BAGIAN 4

289 15 0
                                    

Sebuah bayangan berkelebat menuju sebuah pekuburan di senja yang hening ini. Gerakannya gesit dan cepat bukan main. Seolah-olah kakinya tidak menyentuh tanah. Sudah beberapa minggu ini, pekuburan itu memang ramai dibicarakan orang. Terutama ketika hampir tiap hari di pekuburan ini ditemukan mayat yang semuanya dalam keadaan mengenaskan. Tubuh pucat dengan kulit berkeriput. Begitu seringnya ditemukan mayat, sehingga pekuburan itu dinamai Kuburan Mayat Berkabung. Suasana kuburan itu memang menyeramkan. Apalagi, letaknya tepat di punggung sebuah bukit.
Ketika tiba di antara dua gapura pekuburan itu, bayangan ini berhenti. Kini terlihat jelas, siapa sosok bayangan itu. Ternyata dia adalah seorang gadis cantik. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai begitu saja sampai ke pinggul. Tetapi yang paling menyolok adalah pakaiannya yang terbuat dari sutera halus tembus pandang. Sehingga bentuk tubuhnya yang padat dan menggiurkan terlihat jelas. Pada kedua pundak wanita cantik itu tampak dua sosok tubuh yang tiba-tiba saja dihempaskan ketanah.
Bruk!
"Ukh...!"
"Aduh...!"
Kedua orang itu mengaduh kesakitan, tapi tak lama bangkit berdiri lagi. Tanpa peduli wanita itu menggeser sebuah batu di samping gapura. Seketika terjadilah keanehan. Diawali suara bagai gemuruh perlahan-lahan dinding bukit itu bergeser, membentuk pintu masuk yang cukup untuk dua orang.
Dengan tenang wanita itu memasuki goa yang tercipta di punggung bukit ini. Sementara dua laki-laki yang tadi dipanggul, mengikuti dari belakang dengan kepala tertunduk. Ketika wanita itu menggeser batu yang ada dalam goa, pintu masuk itu menutup kembali. Wanita ini terus menyusuri jalan dalam goa di perut bukit ini. Dan ternyata di dalam sana terdapat ruangan yang lebar dan bersih tertata apik.
Wanita itu langsung menuju ke ruangan yang lebih besar. Dalam ruangan itu tampak terentang seutas tali sebesar jari kelingking, dari satu dinding ke dinding lainnya. Sebentar dia memusatkan perhatian sejenak, lalu melenting ke atas.
"Heup!"
Setelah berputaran beberapa kali, wanita itu jatuh tepat di atas tali yang merentang. Sungguh aneh tali yang mendapat beban di atasnya tidak melengkung barang sedikit pun. Seolah-olah, tubuh wanita itu tidak berbobot sama sekali. Bisa dibayangkan, betapa tinggi ilmu meringankan tubuhnya itu, bahkan dengan tenang bagaikan di atas tanah dia merebahkan dirinya di atas tali itu.
"Duduk!" perintah wanita itu pada dua laki-laki yang tadi dipondongnya. Mereka masih berdiri menampakkan wajah bingung dan bersalah.
Mata wanita ini tajam menatap kedua orang yang ternyata anak buahnya. Sementara yang ditatap segera menunduk tidak berani membalas. "Kalian tahu telah berbuat salah dan bertindak gegabah?" sambung wanita ini.
"Ampun, Gusti Ayu Purwani. Hamba tidak tahu...," sahut laki-laki gemuk pendek yang tidak lain Rambing Puger.
Gadis cantik yang ternyata Ayu Purwani, mendelik ke arah orang yang bertubuh tinggi kurus dengan kepala botak. Dia tidak lain Simo Jalak. "Simo! Apa kau merasa telah pintar?" tanya Ayu Purwani.
"Aaa... ampun, Gusti! Tentu saja Gusti jauh lebih pintar...," sahut Simo Jalak, ketakutan.
"Bagus! Lain kali, bila berhadapan dengan pemuda yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti, kau tidak boleh memandang enteng. Ilmu kalian berdua memang cukup tinggi. Tetapi melawan dia, berarti kalian mencari penyakit sendiri!" dengus wanita cantik ini.
"Ha ha ha...! Tetapi bila dibanding Eyang Mahesa Keling dalam tiga jurus dia dijamin akan menggeletak tanpa nyawa!" kata Simo Jalak jumawa.
"Betul, Gusti! Melawan Eyang Guru, dia tidak ada apa-apanya...!" Rambing Puger ikut-ikutan menimpali.
Ayu Purwani tersenyum kecil sambil memandangi mereka dengan mata berbinar-binar. "Apa yang kalian katakan tak salah. Eyang Mahesa Keling yang bergelar Iblis Atas Angin, memang tiada duanya. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa seperti ini? Itu juga tidak lepas dari jasa kalian berdua. Tanpa adanya kalian, mungkin aku tidak akan pernah mempelajari ilmu silat dan ilmu kesaktian peninggalannya...," kata Ayu Purwani dengan suara mulai lunak.
Melihat sikap Ayu Purwani mulai membaik, kedua laki-laki itu tersenyum sambil cengengesan. "He he he...! Untuk Gusti Ayu Purwani, segalanya akan kami berikan. Asal..., he he he..! Asal ada imbalannya seperti dulu...," pancing Simo Jalak.
Begitu mendengar kata-kata laki-laki itu, Ayu Purwani langsung mendelik sengit. "Simo Jalak! Setelah aku memiliki semua ilmu silat dan kesaktian guru, tidak ada imbalan lagi buat kalian! Sekarang, akulah pewaris tunggal! Dan kalian berdua harus tetap mengabdi seumur hidup padaku. Siapa yang membantah, akan mendapat hukuman berat!" tandas Ayu Purwani.
"Glegkh!"
Simo Jalak jadi menelan ludahnya sendiri, wajahnya berkerut ketakutan, tetapi hatinya kesal bukan main. Dulu sewaktu gadis ini ditemukan, begitu hangat dan menggoda. Lebih-lebih setelah tahu, kalau mereka berdua adalah pewaris ilmu-ilmu seorang tokoh hitam bernama Eyang Mahesa Keling yang bergelar Iblis Atas Angin.
Dengan modal kecantikannya, Ayu Purwani mempengaruhi mereka berdua yang memang tengah tergila-gila kepadanya. Sehingga apa pun yang diinginkan gadis itu pasti dipenuhi. Bahkan sampai kitab sakti warisan pun diberikan pada Ayu Purwani. Memang, mereka berdua termasuk orang-orang bodoh sehingga tidak mampu mempelajari ilmu silat dari kitab pusaka itu. Mereka hanya puas dengan ilmu yang dipelajari langsung dari gurunya.
Setelah mendapatkan kitab ilmu silat yang luar biasa itu, Ayu Purwani menghilang. Tapi setelah beberapa saat berlalu, gadis itu kembali lagi. Dan ini membuat Simo Jalak dan Rambing Puger saling berebut mendapatkan hati Ayu Purwani. Seperti biasanya, yang menang tentu akan mendapat imbalan berupa tidur semalam dengan gadis itu. Tetapi secara tidak terduga, Ayu Purwani menolak. Tentu saja keduanya jadi berang dan marah besar. Maka pertengkaran pun dilanjutkan dengan perkelahian sengit.
Mulanya kedua laki laki itu menganggap enteng. Namun betapa terkejutnya mereka, ketika mendapat kenyataan kalau gadis itu kini memiliki kepandaian sangat tinggi. Bahkan dalam waktu singkat saja keduanya dapat dirobohkan. Maka sejak itu mereka jadi pengikut Ayu Purwani. Dan kali ini, Simo Jalak coba-coba memancing untuk mengajak gadis itu tidur bersama. Tapi nyatanya, usaha laki-laki itu gagal.
"Kalian harus ingat! Jangan suka mengungkit-ungkit peristiwa dulu. Bila memandel, aku tidak akan segan-segan memancung kepala kalian berdua! Mengerti kalian...?!" dengus Ayu Purwani.
"Mengerti, Gusti!" sahut keduanya dengan wajah ketakutan.
"Sekarang, pergilah. Jangan ganggu tidurku!"
"Baik, Gusti!" jawab mereka serempak.
Setelah memberi hormat, kedua laki-laki itu berbalik dan berlalu dari ruangan ini. Sedangkan Ayu Purwani merebahkan diri pada tali yang terentang, bagaikan tidur di atas kasur empuk.

137. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Dewi MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang