Firasat

22 1 0
                                    

Forever..we are young.
Narineun kkoccipbi sairo.
Hemaeeo dalline I miro.
Forever we are young.

"Kak, bangun kak, alarmnya sudah bunyi dari tadi lho."

Aku memicingkan mata, silau menatap siluet Mama yang membelakangi lampu kamarku.

"Lima menit lagi ya ma." gumamku  seraya kembali bergelung dalam selimut jarik yang tipis.

"Apanya yang lima menit lagi? Kakak berangkat kerja tidak? Apa sudah WFH? Ini sudah jam 5.30 lho."

Deg!

Seketika mataku sempurna terjaga, nanar menatap jam dinding yang tidak terlihat jelas angkanya.

"Kenapa Mama tidak bangunin aku dari tadi? Aku bisa telat sampai tempat kerja. Duh sudah jam segini pula. Biasanya kan Mama selalu bohong bilang jam 6.00 padahal masih jam 5.00."

Aku buru-buru bangun meraih handuk dan peralatan mandi.

"Makan dulu aja Kak, sudah Mama siapin. Tidak baik bangun tidur langsung mandi, nanti sakit. Ayo makan dulu."

Demi melihat Mama yang membawa sepiring sayur dan semangkok nasi ke kamarku, aku menurut.

"Mama tidak perlu bawa ini ke kamar, aku kan bisa ambil sendiri di dapur."

Mama tersenyum, "Di makan ya biar sehat."

Aku tersenyum kecil merasakan perhatian Mama yang tidak pernah berubah memperlakukanku seperti anak kecil.

"Kak, ini Bapak buatin susu, biar kuat. Di minum ya."

Aku menerima susu buatan Bapak, "Kok tumben pak?"

"Imunmu harus kuat Kak, apalagi perjalanan jauh di musim pandemi seperti sekarang."

Aku mengangguk saja sembari menghabiskan makananku. Kemudian buru-buru mandi dan berkemas.

"Bensin sudah Bapak belikan Kak, ini kuncinya ya."

"Memangnya warung sebelah sudah buka pak? Harusnya nanti biar aku saja di pom." ujarku seraya memakai jilbab di depan cermin.

Bapak diam memperhatikan, sementara aku mendadak merasakan hal janggal ketika melihat wajah Bapak di cermin.

Ah, tidak apa-apa. Hanya perasaanku saja.

Aku segera mengambil tas kemudian ke motorku. Bapak dan Mama sudah menunggu disana.

"Aku berangkat dulu ya, doakan aku semoga pekerjaanku lancar."

"Iya Kak, Mama doakan yang terbaik."ucap Mama sambil memberikan helm.

"Pak?"tanyaku ketika melihat Bapak diam saja.

"Eh?-Ya, Bapak doakan juga."

"Bapak kenapa? Sakit?"Aku menatap Bapak penuh selidik.

"Tidak, sudah sana berangkat, hati-hati di jalan."

Dengan perasaan seperti ada yang kurang aku mengalihkan pandangan dari Bapak.

"Ah baiklah, aku berangkat."

Aku tidak tahu ada apa, tapi yang jelas aku merasa ada yang salah.
Semoga hanya sebatas kekhawatiran karena bangun kesiangan saja.

***

IsolationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang