Bab 2

11 1 0
                                    


            Perlahan, sudut mataku menekuri satu persatu huruf yang membentuk indah bagai lukisan cinta. Kubaca kembali kalimat per kalimat yang mengalun bagai melodi rindu. Kembali menitik bulir mata yang bimbang tertuju pada sosok Kak Rey atau Pak Anjas, pimpinan BMT tempat aku bekerja. Entah sejak kapan mulai ada getaran itu, hingga saat puisi ini dikirim lewat whatssapku, masih terasa sangat mengganggu pikiranku. Hati ini mencerna kembali tulisan demi tulisan yang dikirim Pak Anjas kepadaku. Ada yang mengganjal dengan kalimat terakhir, anggap dari Kak Reyvan. Ah sudahlah, aku tak mau berspekulasi dengan perasaan ini. Kuacuhkan kembali getar-getar di hati yang mulai menghampiri. Apalagi Pak Anjas sudah punya calon istri, dan berita itu sudah kudengar lama dari Winda sahabatku yang selalu jadi sumber informasi di kantor kami.

            Kulihat jam, menunjukkan pukul 03.30, masih cukup waktu untuk menenggelamkan diri pada sujud panjangku. Banyak keluh kesah yang ingin kuceritakan pada Kekasihku, tentang rindu ini, galaunya hati, dan perasaan beberapa waktu terakhir sejak kedekatanku dengan pimpinan kantor yang seakan bagai pinang dibelah dua kemiripannya dengan Kak Rey cinta pertamaku. Dan puisi yang baru saja Pak Anjas kirimkan untukku, menambah deretan kegundahan hati semakin syahdu. Seakan menjadi sinyal yang menggetarkan dawai rindu untukku. Hanya kuberikan jawaban emoticon tangisan saja setelah membaca pesan itu. Kutinggalkan ponsel dalam kesendirian diatas meja riasku, dan segera kuberanjak dari kasur untuk segera mengambil wudhu. Tak lagi kuhiraukan jawaban dari seberang sana. Aku hanya ingin mengadu, menumpahkan segela perasaan yang bergelayut manja di pikiranku. Biarlah Sang Waktu yang akan menjawab semua kisah ini, kemana cintaku akan berlabuh, dan kubaktikan semua hidupku untuknya...

Next Bab 3

Rembulan Bergelayut RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang