BAGIAN 6

224 16 0
                                    

Terdengar ledakan dahsyat ketika pukulan Ki Sanca Ireng tak mengenai sasaran. Bongkahan tanah yang terkena pukulan itu kontan hancur beratakan. Meski mampu mencelat menghindari, namun tidak urung desir angin pukulan itu menyesakkan dada Ki Danang Mangun. Dan belum juga Ki Danang Mangun hendak bangkit berdiri, Ki Sanca Ireng telah siap menghajar kembali. Akibatnya Ki Danang Mangun terkejut bukan main. Jelas kali ini dia pasti tidak akan mampu mengelak. Untung saja....
"Kisanak! Hentikan penbuatanmu!" bentak sebuah suara lantang, sehingga membuat tiga penghuni Pulau Ular tersentak. Bahkan Ki Sanca Ireng langsung menghentikan serangan.
"Hemmm...." Ki Sanca Ireng berpaling ke arah sumber suara dua setengah tombak dari samping kirinya. Demikian juga kedua kawannya.
Dan tahu-tahu pemuda berbaju rompi putih telah berdiri tegak di atas sebongkah batu besar. Di punggungnya terlihat sebatang pedang berhulu kepala burung. Rambutnya yang panjang berkibar-kibar tertiup angin. Tidak jauh dari tempat itu, terlihat seorang gadis cantik menunggang kuda bertubuh besar berbulu hitam.
"Siapa kau?!" dengus Ki Sanca Ireng garang
"Bukankah kalian tengah mencari-cariku...?"
"Hem... Jadi kau yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti...?!" tanya ketiga penghuni Pulau Ular serentak.
"Begitulah orang-orang menjuluki."
"Bagus! Akhirnya kau muncul juga!" desis Ki Sanca Ireng geram.
"Keparat Busuk! Hari ini roh Ayu Puspita Sari akan melihat kematianmu!" timpal Nyi Ayu Supraba.
"Kematian Ayu Puspita Sari adalah kehendaknya. Karena dia telah berbuat keonaran seperti kalian!" kilah pemuda yang memang Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh! Mengocehlah sesuka hatimu! Orang-orang Pulau Ular pantang dihina begitu rupa. Hutang darah, maka harus dibayar dengan darah pula!" lanjut wanita itu.
"Dan hutang darah belasan pendekar serta ratusan murid yang tidak bersalah apa-apa, akan kalian tanggung dengan darah busuk kalian!" sahut Rangga tidak kalah lantang.
"Bocah Busuk! Tidak usah banyak bicara. Bersiaplah untuk mampus!" geram Ki Kolo Denowo seraya melompat mendekati Rangga.
"Yaaat...!" Ki Sanca Ireng sudah langsung menyerang menggunakan ular-ular berbisanya. Dan bersamaan dengan itu, tubuhnya mencelat menyusul melepaskan satu tendangan keras.
"Hup!" Pendekar Rajawali Sakti melompat menghindari ularular berbisa yang dilepaskan Ki Sanca Ireng. Sementara dua orang penghuni Pulau Ular lainnya langsung menyerang dengan pukulan-pukulan maut.
"Yeaaat..!" Rangga sadar tidak akan diberi kesempatan sedikit pun untuk menyerang, karena ketiga lawannya bermaksud hendak segera menghabisinya. Tidak heran bila lawan-lawannya telah mengerahkan kemampuannya pada tingkat tertinggi. Dan hal ini membuat Pendekar Rajawali Sakti tidak boleh berlaku ayal-ayalan. Tubuhnya segera mencelat ke sana kemari dengan ringan, mempergunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib.'
Weeer! Bet! Bet!
"Pendekar Rajawali Sakti, hati-hati!" teriak Danang Mangun memperingatkan, ketika Nyi Ayu Supraba mulai mempergunakan selendang mautnya. "Senjata wanita iblis itu amat berbahaya, karena mengandung racun yang melemaskan tanganmu!"
"Terima kasih, Kisanak!"
"Huh!" Nyi Ayu Supraba mendengus sinis. Selendang mautnya berkibar-kibar menyambar Pendekar Rajawali Sakti. Dan sesekali selendang itu terlihat mengeras kaku bagai sebilah pedang. Lalu kembali berubah lentur.
"Uhhh..." Rangga memutar telapak tangan kanannya. Maka seketika berhembus angin kencang berputar-putar, membuyarkan hawa beracun yang berbau harum dari kelebatan selendang wanita itu.
"Yeaaat..!"
"Keparat! Mampuslah kau...!" desis Ki Sanca Ireng geram.
Kembali ular-ular kecil yang amat beracun melesat ke arah Pendekar Rajawali Sakti begitu Ki Sanca Ireng mengecutkan tangannya. Dan bersamaan dengan itu, tokoh Pulau Ular ini telah bersiap menghantamkan pukulan mautnya bila Pendekar Rajawali Sakti menghindar. Ke mana pun hal yang sama dilakukan Ki Kolo Denowo. Pukulan mautnya telah dihantamkan dengan kampak di tangan kanan. Sedangkan selendang maut Nyi Ayu Supraba yang menebar bau harum-haruman amat memabukkan, telah membuat pusaran angin kencang yang mengurung Pendekar Rajawali Sakti.
Weeer!
"Yeaaa...!" Rangga benar-benar kewalahan menerima tiga buah serangan yang bersamaan ini. Tanpa terasa, hatinya mengeluh. Namun kemudian, tangannya cepat bergerak ke punggung. Lalu....
Sring!
Pendekar Rajawali Sakti langsung mencabut pedang Pusaka Rajawali Sakti. Sehingga suasana di tempat sekitarnya jadi terang benderang oleh sinar biru berkilauan. Pedang pusaka di tangan Rangga yang mengandung pamor dahsyat membuat lawan terkesiap. Apalagi ketika senjata itu berkelebat memapak ular-ular berbisa yang dilepaskan Ki Sanca Ireng hingga rontok bersamaan. Kemudian pemuda itu berkelebat menghindari pukulan maut Ki Kolo Denowo, dan langsung membabatkan pedangnya ke arah selendang Nyi Ayu Supraba.
Brueeet!
"He, Keparat" Nyi Ayu Supraba menggeram hebat ketika selendang kesayangannya putus menjadi tiga bagian tertebas pedang Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan dengan gerakan mengagumkan, Rangga membuat putaran tubuh beberapa kali, lalu melepaskan tendangan keras ke arah dada wanita itu.
Dukkk! "Aaakh...!"
Nyi Ayu Supraba kontan menjerit keras dengan tubuh terjajar beberapa langkah, begitu tendangan Pendekar Rajawali Sakti telah mendarat di dadanya.
"Yeaaa...!" Ki Sanca Ireng dan Ki Kolo Denowo sudah langsung menyerang bersamaan, sebelum si Pendekar Rajawali Sakti melanjutkan serangan pada wanita itu.
Set! Set!
"Uhhh...."
Ular-ular kecil yang dilepaskan Ki Sanca Ireng kembali melesat cepat ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' Rangga melenting dan melayang ringan, menghindari ular-ular beracun itu. Sementara pedang di tangannya menyambar habis hewan-hewan melata itu.
Pras! Breeet!
Baru saja Rangga mendarat di tanah, Ki Kolo Denowo telah melesat cepat dengan kebutan kampaknya. Tak ada pilihan lain bagi Pendekar Rajawali Sakti, selain memapak kampak yang mengarah ke lehernya.
Trasss!
Bukan main terkejutnya Ki Kolo Denowo, ketika kampak di tangannya putus dibabat pedang, bahkan pedang itu terus kembali berkelebat mengancam lehernya. Dan....
Crasss!
"Aaaa...!" Ki Kolo Denowo menjerit memilukan begitu lehernya tersambar pedang Pendekar Rajawali Sakti hingga nyaris putus. Tubuhnya langsung ambruk di tanah bermandikan darah. Mati. Sementara pada saat yang bersamaan, ujung senjata Ki Sanca Ireng yang amat berbisa mengancam punggung kanan si Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepat gerakan senjata itu, sehingga Rangga sampai-sampai tak menyadari desir angin kaku yang mengiringinya. Dan...
Crap!
"Uhhh...!" Pendekar Rajawali Sakti tersentak kaget ketika senjata itu bersarang di punggungnya. Wajahnya berkerut menahan rasa sakit. Dan belum lagi Rangga bersiap, sebuah pukulan jarak jauh dari Ki Sanca Ireng yang bertenaga dalam tinggi meluruk ke arahnya. Tak ada kesempatan bagi Rangga selain menjatuhkan diri ke tanah dan bergulingan.
Jdeeer!
Pinggiran tebing yang terkena hantaman pukulan jarak jauh Ki Sanca Ireng hancur berantakan. Sementara Pendekar Rajawali Sakti terus bergulingan.
"Yeaaa...!"
Nyi Ayu Supraba yang baru saja selesai menyalurkan hawa murni untuk menghilangkan rasa sakit akibat tendangan Rangga tadi tidak menyia-nyiakan kesempatan. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti yang baru saja bangkit berdiri dengan potongan selendangnya.
Ki Sanca Ireng terkejut bukan main melihat kenekatan wanita itu. Disadari betul, meski keadaannya sangat kepayahan, tapi Pendekar Rajawab Sakti bukanlah tokoh sembarangan yang bisa dianggap enteng. Namun untuk mencegah sudah terlambat. Begitu potongan selendang Nyi Ayu Supraba hampir menyambar kepalanya, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas. Seketika itu pula tubuhnya meliuk menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', disertai ayunan pedangnya.
Bresss...!
"Aaaa...!" Wanita itu hanya bisa berteriak tertahan ketika pedang Pendekar Rajawali Sakti menyambar pinggangnya. Tubuhnya kontan ambruk bergulingan disertai semburan darah. Tanpa disadari, gulingan tubuhnya justru mendekati jurang yang tidak jauh didekatnya. Seketika itu pula tubuh wanita itu tertelan jurang yang menganga lebar.
"Keparat! Kau akan merasakan balasannya, Pendekar Rajawali Sakti!" lanjut Ki Sanca Ireng mendesis garang.
Sementara itu Rangga hanya mengeluh tertahan. Tubuhnya bergetar hebat, akibat racun yang tertanam di tubuhnya mulai bekerja. Sehingga membuat semua persendiannya menjadi kaku. Tubuhnya terasa panas seperti dipanggang api. Untung saja pemuda ini pernah makan sejenis jamur yang tumbuh di Lembah Bangkai, ketika pertama kali digembleng ilmu olah kanuragan. Sehingga, racun itu tidak sampai mematikan dirinya.
Namun demikian keadaan Pendekar Rajawali Sakti benar-benar dibuat loyo. Untuk berdiri pun langkahnya terasa limbung. Hanya karena jamur yang pernah dimakannyalah, racun itu tidak mematikannya. Sedikit demi sedikit, racun itu memang berhasil dipunahkan.
Sementara pada saat itu Ki Sanca Ireng telah mencelat ke arahnya dengan serangan maut yang akan menghabisi hidupnya. "Hiyaaat...!"
"Kakang...! Awas!"
Ambarwati yang melihat keadaan itu jadi tidak tega. Seketika tubuhnya langsung melompat untuk melindungi Pendekar Rajawab Sakti. Segera dipapaknya serangan Ki Sanca Ireng.
"Ambar, jangaaan...!" teriak Rangga lemah. Pendekar Rajawali Sakti tahu betul kalau tindakan ini hanya akan mencelakakan gadis itu saja. Maka dengan sekuat tenaga ditubruknya Ki Sanca Ireng sambil mengibaskan pedang.
Dengan gerakan mengagumkan Ki Sanca Ireng merendahkan tubuhnya. Lalu seketika tongkat ularnya dikebutkan ke perut Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepat gerakannya sehingga tak mungkin lagi dihindari Rangga. Maka....
Crasss! "Aaakh...!"
Ujung tongkat ular Ki Sanca Ireng kontan merobek perut Pendekar Rajawali Sakti. Pada saat yang nyaris bersamaan tokoh dari Pulau Ular itu melepaskan tendangan berputar ke arah dada Ambarwati.
Digh!
"Aaakh!" Gadis itu kontan terpental disertai jerit kesakitan.
Sementara dengan sisa-sisa tenaganya, Rangga berusaha tegak berdiri. Tangannya langsung membuat totokan di sekitar perutnya untuk menghentikan darah yang banyak keluar. Kemudian disertai suara geraman dahsyat, tubuhnya melesat ke arah Ki Sanca Ireng yang baru saja berbalik.
"Oh?!" Tokoh dari Pulau Ular itu hanya mampu mendelik, melihat lesatan tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang demikian cepat disertai sambaran pedangnya yang bersinar biru berkilauan. Bahkan untuk mengangkat tongkat ularnya sendiri, dia seperti tidak mampu. Memang, sungguh tak disangka kalau pemuda itu masih mampu menyerang dahsyat. Apalagi. Rangga kini mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Akibatnya....
Cras! "Aaakh...!"
Tepat sekali mata pedang Pendekar Rajawali Sakti membabat leher Ki Sanca Ireng. Tokoh dari Pulau Ular ini hanya mendelik dengan tubuh berdiri kaku. Sebentar kemudian, tubuhnya ambruk di tanah, hingga kepalanya menggelinding. Dan seketika darah menyembur deras dari lehernya yang buntung. Sebentar dia menggelepar-gelepar. Lalu diam tak berkutik lagi.
Cukup lama Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan keadaan lawannya yang kini telah terbujur kaku. Tapi tiba-tiba... "Hokh...!" Pendekar Rajawali Sakti memuntahkan darah kental. Tubuhnya terhuyung-huyung kebelakang dengan wajah pucat. Pandangannya mulai mengabur dan berkunang-kunang. Pikirannya mendadak kosong tidak menentu. Sementara otot-otot di tubuhnya mengejang dan sulit digerakkan. Belum juga dia menyadari apa yang terjadi, mendadak....
"Hua ha ha...! Hari ini adalah kematianmu, Keparat! Yeaaa...!"
Terdengar satu suara ketawa nyaring yang disusul berkelebatnya sesosok bayangan. Dan....
Jdeeer!
Sosok bayangan itu langsung menghantam Pendekar Rajawali Sakti dengan pukulan dahsyatnya. Rangga terkejut setengah mati. Dan dia mencoba menjatuhkan diri. Namun akibatnya sungguh parah. Begitu tubuhnya menyentuh tanah, seketika tanah di sekitarnya longsor akibat hantaman pukulan jarak jauh sosok itu.
"Aaaah...!" Pendekar Rajawali Sakti menjerit panjang ketika tubuhnya meluncur deras ke dalam jurang yang menganga lebar. Begitu gema teriakan Pendekar Rajawali Sakti hilang dari pendengaran, seorang laki-laki tua berambut panjang yang telah memutih berdiri tegak di bibir jurang sambil berkacak pinggang dan tertawa keras. Jubahnya yang terbuat dari sisik ular berkibaran ditiup angin.
"Hua ha ha...! Hari ini tamatlah riwayat Pendekar Rajawali Sakti. Dia telah mampus di dasar jurang sana! Ha... ha... ha...!"
"Hieee...!" Baru saja laki-laki berjubah kulit ular itu menghentikan tawanya, terdengar sebuah ringkikan kuda.
"Heh?!" Laki-laki tua itu kontan tersentak kaget. Mendadak saja seekor kuda hitam dan berbadan gagah itu mengangkat kedua kaki depannya.
"Binatang Laknat! Rupanya kau tunggangan si keparat itu, he?! Kau boleh menyusulnya ke akherat sana!" desis laki-laki berjubah kulit ular itu. Langsung kedua tangannya dihentakkan, melepaskan pukulan jarak jauh yang amat dahsyat.
"Hieee...!" Kuda berbulu hitam yang bernama Dewa Bayu meringkik keras, lalu binatang tunggangan Pendekar Rajawali Sakti ini melompat lincah menghindari hantaman pukulan itu.
Jdeeer!
"Hieee...!" Dewa Bayu terus meringkik keras, lalu berlari kencang menuruni bukit.
"Hei?! Hendak kabur rupanya? Kau kira semudah itu? Awas! Kau akan mendapat bagian yang sama dengan majikanmu!" bentak laki-laki tua itu. Langsung dikejarnya Dewa Bayu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Namun, laki-laki tua itu jadi kesal sendiri. Tentu saja, karena Dewa Bayu memang bukan kuda sembarangan. Tunggangan Pendekar Rajawali Sakti ternyata mampu berlari kencang bagai angin topan.
Sementara itu, Ki Danang Mangun yang masih berada di tempat itu hanya mampu menatap takjub. Perlahan-lahan dia bangkit, dan memandang ke sekeliling yang telah sunyi. Dan ketika matanya tertumbuk pada sosok Ambarwati yang masih terbujur, dia segera melangkah mendekati.
"Hm.... Gadis ini masih terasa detak jantungnya. Mudah-mudahan masih sempat tertolong...," desah Ki Danang Mangun ketika memeriksa nadi Ambarwati.
Ki Danang Mangun segera membalikkan tubuh Ambarwati, sehingga tengkurap. Lalu, kedua tangannya ditempelkan ke punggung gadis itu. Sebentar orang tua itu menarik napas dalam-dalam dengan mata terpejam. Kini Ki Danang Mangun menyalurkan hawa murni perlahan-lahan. Tampak napasnya jadi megap-megap karena terlalu banyak menyalurkan hawa murni ke tubuh Ambarwati. Ki Danang Mangun segera menarik kedua tangannya, ketika telah melihat gerakan halus pada punggung Ambarwati. Memang, gadis itu mulai siuman meski dadanya terasa sakit sekali.
"Kakang Rangga...? Aaakh!" Ambarwati membalikkan tubuhnya dan langsung tersentak kaget. Dia hendak bangkit, namun rasa sakit di dadanya begitu menyentak dan membuatnya tidak berdaya.
"Nisanak. Sebaiknya jangan banyak bergerak dulu...." ujar Ki Danang Mangun menasihati.
"Oh! Siapakah kau? Apa yang terjadi dengan Kakang Rangga...?!" tanya gadis itu, cemas. Ki Danang Mangun menunduk lesu.
"Kisanak! Katakan padaku! Apa yang telah terjadi dengannya...?"
"Kalau yang dimaksud si Pendekar Rajawali Sakti, dia..., dia telah tewas di bawah jurang sana...," sahut orang tua itu lemah.
"Apa? Oh, tidak! Tidaaak..!" sentak Ambarwati memilukan.
Ambarwati berusaha bangkit mendekati bibir jurang. Namun baru saja hendak bangkit, tubuhnya terjungkal. Dia tak kuasa menahan rasa sakit hebat di dada.
"Nisanak... Kau harus menjaga kesehatanmu sendiri. Terimalah kenyataan ini," hibur Ki Danang Mangun.
"Seandainya Pendekar Rajawali Sakti hidup pun, pasti tidak mungkin bisa bertahan lama dari racun Ki Sanca Ireng yang mengendap di tubuhnya...."
"Tidak! Tidak mungkin! Dia tidak akan mati! Dia pasti akan bertahan...!" sentak Ambarwati.
"Nisanak! Kita bisa saja berkata demikian. Dan siapa pun tahu Pendekar Rajawali Sakti amat hebat. Namun di atas semua itu, hanya Yang Maha Kuasa saja yang tahu nasibnya," hibur Ki Danang Mangun.
"Aku benci kata-katamu! Hentikan ocehanmu! Dia akan selamat! Dia akan selamat!" jerit gadis itu, makin memilukan.
Ki Danang Mangun hanya mampu menghela napas panjang sambil memandang Ambarwati. Sementara, gadis itu menunduk lesu dengan isak tangisnya.

***

138. Pendekar Rajawali Sakti : Datuk Pulau UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang