tiga puluh tiga

2.8K 280 47
                                    

"Dahyun? Hah ku rasa anak itu memang sudah tidur." gumam Irene masih terdengar oleh Dahyun yang kini bersiap membuka pintu kamarnya.

"Unnie?" sapa Dahyun membuat sang kakak kembali menoleh ke arah pintu.

"Ne! Apa tadi kau sudah tidur?"

"Iya, aku ketiduran. Dan di dalam ada Sana, dia juga masih tertidur." ujar Dahyun memberi celah agar Irene melihat Sana yang terbaring di ranjang.

Mata Irene tiba-tiba saja menyipit. Menatap Dahyun dengan tajam.
"Wae?"

"Kau tidak macam-macam kan?"

Dahyun menggeleng kaku.
"Sana kemari karena dia ingin belajar bersamaku. Tetapi dia lelah dan memilih untuk tidur, aku tadi pun hanya tidur di lantai dengan beralas sebuah selimut saja, unnie. Jangan berpikir macam-macam."

"Lalu kenapa pintunya harus dikunci?"

"Aku lupa tadi. Seharusnya aku mengunci pintu utama tetapi terbalik dan malah pintu ini yang ku kunci."

Irene mengacak rambut Dahyun pelan.
"Bangunkan Sana dan suruh dia ke meja makan. Unnie yakin dia pasti lapar. Setelah itu antarkan dia pulang. Bukan berniat mengusirnya, unnie senang ia disini tapi akan lebih baik jika ia pulang karena anak gadis tidak boleh satu atap dengan mantan pacarnya."

"Wae? Aku juga seorang gadis!"

"Benarkah? Hmm?" goda Irene kemudian berlalu meninggalkan Dahyun yang terdiam membatu.

"Dahyun?" seseorang memanggil pelan namanya dari belakang.

Dahyun tersadar, menoleh ke arahnya lalu menghampiri gadis itu tanpa menutup pintu tadi.

"Sudah dengar kan? Ayo bangun." titah Dahyun mengulurkan kedua tangannya ke depan.

Sana membalas uluran tangan Dahyun, menariknya perlahan hingga berakhir dengan sebuah pelukan. Tangan Sana beralih melingkar di leher Dahyun sementara dagunya tepat di atas bahu milik si gadis putih. Kepalanya lalu sedikit bergerak di ceruk leher, mencari kenyamanan disana. Hingga sebuah seringaian muncul.

"Aku tahu apa yang kakakmu maksud, Dahyunie..." bisiknya sembari menyesap leher putih itu hingga berbekas.

"Sana!" pekik Dahyun menjauhkan tubuh Sana darinya. "Jangan lagi, unnie akan marah jika ia melihat ini."

"Dia tidak akan marah jika ia tidak tahu. Jadi sembunyikanlah sebisamu." goda Sana menepuk pelan pipi Dahyun berulang. Perlahan ia beranjak dari kasur, berjalan ke arah pintu kamar dengan sesekali menoleh ke belakang.

"Jangan melamun! Apa perlu aku merangkulmu agar dapat menutupinya?"

Dahyun menggeleng cepat.
"Aku akan berganti baju saja. Lebih baik kau menemui unnie."

"Arraseo."
.
.
.

Dahyun menghela napas pelan ketika Sana sejak tadi tidak berhenti menyentuh dagunya dengan jari lentik miliknya. Meskipun lehernya sudah ia tutupi dengan baju turtleneck yang ia gunakan. Tapi tetap saja, gadis itu seakan semakin sering menggodanya.

"Aku tahu alasan kenapa kamu sangat ingin diantar olehku." Dahyun berucap sembari menatap mata Sana.

"Apa?"

"Karena kamu masih menginginkanku."

"Ralat, aku masih menginginkan tubuhmu."

"Astaga..." Dahyun menggelengkan kepalanya lalu menyandarkannya ke jendela taksi yang tengah ia naiki bersama Sana.

Sana tertawa keras melihat perubahan ekspresi pada gadisnya. Tangannya menepuk lengan Dahyun sementara tangan lainnya ia gunakan untuk menutup mulut selama ia terus tertawa.

Who are You? (SaiDa ft. MiChaeng)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang