27 - Fakta Baru

6.4K 556 81
                                    

Haii, sebelum baca vote dulu yuk siapa tahu bikin authornya senyum❤❤🤭

Udah? Kalau udah HAPPY READING💛💛 Jejak komentarnya ditunggu yaa😍

*****


Tahu apa hal yang paling memilukan dari kehilangan? Saat aku tiba-tiba merindukan kebersamaan kita dulu.

*****

Pradipta melempar kertas hasil try out Gerald setelah ia membacanya. Sementara Gerald, hanya bisa menunduk dalam-dalam sembari meremat jari tangannya dengan gelisah.

"Sudah tahu 'kan, apa yang harus kamu lakukan?" tanya Pradipta dengan penuh penekanan.

Gerald mendongak dan dengan ragu menjawab, "Pa, Gerald bisa buktiin di try out selanjutnya."

Namun, alih-alih menghadapinya dengan kepala dingin, Pradipta justru semakin tersulut setelah mendengar jawaban Gerald. "Di dunia ini nggak ada yang namanya kesempatan kedua, Ger! Kalau kamu terus mengandalkan kesempatan kedua, kamu akan jauh di belakang orang-orang yang sudah berhasil di kesempatannya yang pertama."

Gerald diam. Lalu, Pradipta kembali membuka suara. "Siapa peringkat satu paralel?"

Meskipun pertanyaan tersebut dilemparkan dengan vokal yang lebih rendah, tetapi Gerald masih bisa menangkap nada bicara yang dingin dari papanya.

"Emm--"

"Bian?" potong Pradipta tepat sasaran.

Gerald mengangguk, membenarkan tebakan Papanya yang memang benar begitu adanya.

Pradipta mengembuskan napasnya kasar. "Kapan kamu bisa lebih baik dari Bian? Kenapa kamu selalu di bawah Bian?!"

Ucapan papanya sukses menyentil sesuatu di ulu hati Gerald. Rasa sakit itu kembali lagi, saat papanya selalu membanding-bandingkan dirinya dengan Bian.

Dengan keberaniannya Gerald membalas, "Pa, jangan samakan aku dengan Bian! Aku bukan Papa yang selalu ambisius ingin menjadi nomor satu. Termasuk mengalahkan Om Bachtiar!"

"GERALD!"

"Kenapa Papa masih anggap Om Bachtiar musuh Papa? Padahal ... Om Bachtiar sudah melupakan kejadian yang lalu dan menganggap itu nggak pernah terjadi. Harusnya Papa sadar!" bantah Gerald lagi.

"Karena dia sudah membuang Papa, Ger!"

Gerald membuang napas kasar. "Harusnya Papa bersyukur, karena Om Bachtiar nggak laporin Papa yang udah nipu bawa kabur uang hasil proyek kerja sama!"

"Gerald, masuk kamar!" titah Pradipta tegas setelah pria itu mengusap wajahnya dengan penuh emosi.

Tidak menghiraukan perintah papanya, Gerald kini justru melanjutkan, "Sekarang Om Bachtiar juga sudah baik ke keluarga kita. Mereka hanya butuh waktu satu tahun, untuk mengembalikan kepercayaannya pada Papa. Tapi ... Papa selalu bertindak baik di depan Om Bachtiar padahal di belakang Papa menganggapnya musuh! Please, Pa, itu sudah belasan tahun yang lalu."

"Masuk kamar!" Pradipta berteriak lagi.

Gerald mengembuskan napasnya kasar. Sembari mengatur napas, matanya terus menyorot lurus kepada papanya. Setelahnya ia memilih untuk segera meninggalkan papanya supaya pembicaraan tidak semakin ke mana-mana. Sebab, Gerald pun berpikir jika ia sudah keterlaluan berbicara seperti itu.

Baru beberapa langkah ia berjalan, Gerald memutuskan berhenti dan memutar tubuh kepada papanya.

"Maaf, Pa."

Bicara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang