00.02

298 27 0
                                    

° ° °
.
.
.

Setelah berbincang panjang lebar dengan seorang wanita berpenampilan nyentrik, mengenakan kebaya sebagai atasan dan celana jeans bawahannya, jangan lupakan rambutnya yang berwarna kuning dan berusia tiga tahun diatasnya, Nadine menjabat tangannya begitu kesepakatannya selesai.

"Dijaga baik-baik ya itu barangnya,"

"Iya kak."

"Hati-hati dijalan." Nadine hanya tersenyum sebagai tanggapan.

"Kalau begitu permisi kak."

Nadine keluar dari sebuah rumah tradisional yang begitu khas, yang letaknya berada dipinggiran kota. Di tangannya menenteng sebuah paper bag yang didalamnya berisi barang incarannya.

Masih ada waktu sebelum matahari terbenam, Nadine memutuskan untuk pergi ke satu tempat lagi. Kali ini dia memilih untuk menaiki taksi.

Butuh waktu tiga puluh menit untuknya sampai di depan sebuah gedung bertingkat tinggi. Nadine menaiki lift setelah menekan angka dimana lantai yang ditujunya akan berhenti.

Nadine masuk kedalam studio pilates privat yang langsung disambut seorang wanita yang tersenyum menyambutnya.

"Nadine, untung saja saya belum pulang ketika kamu mengirim pesan."

Nadine menganggukkan kepalanya, "Aku ganti baju dulu kak."

Wanita itu tersenyum dan mempersilahkannya.

Nadine keluar dari ruang ganti menggunakan kaus lengan panjang dan celana legging panjang juga hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang begitu sempurna. Wanita bernama Joana yang menjadi pelatihnya saja selalu berdecak ketika melihat tubuh Nadine yang begitu indah.

Membuat para kaum hawa iri melihatnya. Dan beruntungnya Joana karena hanya dia yang pernah melihat Nadine berpakaian seperti itu.

Nadine mulai dengan sesi peregangan terlebih dahulu sebelum pada sesi intinya.

Melangkahkan kakinya dan naik ke sebuah kotak tiang, Nadine mengangkat kedua tangannya untuk mencengkeram tiang di atasnya dan mulai menggantungkan tubuhnya secara perlahan. Dengan mudah dan luwes Nadine melakukan gerakan dari yang ringan sampai susah.

Semua gerakan yang gerakan yang dilakukannya tidak luput dari pengawasan Joana, pelatih sekaligus pemilik studio privat ini.

Sudah dua tahun Nadine menekuni olahraga yang membutuhkan fokus yang begitu tinggi ini. Tidak ada yang mengetahuinya sama sekali. Tadinya Nadine hanya iseng-iseng melakukannya karena dia merasa jika banyak waktunya yang terbuang sia-sia. Sampai akhirnya dia kecanduan sampai sekarang.

Pun rasanya begitu menenangkan ketika Nadine melakukannya. Ada kesenangan tersendiri baginya.

Satu jam berlalu, Nadine berhenti dan duduk di lantai untuk menstabilkan nafasnya. Sedangkan Joana pamit ke ruangannya.

Pandangannya tertuju pada jendela besar didepannya, dimana memperlihatkan bangunan-bangunan pencakar langit berjajar seolah bersaing siapa yang paling tinggi. Juga langit yang mulai kehilangan cahayanya membuat pemandangannya begitu indah.

Nadine berdiri untuk membersihkan dirinya. Badannya sudah siap untuk dibersihkan.

"Mau pulang bareng?"

"Aku naik taksi kak." Nadine menolak halus tawaran Joana.

Joana tersenyum, "Kalau begitu sampai jumpa nanti."

Sekali lagi Nadine hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Masuk kedalam mobil yang sebelumnya sudah Nadine pesan secara online lalu menyandarkan kepalanya pada kursi.

La NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang