Mimpi itu tidak berwujud, tetapi nyata.
Mimpi itu tidak bernyawa, tetapi hidup.
Mimpi itu menjerat.***
15 Demeter
(15 September)Suatu sore di pertengahan bulan Demeter, seorang pendongeng dari Kerajaan Erlemsia menjadi pusat perhatian di alun-alun pasar Morphella. Memberhentikan kereta kudanya di pinggir jalan, pria muda yang menutup kepalanya dengan lilitan kain linen berjalan menepi ke kolam air pancur. Pria muda itu hanya perlu mengulas satu senyuman manis saat meminta tukar posisi dengan anak-anak yang sedang bermain lempar koin di sana. Tidak, dia tidak ikut melempar koin, melainkan duduk di bibir kolam sambil mengeluarkan beberapa koleksi buku dari tas punggungnya yang terbuat dari karung.
"Pendongeng Erlemsia datang! Pendongeng Erlemsia datang!"
Segerombolan anak laki-laki itu berteriak sambil melambai-lambaikan tangan ke udara, mengajak orang-orang ikut berkumpul. Seketika keadaan di sekitar mulai riuh dengan langkah-langkah kaki yang terburu-buru. Lalu, terciptalah sebuah kerumunan manusia di alun-alun pasar Morphella. Mereka berdesak-desakan agar dapat berdiri di barisan paling depan dalam lingkaran tersebut—lingkaran manusia yang pusatnya dipimpin oleh sang Pendongeng.
Sebuah pena yang terbuat dari bulu angsa melayang mengikuti lembar buku yang praktis terbuka sendiri. Sang Pendongeng meluangkan waktunya sejenak untuk berbincang ringan dengan salah seorang pedagang yang berdiri di dekatnya. Selama menunggu, sering kali beberapa orang maju ke depan, mendekati sang Pendongeng lalu memberikan roti-rotian serta buah-buahan. Begitulah cara penduduk Morphella menghargai sang Pendongeng yang datang satu minggu sekali ke kerajaan mereka.
Setelah keadaan mulai tenang, senyap, barulah sang Pendongeng mulai bercerita. Sang Pendongeng tanpa nama menceritakan sebuah dongeng tentang salah satu keturunan Dewa Morpheus yang memiliki otoritas atas kebebasan di dunia mimpi dan dunia nyata. Mula-mula, sang Pendongeng memperkenalkan siapa keturunan Dewa Morpheus yang dia maksud. "Dewi Deandra, aku yakin kalian yang mempercayai keyakinan Dewa Morpheus tidak asing lagi dengan nama sang Dewi." Namun, sebelum melanjutkan ceritanya, sang Pendongeng memberi sedikit peringatan kepada para pendengarnya untuk menghindari kekacauan yang mungkin terjadi. "Aku tahu, sebagian dari kalian yang mendengar cerita hari ini adalah para penganut kepercayaan Dewa Morpheus dan sebagian lagi mungkin tidak mempercayainya. Yang ingin aku sampaikan adalah konten hari ini sedikit sensitif karena aku membawa keturunan Dewa Morpheus yang agung dalam dongeng ini. Namun, apa pun yang kuceritakan hari ini hanya bagian dari dongeng lama. Aku tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. Jadi, sebelum aku melanjutkan cerita, kalian yang tidak menyukai konten dongengku hari ini dipersilakan meninggalkan tempat. Aku sangat menghargai itu."
Lalu sang Pendongeng memberi waktu sekitar lima menit kepada para pendengar untuk berunding satu sama lain. Awalnya, mereka saling berbisik, meminta pendapat sebelum membuat keputusan. Kemudian, beberapa orang tua dari kelompok di sebelah kanan membubarkan diri, kembali ke aktivitas masing-masing. Kelompok di sebelah kiri awalnya juga sempat ingin melangkah pergi, tetapi entah kenapa niat tersebut mereka urungkan dan akhirnya kembali merapatkan barisan.
"Kami datang ke sini untuk menikmati hiburan dari dongeng-dongengmu, Tuan Pendongeng. Apa saja konten yang ingin kau bahas, selama tidak menyalahi aturan-aturan yang ada, kami sama sekali tidak keberatan." Sebuah suara milik seorang pemuda yang mewakili banyak suara membuat sang Pendongeng mengangguk tenang.
"Lanjutkan dongengmu, Tuan. Kami sudah tidak sabar ingin mendengarnya," lanjut suara lain yang langsung disambut dengan anggukan setuju dari para pendengar. Maka, setelah mendapat persetujuan dari sebagian besar para pendengar yang berkumpul, sang Pendongeng pun melanjutkan dongengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MORPHEUS
FantasySiapa pun yang mendengar kisahnya, pasti akan berpikir kalau gadis remaja 18 tahun itu sedang mendongeng. Tidak ada yang mempercayainya. Bahwa setiap kali dia tertidur, dunia mimpi membawanya menuju sebuah tempat yang indah. Tempat yang penuh dengan...