"Kamu itu enggak cocok berteman sama perempuan seperti dia Mark! Mamanya itu pelakor. Gimana nanti, tiba-tiba mamanya nargetin keluarga kita? Dia jelas bukan gadis yang baik, makanya di tinggalkan papanya sendiri sama mamanya. Jangan berteman dengan dia! Mama enggak mau di bantah!!"
Suara itu masih terngiang-ngingan di kepala Mita. Kenyataan bahwa ibunya adalah seorang pelakor, memberikan efek buruk kepada dirinya sendiri.
Terkadang Mita juga sering bertanya-tanya, apakah omongan semua orang tentang dirinya sebagai gadis pembawa sial adalah benar? Karna di saat kedua orangtuanya memutuskan untuk bercerai, papanya hanya membawa adik perempuan serta kakak laki-lakinya saja. Dan dia, dibiarkan tinggal bersama mamanya.
Orangtuanya saja tidak menyayanginya, apalagi orang lain.
Mita memutuskan untuk berbalik, menuju motornya yang baru saja ia parkir. Malam ini, ia berniat mengantarkan catatan Mark yang ketinggalan di sekolah. Namun, ucapan ibu Mark, membuat Mita mengurungkan niatnya.
Bulir-bulir air matanya terjatuh, saat ia memasangkan helm full facenya. Ini terlalu berat. Masalahnya terlalu berat untuk ia pikul sendiri.
Dan jika bunuh diri adalah tindakan terpuji, maka Mita sudah melakukan itu sejak awal. Ia tidak tahu kesalahannya apa, hingga harus menanggung beban berat seperti ini. Ia hanya menginginkan kasih sayang dari seorang keluarga, namun ia tidak bisa mendapatkan itu dari manapun.
Mamanya sudah menikahi selingkuhannya dulu, yang ia rebut dari keluarga orang lain. Namun, pernikahan tiga tahun itu harus kandas di tengah jalan, karna mamanya kembali mendekati suami orang.
Sedangkan papanya, memilih meninggalkan rumah bersama kakak laki-laki dan adik perempuannya. Papanya juga baru saja menikah, dan kini telah memiliki anak.
Bukankah hidupnya terlihat menyedihkan?
Orang yang seharusnya ia anggap keluarga, sama sekali tidak menganggapnya sebagai keluarga.
Mita mengusap matanya, pelan. Ia meninggalkan catatan Daren begitu saja di depan pintu, dan ia kembali menghidupkan motornya.
Namun, panggilan telp menghentikan langkah Mita.
Sebuah telp dari nomor yang tidak di kenalnya.
Dengan cepat, gadis itu mengangkat sambungannya. Akhir-akhir ini, banyak orang yang menghubunginya, hanya karna mamanya berbuat ulah. Ia tidak akan membiarkan oranglain menyakiti mamanya, maka dengan itu, Mita segera membawa motornya dengan kecepatan tinggi, ke tempat yang orang menelpnya tadi sebutkan.
Sesampai di sana, Mita memandang bangunan tinggi itu sebentar, sebelum memutuskan untuk masuk. Kakinya gemetar, saat melihat banyaknya orang mabuk yang berlalu lalang. Ia kembali di hadapkan ke tempat ini, tempat kali terakhir, ia mendapati mamanya hendak di bunuh.
Mita bersiap hendak memarkirkan motornya di parkiran. Namun seorang laki-laki yang terlihat sedang memandangi sebuah mobil mewah, membuat pikiran Mita teralihkan. Ia menatap curiga orang itu.
Setelah berpikir sesaat, Mita memutuskan untuk memparkirkan motornya tepat di samping mobil mewah itu. Mita menoleh sekilas ke dalam mobil, dan benar saja, kunci mobil itu tertinggal di sana. Maka dari itu, Mita memarkirkan motornya mepet dengan mobil, sehingga orang itu tidak bisa membuka pintu mobil sebelum Mita memindahkan motornya.
Lalu pandangan gadis itu mengarah kepada orang yang hendak melakukan pencurian itu. Mata Mita menatap laki-laki itu dengan dingin, seakan memperlihatkan bahwa Mita tidak akan tinggal diam, jika orang itu masih melakukan keinginanya.
Setelah memberi peringatan secara singkat, Mita meninggalkan lahan parkiran itu. Ia dengan cepat melangkah menuju sebuah room tempat mamanya di tempatkan.
Namun, langkah gadis itu terhenti, saat melihat banyaknya polisi yang sedang mengerubungi ruangan itu. Mita mendekat, namun salah seorang polisi melarangnya untuk masuk.
Rambut pendek gadis itu bergoyang, saat ia mencoba untuk menerobos para polisi yang menghalangi jalannya. Gadis itu selalu mengatakan pada dirinya sendiri, bahwa semuanya baik-baik saja. Mamanya, keluarga satu-satunya yang ia miliki saat ini, pasti sedang baik-baik saja dan sedang tidak terjadi apa-apa.
Tapi, saat Mita melihat ke dalam ruangan itu, semua penyemangatan yang ia ucapkannya hancur lebur. Mamanya sedang duduk saat ini, di depan seorang mayat laki-laki yang penuh darah. Darah laki-laki itu bahkan sampai mengenai dress milik mamanya.
Mamanya membunuh.
Itu adalah kenyataan yang ia dengar dari beberapa kesaksian yang berada di sekitarannya.
Mita tertawa lirih. Sangat lirih, hingga kini semua orang yang berada di sana meliriknya, tak terkecuali mamanya.
Kurang menyedihkan apa lagi kini hidupnya?
Ternyata sebutan sebagai seorang pelakor pada mamanya, masih kurang untuk Tuhan. Karna ada sebutan baru untuk mamanya. Seorang pembunuh. Dan kini ia menjadi seorang putri pembunuh.
Mita lelah. Sangat lelah dengan dunianya sendiri.
Gadis itu berbalik, hendak meninggalkan ruangan itu. Ia terlalu lelah, hingga hanya menginginkan tidur.
Mita kembali berjalan menuju jalan ia masuk tadi. Ia tidak mempedulikan panggilan lirih mamanya yang memanggil dirinya agar tidak meninggalkan mamanya.
Mengapa Mita harus mengikuti permintaan mamanya? Sedangkan mamanya selalu meninggalkannya sendiri di rumah.
Mata Mita sudah tertutup air mata, hingga membuat sekilingnya buram. Ia bahkan tidak mempedulikan, bahwa baru saja menabrak bahu seseorang, sesampainya ia di parkiran.
Menarik ingusnya sesaat, Mita berjalan menuju arah motornya yang ia parkir. Namun, tarikan pada bahunya membuat gadis itu berbalik.
"Ini motor lo ya?" suara itu menyentak Mita.
"Lo anak mana? Sampai berani markirin motor lo di samping mobil gue?Jawab bego!!!" kesal orang itu, lantaran Mita yang hanya diam saja. Ia sudah cukup lelah, hingga tidak mampu untuk menjawab orang itu.
"Lah, malah nangis. Cewe bego, gue tanya sekali lagi? Lo siapa, sampai berani ngelawan gue?"
Mita lelah.
Gadis itu menaikan pandangannya, menatap laki-laki yang mengatai dirinya bodoh sedari tadi. "Gue lagi enggak mau berurusan sama bajingan seperti lo. Singkirkan tangan lo sekarang!" bengis Mita. Tanpa membuang waktu, gadis itu memelintir tangan laki-laki yang sudah menghentikannya itu.
Dan tanpa ampun, Mita menghempaskan tubuh besar laki-laki itu hingga jatuh. Lalu Mita pergi begitu saja, dan meninggalkan orang itu yang menatap Mita dengan cengo.
Gadis pertama yang telah berani mencari masalah dengannya. Tidakkah gadis itu tahu, bahwa ia baru saja berurusan dengan remaja laki-laki yang paling di takuti di kalangan SMA?
Ini akan menarik, jika Nick, bisa menemukan gadis itu, dan membuat gadis itu bertekut lutut untuk memohon maaf darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Guy (END)
Teen FictionKetika semua penyiksaan dari orang-orang terdekatnya, membuat Mita depresi, gadis itu melampiaskan segalanya di dunia liar, hingga ia bertemu dengan Nick, si ketua geng playboy, yang di takuti oleh remaja-remaja SMA seantaro Jawa. Namun hanya Mita...