Bab 7: Makan di Restoran

8 0 0
                                    


           Segera kami meninggalkan pemakaman menuju rumah, namun Pak Anjas menghentikan mobil putihnya disebuah restoran yang masih terasa asing bagiku. Seperti restoran yang menyajikan makan sea food bathinku. Kuikuti langkahnya menuju tempat lesehan diantara bunga-bunga yang indah disekeliling gazebo yang dipilih Pak Anjas untuk tempat makan kami. Sejenak merefrehkan otak dan pikiranku, melihat suasana yang penuh dengan nyanyian rindu. Berada disamping kekasihku, makin menyempurnakan perasaan bahagiaku saat ini.

           Setelah nyaman duduk, datang pramusaji menanyakan menu pilihan kami. "Rin, pingin makan apa?", sambil PaK Anjas menyodorkan buku menu kepadaku. "Kamu suka cumi-cumi kan?, itu banyak pilihan masakannya, ada bumbu saos tiram, lada hitam enak juga Rin, kelapa muda kesukaanmu juga ada", katanya lagi. Ah, aku jadi terharu, semua yang kusuka Pak Anjas pun tau. Tak ada yang kusembuyikan darinya, begitu pula tentang kisah cintaku sebelum dengannya. Yang saat ini, sepertinya aku sudah benar-benar lupa dengan Kak Reyvan. Mungkin karena saat ini kurawat cintaku dengan Pak anjas yang selalu berada tak jauh dari sisiku.

"Iya mb, saya pesan Cumi Lada Hitam dan kelapa muda aja ya mb", kataku pada wanita pramusaji yang terlihat chanthik dan kurasa seumuran denganku 23 tahunan umurnya.

"Ga pingin udang bakar?, enak juga Rin", kata Pak Anjas lagi.

"Ga usah mas entar ga abis, mubazir", kataku lagi

"Iya sudah ini kupesankan ikan bakar aja buat dirumah sama udangnya buat makan Ayah dirumah denganmu nanti ya", katanya kembali.

"Iiiih...ga usah repot mas. Rindu loh tadi udah masak..hihihi", jawabku sambal tertawa senang dengan perhatiannya padaku dan ayahku.

"Ga pa-pa Rin, kan biar buat tambah menu", katanya lagi meyakinkanku. Akupun menyerah kalau soal kemauannya susah untuk dilawan. Ini salah satu sifatnya, jika punya keingingan tak ingin dibantah, sedikit egois menurutku. Tapi itu pula yang membuat hatiku rindu. Sosok cool dengan balutan fisik yang sempurna, tampan, kaya, tegas dan terlihat sedikit angkuh. Tak semua orang mampu mengenalnya dengan baik, karena rasa segan yang muncul saat pertama bertemu, membuat orang takut untuk berinteraksi karena sikap coolnya yang makin menunjukkan kewibawaannya sebagai seorang pimpinan. Keberuntunganku bisa mengenalnya sedekat ini, tak ada apapun yang dia rahasiakan padaku, kekurangan dan kelebihannya. Seakan kami adalah pasangan pena dengan buku Diary yang seakan tak ingin berpisah, saling bersatu, saling mengisi dan melengkapi.

"Rin, ayo dimakan....kok ngelamun sih", goda Pak Anjas sambil mendekatkan kelapa utuh yang sudah terbuka ujungnya untuk bisa kunikmati.

"Makasih mas..", kuminum kelapa muda yang mampu menghilangkan dahagaku setelah sekian waktu baru kusadari lelahnya perjalanan hari ini. Ada minuman mineral di mobil Pak Anjas yang sempat kuminum untuk menghilangkan dahaga sebelum mampir ke restoran ini.

"Iya Riin...sama-sama", katanya kemudian mengambil ikan bakar yang telah dipesannya dan sedikit nasi serta sambal, ia mengarahkan suapannya ke mulutku.

"Ini coba rasain dulu ikannya...enak banget", katanya sambil suapannya masuk kemulutku. Pertama kalinya ia menyuapiku, dan mungkin ini yang terakhir kalinya. Karena aku sudah menyiapkan diri untuk melakukan pengunduran diri besok senin dan ia harus menerimanya, untuk kebaikan kita bersama.

"Ehmmmmm...enak mas, entar lama-lama abis tuh kuabisin sendiri, hihihi...mas ga kebagian loh", kataku manja

"Ga pa-pa, mas bisa begini aja udah kenyang", katanya lagi diiringi tawa bahagianya.

"Gombaaaaal...", sambal kucubit pinggangnya dan ekspresi kesakitan Nampak jelas karena memang cubitanku tidak main-main. Sengaja biar dia ingat seumur hidup pernah kucubit.

"Saakiit Riiin, tapi nikmat...mau lagi dong dicubit...tapi disini", sambal telunjuknya menyentuh bibirnya sambal matanya terpejam. Suka sekali memang dia menggodaku hingga wajahku memerah karena malu.

"Muyak.....", sungutkudengan ketus. Kulanjutkan kembali makanan didepanku dan kami menimatikebersamaan diiringi senda gurau yang membuat kami lupa akan waktu. Hingga jammenunjukkan pukul 11.30 pagi dan kami harus segera bergegas pergi dari tempatini.

Next Part 8

Rembulan Bergelayut RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang