara tegas ayahnya Tuan Adams tengah terduduk di sebelah Jovan. "Jovan sudah kuanggap putraku sendiri. Mendengar kau menghina dia seperti ini sama saja kau menjatuhkan harga diriku."
Rose sampai di tempatnya. Ia ikut duduk di sebelah Alex. Dan menyentuh tangan lelaki itu yang menegang, sepertinya Alex juga tidak bisa menampik bahwa ia sangat marah mendengar kabar mengejutkan ini.
"Dia sudah menghamili putriku. Apa aku harus diam saja saat mendengar putriku di hamili lelaki yang bukan suaminya."
"Apakah ini sebuah pemerkosaan, jika itu benar kau boleh menjebloskannya ke penjara. Tetapi yang kudengar mereka sama-sama mau. Bahkan putrimu sendiri yang memaksa Jovan. Bukankah mereka sama-sama bersalah? Tidak sepantasnya kau menghakimi salah satu pihak saja."
Pria tua itu terlihat diam merasa terpanah oleh ketajaman kata-kata Tuan Adams. Tampungan kata-kata yang sudah tersimpan baik dalam mulutnya untuk mencerca Jovan kini tidak bisa dimuntahkan dengan benar. Intimidasi dari mulut dan tatapan Tuan Adams benar-benar tidak bisa di anggap remeh.
"Izinkan mereka menikah. Tidak usah khawatir dengan masa depan putrimu. Jovan sudah mempunyai bagiannya sendiri untuk menikmati separuh harta kekayaanku. Aku tegaskan, putrimu sama sekali tidak akan menderita jika dia menikah dengan Jovan. Dia adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab."
Mendengar kata-kata itu Rose menjadi terharu melihat Ayahnya memperjuangkan harga diri Jovan agar tidak terinjak sedemikian rupa oleh kekuasan Tuan Ben membuat Rose sangat bangga pada ayahnya. Rose sangat tahu bagaimana Ayahnya memperlakukan Jovan selama ini. Bahkan ia masih ingat saat ayahnya pertama kali mengenalkan lelaki lusuh padanya dan ia hanya melihat Jovan dengan tatapan ketus.
Semenjak itu Jovan selalu menempeli Rose, sikap Rose seperti batu, dan Jovan seperti tetes hujan. Hingga perlahan tetes hujan itu bisa mengikis batu dari dalam diri Rose, dan pada akhirnya mereka bisa dianggap dekat. Walau terkadang sering beradu mulut saat mood Rose terbilang cukup buruk.
Tetapi di dalam hati Rose mengakui bahwa ia menyayangi Jovan dan sudah menganggap lelaki itu seperti kakak laki-laki terbaik bagi kehidupan Rose.
Rose mendengar ayah mertuanya menghela napas kasar. Sepertinya terlalu berat untuk menerima kenyataan ini.
"Aku tetap tidak akan merestui kalian menikah." dengan raut wajah dingin.
Setelah mengatakan itu Rose bisa melihat ayah mertuanya pergi berlalu begitu saja meninggalkan mereka di ruang tamu yang mencekam.
Rose melirik Jovan, ekspresi wajah itu tidak mudah ditebak namun Rose sudah ahli dalam mengenali suasana hati Jovan, dia terlihat sangat kecewa terhadap penolakan ayah mertuanya.
Bersambung..
#24 Juli 2020
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Paksaan Ternikmat (END)
Roman d'amourBerawal dari rasa penasaran Stella terhadap Jovan yang tidak tergoda pada tubuhnya sedikitpun. Membuat Stella berbuat nekat dengan memaksa Jovan untuk melakukan one night stand bersamanya. Paksaan ternikmat itu akhirnya membuahkan masalah besar pad...