BAGIAN 7

228 16 1
                                    

Hari telah semakin gelap, Gita Rahayu baru saja menyalakan api unggun, ketika hidung keduanya membaui sesuatu yang sangat menyengat.
"Uh...! Waspadalah, Gita. Apakah kau tidak membaui sesuatu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Ya! Aku mencium bau harum yang sangat menyengat!"
"Apakah tidak ingat pada ciri-ciri seseorang?" kembali Rangga bertanya sambil meningkatkan kewaspadaannya.
"Apakah yang kau maksud Ayu Purwani, si Wanita Setan yang kotor dan kejam itu...?" Gita Rahayu balik bertanya.
"Benar!" sahut Rangga, langsung mengibaskan tangannya dengan telapak terbuka ke arah api unggun. Maka seketika api itu padam. Baru saja api padam?
"Hi hi hi...! Tak ada gunanya kau memadamkan api unggun segala. Jangan banyak tingkah, Pendekar Rajawali Sakti!"
Terdengar suara tawa menggidikkan dari kegelapan malam. Sementara bau harum yang menyengat semakin merangsang pernapasan mereka berdua. Tanpa terasa, Gita Rahayu jadi bergidik ngeri.
"Kakang! Tiba-tiba saja aku merasa takut!" bisik Gita Rahayu sambil memegangi tangan Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya terasa menggigil ketika merapat ketubuh Rangga.
"Tenang saja, Gita," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tidak memikirkan diriku, Kakang. Tapi kau..."
"Aku ..? Memangnya kenapa...?" tanya Rangga.
"Apakah kau tidak tahu kelakuan Ayu Purwani?"
Rangga berpikir sejenak, kemudian tersenyum kecil. Baru dimengerti, maksud jalan pikiran gadis itu. "Mudah-mudahan aku tidak tergoda olehnya..."
"Hi hi hi! Rupanya kalian ini sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Ah! Sungguh malang bila salah seorang dari kalian harus meninggalkannya." Suara yang mendirikan bulu roma kembali terdengar.
"Nisanak, tak usah bersembunyi. Perlihatkan dirimu, sebelum aku yang memaksamu keluar!" sahut Rangga mengancam.
"Hi hi hi. ..! Terhadap Pendekar Rajawali Sakti yang terkenal, mana mungkin aku bisa bersembunyi. Baiklah. Aku akan keluar kalau itu yang menjadi keinginanmu!"
Selesai berkata begitu, tiba-tiba melesat satu sosok bayangan dari balik cabang pohon. Begitu mendarat dua tombak di depan Rangga, baru jelas siapa bayangan itu. Ternyata, dia adalah seorang gadis berwajah cantik jelita dan mempesona. Kulitnya pulih bersih dengan bibir merah merekah. Manakala tersenyum, rasanya akan membuat setiap laki-laki bertekuk-lutut.
Sepasang mata gadis itu jernih bak air gunung. Hidungnya mancung mencuat. Rambutnya panjang hingga ke pinggul dan dibiarkan terurai begitu saja. Dari rambutnya, tercium bau harum yang semerbak. Yang paling menyolok adalah pakaiannya yang tipis dan tembus pandang. Sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya yang nyaris sempurna. Untuk sesaat, Rangga jadi terpaku dan melotot.
"Kakang...." Gita Rahayu mencubit kecil lengan pemuda itu. Rangga tersentak, langsung disadarinya kelemahan itu.
"Eh...! Eng..., ada apa?" tanya Rangga gugup.
"Aku tidak mau kau terhanyut...!"
"Kau tidak usah khawatir...!" tukas Rangga.
"Sikapmu tadi tidak dapat mengelabuiku!" dengus Gita Rahayu.
Pendekar Rajawali Sakti jadi serba salah mendengar kata-kata gadis itu. Pandangannya segera dialihkan pada perempuan yang berada di depannya. Tapi sebentar kemudian pandangannya kembali lagi ke arah gadis itu.
"Apakah kau yang bernama Ayu Purwani??" tanya Rangga dengan suara sedikit bergetar.
"Hi hi hi..! Dugaanmu benar, Pendekar Tampan...."
Sambil tertawa cekikikan, perempuan itu tersenyum merekah. Sehingga membuat darah muda setiap laki-laki jadi tersirap. Untung saja, Rangga telah mengatur pernapasannya. Sehingga darahnya berjalan seperti biasa kembali, dan tak dapat tergoyahkan oleh pandangan yang mengguncangkan hati.
"Chuih...! Perempuan macam apa kau ini? Jijik aku melihatmu! Lekas bunuh dirimu sendiri, sebelum aku yang membunuh!"
Kali ini Gita Rahayu yang menyentak melihat kelakuan wanita di depannya. Gadis itu bahkan langsung mencabut pedangnya yang terselip di pinggang.
"Gita Rahayu, jangan gegabah!" Rangga mengingatkan, tetapi terlambat.
Gadis itu telah melompat dengan satu serangan kilat.
"Hi hi hi...! Cah Ayu! Agaknya hatimu dibakar cemburu melihat kekasihmu sebentar lagi jatuh ke dalam pelukanku!" ejek Ayu Purwani sambil mengelakkan serangan.
"Huh. Tujuanku hanya ingin memotes kepalamu untuk menebus kematian kakangku!" bantah Gita Rahayu.
"Oh, begitu...? Siapa sih kakangmu? Pasti dia amat mencintaiku sehingga rela mati demi aku!" ujar Ayu Purwani sinis.
"Setan betina! Kakangku bukan mati karena membelamu. Tetapi kau sendiri yang merayu dan menggunakan ilmu sesat, kemudian mencelakainya!"
Sambil berkata. Pedang Gita Rahayu membabat ke arah kaki Ayu Purwani. Namun serangan itu dapat dihindari Ayu Purwani hanya dengan melompat lompat kecil. Dalam menghadapi gadis itu, Ayu Purwani tampak tenang-tenang saja.
"Hi hi hi...! Mana mungkin? Untuk membunuh nyamuk saja, aku tidak tega. Apalagi membunuh manusia? Coba lihat!"
"Haaas!" Wuuut!
Serangkum angin keras keluar dari telapak tangan wanita iblis itu. Maka serangan Gita Rahayu terhenti, tak dapat lagi menggerakkan tangannya. Bahkan tubuhnya terlempar ke belakang beberapa langkah. Untung Rangga sempat menangkapnya.
"Kau liar! Kalau aku kejam, dengan mudah aku dapat membunuhmu. Tapi itu tak kulakukan karena aku tidak seburuk dugaanmu!" ujar Gita Rahayu tenang.
"Huh...! Kau seperti serigala berbulu domba. Tetapi mana mungkin bisa menipuku!" maki Gita Rahayu sambil bermaksud menyerang lagi. Namun, Rangga telah menangkapnya.
"Tenang, Gita. Sia-sia saja kau melawannya!" cegah Rangga.
"Lepaskanlah, Kakang. Aku tidak takut menghadapinya!" teriak Gita Rahayu sambil berontak.
"Sabarlah, Gita. Dia bukan tandinganmu! Biarkanlah aku yang mewakili dirimu! Kau harus dengar kata-kataku kali ini!" kata Rangga sedikit keras. Kali ini, gadis keras kepala itu menurut.
"Nah, Nisanak! Kalau kau ingin main-main denganku, silakan. Rasanya orang sepertimu sudah tidak dapat disadarkan!"
"Hi hi hi...! Untuk apa kita saling baku hantam? Lebih baik kita bersahabat. Marilah ikut aku, kau akan kuangkat jadi pangeranku yang paling kucintai,"
Sambil berkata, Ayu Purwani bergerak gemulai yang menggairahkan. Namun kali ini yang dihadapi adalah seorang pendekar yang sulit dicari tandingannya. Sehingga semua ulahnya sia-sia belaka.
"Huh! Perempuan jelek! Tak ada gunanya pamer diri. Wajahmu masih lebih cantik kera daripada dirimu tahu...?" ejek Rangga memanasi lawan.
"Ih! Kau pikir dirimu itu siapa? Berani-beraninya kau menghinaku serendah itu! Sudah bosan hidup kau rupanya?" ancam Ayu Purwani.
"Heyaaat!" Wuuut!
"Aits!"
Bagaikan kilat tubuh Ayu Purwani melesat. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan cengkeraman ke arah dada. Namun secepat itu pula, Pendekar Rajawali Sakti mengarahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Tubuhnya meliuk-liuk, sehingga serangan tersebut luput. Namun serangan susulan segera tiba, sehingga terpaksa Rangga langsung menyambutnya.
"Yaaat!" Plak! Plak!
Tangan Rangga terasa kesemutan ketika beradu dengan tangan perempuan itu. Belum lagi Pendekar Rajawali Sakti mempersiapkan diri, kembali serangan perempuan itu mengancam dirinya. Yang diincar adalah ubun-ubun kepalanya. Dengan sendirinya, Rangga tidak mau jadi korban. Cepat kepalanya dirundukkan.
Tapi kaki wanita itu kembali melancarkan serangan ke arah muka Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan segera tubuhnya berjumpalitan ke udara untuk menghindari serangan. Namun dengan gerakan aneh Ayu Purwani terus memburu dengan melancarkan serangan-serangan dahsyat.
"Ciyaaat!"
"Haiiit!" Plak! Plak!
Tubuh Rangga berputar seperti baling-baling untuk mematahkan serangan tenaga dalam yang luar biasa dari wanita itu. Sedangkan Ayu Purwani terhuyung-huyung beberapa langkah, akibat dorongan tenaga sakti Rangga. Kini Rangga berbalik melancarkan serangan menggunakan jurus "Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang memancarkan sinar kemerahan.
Ayu Purwani tampak tidak berani menyambut serangan, karena keadaannya sedang kurang menguntungkan. Dengan segera dia bersalto beberapa kali menjauhi lawan tangguhnya. Tapi Rangga tidak mau memberi kesempatan. Langsung diserangnya wanita itu saling susul. Kali ini yang diarah adalah kepala dan dada.
"Aiiip!" Ayu Purwani membuang diri dan bergulingan beberapa kali di atas tanah. Namun, kakinya mengancam ke arah bawah pusar Rangga. Secepat itu pula, Pendekar Rajawali Sakti menghindar. Sehingga untuk sementara perkelahian berjalan seru dan seimbang.
Pertarungan antara Rangga melawan Ayu Purwani masih berlangsung sengit. Sampai sejauh itu, Ayu Purwani masih belum dapat mendesak lawan mudanya yang tadi dianggap sepele.
"Hi hi hi...! Hebat kau, Pendekar Rajawali Sakti. Tidak percuma kau punya nama besar!" seru Ayu Purwani.
Tiba-tiba Ayu Purwani mencabut pedang pendeknya, yang bersinar putih menyilaukan.
Sriiing! Wuuut! Wuuut!
Dengan kecepatan sulit diikuti pandangan mata, pedang wanita itu mengancam tenggorokan dan mata Rangga. Tapi seketika Pendekar Rajawali Sakti segera memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', untuk menghindarinya. Bahkan dengan cepat, dilancarkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' dan disambung lagi jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali.
"Uts!"
Mendapat berondongan serangan yang dahsyat luar biasa itu, Ayu Purwani meloncat ke atas menjauhi lawan. Tetapi Rangga tidak mau melepaskannya begitu saja. Langsung kedua tangannya dihentakkan, melancarkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' kembali.
"Hait!" Dengan gerakan memutar tubuh di udara. Ayu Purwani berhasil mengelakkan serangan Rangga yang biasanya jarang meleset. Bahkan tubuhnya langsung meluncur dengan sabetan pedang pendeknya ke leher Rangga. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti masih sempat menghindar ke samping kiri.
Tetapi ujung pedang wanita itu terus mencecar dadanya. Rangga hanya mengeluh pelan, ketika dadanya sempat tergores. Tampak darah mulai mengucur.
"Kakang...! Kau tak apa-apa...!" teriak Gita Rahayu sambil memburu ke arah Rangga.
"Tenanglah.... Aku tidak apa-apa..."
"Tetapi lukamu cukup parah!" seru Gita Rahayu, cemas.
"Hi hi hi...! Tenangkan hatimu, Cah Ayu. Aku tidak bermaksud membunuh kekasihmu. Bila tidak, sudah sejak tadi jadi mayat," Ayu Purwani tertawa panjang sambil berkacak pinggang.
"Perempuan laknat, kubunuh kau!" Tanpa memikirkan keselamatan, Gita Rahayu berkelebat menyerang dengan wajah garang dan dendam membara. Namun Ayu Purwani tetap terang saja.
"Huh...! Bocah bandel yang tidak tahu diri!" bentak wanita cantik itu.
Trang! Bugkh!
"Hekh"
Entah bagaimana, pedang di tangan Gita Rahayu terlepas dari tangan. Belum lagi disadari apa yang telah terjadi, sebuah tendangan keras menghantam perutnya. Maka tak ampun lagi, gadis itu terjungkal sambil memuntahkan darah dari mulut.
"Gita!" seru Rangga terkejut. Cepat diperiksanya keadaan gadis itu dengan wajah cemas.
"Kakang... oh...!" rintih Gita Rahayu.
"Tenangkan, hatimu. Aku akan berusaha sebisa mungkin," ujar Rangga.
"Kakang Rangga! Oh... aku? hoagkh!" Sehabis berkata, gadis itu kembali memuntahkan darah segar lalu jatuh pingsan.
Rangga jadi kebingungan. Bila tidak ditolong, gadis itu akan binasa. Kalau ditolong, berarti dia harus membiarkan dirinya jadi sasaran serangan Ayu Purwani. Dalam keadaan yang seperti itu, tiba-tiba melesat sesosok tubuh di tengah tengah mereka.
Tahu-tahu di dekat Pendekar Rajawali Sakti telah berdiri seorang perempuan tua bertubuh bongkok dengan pedang di tangan. Pandangan matanya yang tajam, menatap Ayu Purwani. Jelas pandangan itu merupakan ancaman bagi wanita cantik ini. Dengan langkah tenang nenek itu menghampiri Rangga.
"Menepilah kau bocah. Biar aku yang mengurusi cucuku!"
"Oh? Dia cucumu...?" desah Rangga bersyukur dalam hati.
"Hi hi hi...! Si Burung Hantu ternyata muncul untuk menjemput kematiannya sendiri," ujar Ayu Purwani melihat kehadiran wanita tua yang ternyata Nyai Utari.
"Diam kau, Perempuan Sialan! Kau akan mendapat bagianmu nanti!"
"Kenapa harus menunggu nanti? Bukankah kau sudah tidak sabar. Ayo majulah, nenek peot!" ujar Ayu Purwani.
Mendengar kata-kata yang penuh tantangan dan memandang rendah, Nyai Utami jadi berang. Dengan mengerahkan ilmu andalannya, diserangnya Ayu Purwani. Pedangnya bergulung-gulung mengurung jalan keluar perempuan kejam itu.
Ayu Purwani tidak tinggal diam. Pedang pendeknya cepat dikelebatkan memapak serangan.
Trang! Tring! "Uah!"
Akibat bentrokan itu tubuh Nyai Utami tergetar. Seketika telapak tangannya terasa nyeri dan pedih.
"Hi hi hi...! Setelah puluhan tahun berlalu, ternyata ilmu silatmu tidak ada kemajuan barang sedikit. Mana bisa kau mengalahkanku, Nyai Utami!" ejek Ayu Purwani.
'"Huh! Jangan sombong kau...! Lihat pedang!"
"Yeaaat!"
Wut! Wut!
Kembali pedang di tangan Nyai Utami menikam dan menusuk ke tempat yang berbahaya di tubuh lawan. Namun dengan jurus-jurusnya yang aneh, semua serangan Nyai Utami berhasil dibendungnya. Bahkan ketika Ayu Purwani mulai mengadakan serangan balasan, perempuan tua itu terdesak hebat.
Dengan mati-matian si Burung Hantu membabatkan pedangnya pada leher Ayu Purwani. Namun sambil memiringkan kepala wanita kejam itu berhasil mengelakkan serangan maut. Lalu tangan kirinya menangkis pedang, dan tangan kanannya membabat ke arah pergelangan tangan Nyai Utami. Begitu cepat gerakannya sehingga.
Trang! Cras!
"Wuaaakh!"
Nyai Utami berteriak tertahan, ketika tangan kanannya terbabat putus. Serta merta dia melompat mundur untuk menjauh. Tetapi cepat bagai kilat Ayu Purwani telah menyerang kembali dengan kedua pedang pendeknya yang bersinar putih. Dengan mati-matian Nyai Utami berusaha menangkis serangan.
Sret! Bret! "Aaah!"
Nyai Utami terhuyung-huyung mundur, sambil menekap dadanya yang banyak mengucurkan darah. Bila kurang cepat, mungkin dadanya telah terbelah dua sampai ketulangnya.
"Bagaimana? Masih penasaran, Nyai Utami...?" ejek Ayu Purwani.
Nyai Utami segera menotok tangan kanannya, agar tidak terlalu banyak mengeluarkan darah. Sementara Gita Rahayu tampak tengah ditolong oleh pemuda tampan itu.
Nyai Utami menarik napas panjang sambil memandang perempuan cantik yang berada di depannya. Bagaimana mungkin gadis seumur itu dapat memiliki tenaga dalam hebat? Bahkan dapat mematahkan ilmu pedangnya yang termashur, terutama ilmu meringankan tubuhnya yang benar-benar luar biasa.
"Keparat! Walaupun kau memiliki ilmu setinggi langit, aku tak sudi menyerah padamu!" bentak Nyai Utami.
Belum lagi Ayu Purwani menjawab, mendadak muncul tiga orang laki-laki di tempat ini. Mereka langsung memandang Ayu Purwani dengan bengis.
"Paman! Dialah gadis yang bernama Ayu Purwani!" tunjuk Ragorda ketika mengenali gadis itu.
"Jadi, kau rupanya perempuan lacur itu! Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatan biadabmu!" seru Abogeni.
Tanpa basa-basi lagi, Abogeni dan Ragorda menyerang Ayu Purwani yang masih tertawa kecil mengejek.
"Hi hi hi...! Nyai Utami, untuk sementara biar kau selamat. Kalau mereka bertiga tidak muncul tepat pada waktunya, pasti kau telah menyusul suamimu ke neraka!" ejek Ayu Purwani, sambil mengelakkan serangan.
"Tutup mulutmu, Perempuan Celaka! Jangan dikira aku takut padamu!" bentak Nyai Utami dengan mata melotot.
"Jangan banyak bicara, Nyai Utami. Biar kuberesi dia!" teriak Jumanta sambil menyerang lawan.
"Bagus! Kalian majulah semuanya. Segala kutu sayur jangan banyak tingkah di hadapanku!" tukas Ayu Purwani, sambil berjumpalitan ke belakang menghindari serangan Abogeni dan Ragorda.
Walaupun dikeroyok tiga, tetapi gadis itu masih dapat mengimbangi dengan permainan kedua pedang pendeknya yang luar biasa. Yang satu untuk melindungi sedangkan yang satunya lagi sebagai penyerang. Sehingga kedua senjata itu seolah-olah dimainkan dua orang.
"Perempuan sombong! Terimalah ini!" teriak Jumanta sambil melancarkan serangan jarak jauhnya.
Serangan itu dibarengi Abogeni dan Ragorda yang melancarkan pukulan berapi. Namun dengan berani, Ayu Purwani menyambuti. Sedangkan serangan Abogeni dan Ragorda disambut dengan putaran pedangnya yang cepat bagaikan kilat.
Dugkh! "Aaa!"
Jumanta berteriak tertahan, dengan tubuh mundur ke belakang. Tangannya terasa kesemutan. Sedangkan Abogeni dan Ragorda menarik kembali serangannya. Karena bila tidak, tentu tangan mereka berdua akan terbabat.
Semakin lama, pertarungan semakin seru. Mereka saling serang dan saling libat, untuk mencari kelemahan. Tetapi sampai sejauh itu semuanya masih tampak berimbang. Di sini jelas, kepandaian Ayu Purwani masih lebih unggul.
"Bangsat! Perempuan iblis mampuslah kau!" seru Nyai Utami sambil maju kembali dengan ilmu pedangnya yang dahsyat.
Mereka semua merasa heran, mengapa perempuan muda seusia Ayu Purwani dapat mengetahui nama mereka masing-masing. Padahal mereka belakangan tidak pernah muncul dalam dunia persilatan.
"Heyaaat!" Trang! "Shap!"
Serangan mereka bertiga yang bertubi-tubi masih dapat ditangkis dan ditahan Ayu Purwani. Bahkan serangan balasan yang bagaikan gelombang lautan, datang tak ada henti-hentinya. Ilmu meringankan tubuhnya yang nyaris sempurna, membuat gerakan Ayu Purwani jadi cepat luar biasa. Apalagi tubuhnya seakan-akan berubah jadi banyak.

***

137. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Dewi MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang