Sebuah Rencana

15 1 0
                                    

Drtttt drrtttt

Sebuah pesan WA muncul ditengah pekerjaanku yang menumpuk. Dari Sinta, teman kuliahku.

Ay besok ketemu di rumahku saja ya, kita boncengan. Riska dan Any setuju kok. Jangan lupa yaa besok jam 7 tengg harus sudah sampai, hhe.

Aku tersenyum kecil, dia sangat antusias untuk liburan setelah beberapa bulan menjalani kuliah daring dan ujian semester. Aku juga sangat senang akhirnya bisa bertemu sahabatku. Aku sudah tidak sabar untuk bergosip menghabiskan waktu, membahas apa saja, mulai dari rencana liburan, pandemi, rencana kuliah semester depan, kemudian membahas orang lain sampai tuntas, hingga membahas gebetan.

Dalam benakku sudah membayangkan baju mana yang cocok untuk berfoto hingga makanan apa saja yang harus kubeli.

Hehe, aku tersenyum penuh semangat sembari melanjutkan pekerjaanku.

Hari Jumat adalah hari favoritku, dimana waktu bekerja lebih pendek dari biasanya. Sepulang kerja aku mampir ke toko membeli  beberapa kripik dan roti untuk liburan besok. Aku bahkan sempat membeli jilbab yang menurutku sangat fotogenik. Hehe, dasar wanita.

Sampai rumah ternyata sudah masuk waktu maghrib. Bapak, Mama, dan Adikku seperti biasa, menungguku pulang di lincak depan rumah.

"Kok jam segini baru pulang, Kak? Banyak pekerjaan ya?" tanya Mama sembari menyimpan tasku.

"Tadi aku mampir ke toko beli makanan buat besok, Ma. Hehe."

"Banyak amat, mau kemana Kak? Aku ambil satu ya?" Adikku memeriksa isi kresek makanan yang kubawa.

"Mau pergi liburan Kak?" tanya Bapak sambil menyimpan helm kemudian keluar membawa segelas teh hangat.

"Iya rencananya besok Minggu."jawabku sambil menerima gelas.

"Ya sudah sana mandi dulu, baju ganti sudah Mama siapin di kamar mandi. Kalau butuh air hangat ambil sendiri ya di termos."

"Siappp eomma, hehe."

Aku bersenandung riang menuju kamar mandi. 

Satu-satunya hal yang aku syukuri saat pandemi ini adalah aku bisa berkumpul dengan keluarga. Jadwal shift yang sementara diberlakukan membuatku tidak setiap hari berada di tempat kerja. Apalagi karena kampus melakukan sistem daring, teman kos ku semua pulang kampung. Aku tidak berani tidur sendirian di kos, jadi kuputuskan aku pulang ke rumah.

Meonggg

eh?

"Yeontan.. Holly!! Kalian sudah makan? Sebentar ya, aku tadi beli sosis untuk kalian."

Yeontan dan Holly bukan kucing adopsiku. Mereka adalah kucing jalanan yang menurut pengamatanku selalu di usir orang-orang. Bapak ku yang mengajak mereka ke rumah, merawat dan memberi makan mereka setiap hari.

"Kucing siapa itu pak?" tanyaku dulu waktu melihat pertama kali Bapak memberi makan.

"Entah, kasihan mereka kelaparan. Ayoo kesini putih, coklat, ini ada ikan ayoooo."

Kucing-kucing itu berlari mengikuti Bapak ke dapur. Bapak tersenyum menemani mereka makan dengan lahap. Begitulah, setiap harinya kemudian kucing itu datang ke rumah.

Aku sangat senang karena mereka jinak padaku, yaah walaupun si putih agak galak hehehe.

Sebenarnya si coklat tidak sepenuhnya berwarna coklat, ada campuran hitam dan coklat muda. Kombinasi warna yang mendadak mengingatkanku pada anjing kesayangan Army.

"Nah coklat, mulai hari ini namamu adalah Kim Yeontan, hehe. Apa kamu suka? Kim Yeontan.. Yeontanny.. Tanyy.. Aigoo lucu sekali."

Meonggg.

Yeontan mengeong lembut menatapku.

"Nah, kemana saudaramu si putih? Ahh dia juga harus kuberi nama. Bagusnya apa ya Tanny?"

Meonggg.

"Hmmm, kau benar, bulunya yang putih hitam mirip dengan anjing kesayangan Yoongi Oppa. Baiklahh, sudah kuputuskan. Namanya adalah Min Holly. Hehehe. Bagus kan Tanny? Min Holly. Holly. Hhehe lucu sekali."

Begitulah kiranya aku berjumpa dengan Tanny dan Holly, kucing kesayanganku yang selalu lahap memakan sosis.

Sekali lagi aku mengelus mereka yang kemudian bergelung manja di kakiku.

Namun, suara motor yang baru saja terparkir di halaman, tak kusangka mampu menghapus senyumku.

"Permisi."

Aku diam. Firasatku mulai aneh.

"Permisi."

Aku menolak membuka pintu yang sebenarnya tepat berada di depanku. Holly dan Tanny meringkuk di balik punggungku.

"Yaa." Bapak tergesa dari dapur membuka pintu samping.

Mereka berbicara pelan. Sangat pelan dan suasana mendadak membuatku takut.

Mama dan adikku keluar kamar. Memberiku kode siapa yang datang dan apa yang dibicarakan.
Aku hanya mengangkat bahu. Pura-pura tidak tahu.

Tak lama kemudian tamu itu pergi. Bapak masuk dengan dahi terlipat. Aku tahu apa yang dipikirkannya, tapi aku memilih mengelus Tanny dan menghindari tatapan tanda tanya Mama.

Malam itu berakhir dengan canggung. Mama yang kemudian tidur dengan sedikit marah karena tidak tahu apa-apa. Adikku yang seperti biasa cuek dan memilih main hp di ruang tamu. Dan Bapak yang menyendiri di dapur sampai dini hari.

Malam itu, aku tahu Bapak tidak tidur, karena aku pun  begitu.

***

IsolationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang