Malam ini hujan turun dengan sangat deras. Ditambah angin kencang yang membuat dedaunan berterbangan. Udara dinginnya malam ditambah dinginnya air hujan membuat Kaylee merapatkan Hoodie yang di kenakannya.
Saat ini, dirinya sedang berjalan di antara derasnya hujan malam. Kay bisa saja berteduh, tapi sepertinya hujan akan awet sampai tengah malam atau bahkan sampai pagi. Kay tidak mau menambah amarah sang papa karena pulang terlalu malam. Jadi Kay lebih memilih menerobos derasnya hujan.
Sekitar dua jam yang lalu, Kay di perintah papanya untuk membeli obat di apotek untuk sang mama. Tapi, karena motor kesayangannya sedang di sita, Kay lebih memilih berjalan kaki. Kalau naik mobil, ia belum mahir mengendarai. Saat di depan rumah sebelum berjalan menuju apotek, Kay hendak memesan ojek online lewat aplikasi. Namun, sialnya lagi ponselnya itu kehabisan baterai. Ingin naik angkot tapi uang pas pasan.
Beginilah hidup Kay. Meski papanya memiliki banyak uang, dan selalu memberi uang jajan, Kay lebih suka menabung uang itu untuk suatu saat nanti, saat dirinya sedang membutuhkan sesuatu.
Kay melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Pukul 21:56. Hampir tiga jam Kay berjalan kaki menuju rumahnya. Memang jarak antara rumah Kay dan apotek terdekat sekitar empat kilometer. Belum lagi Kay yang sesekali berhenti untuk mengeratkan hoodienya.
Kondisi Kay saat ini tidak bisa di bilang baik baik saja. Matanya yang memerah, dan wajahnya yang pucat. Bibirnya pun mulai menggigil. Ia harus kuat. Jarak antara dirinya dengan rumah sekitar seratus meter lagi. Kay mencoba untuk terus berjalan meski kepalanya sangat pusing.
Ia yakin kalau sampai rumah nanti papanya akan menyuruhnya untuk membersihkan rumah meski keadaan Kay yang terlihat buruk. Papa Kay selalu saja begitu. Kay tahu, Kay bukan anak kandung mereka. Kay tahu seharusnya Kay tidak disana. Kay tahu kalau papa dan mamanya tak suka bila Kay tinggal di sana. Kay tahu semua itu. Hanya saja, Kay belum punya biaya untuk menjalani hidup sendiri.
Kay memang gadis yang kuat. Ia berusaha menguatkan dirinya sendiri meski banyak luka yang terus menerus melukai fisik dan batinnya. Dibantu oleh, Vanilla-sahabat Kay. Vanilla sangat peduli dengan Kay, begitula sebaliknya. Vanilla juga tahu bagaimana kehidupan asli Kay yang kata banyak orang, Kay beruntung.
Vanilla tahu bahwa Kay itu hanya gadis yang sebenarnya lemah tapi tak mau menunjukan itu dan tak mau mengakuinya. Vanilla atau biasa di panggil Nilla, adalah gadis cantik yang selalu mengenakan pernak pernik di kepalanya. Meski umurnya tujuh belas tahun, itu tak membuat Vanilla dewasa di mata orang orang.
Vanilla terlihat sangat manis dan imut. Banyak lelaki yang menyukai Vanilla, entah secara terang terangan atau diam diam. Meski begitu, Vanilla selalu menolak orang itu dengan halus. Kata Vanilla, ia tak mau berpacaran kalau Kay belum memiliki pacar. Vanilla takut kalau dirinya lebih asik dengan pacarnya. Dan, Vanilla yakin kalau Kay sudah memiliki pacar, Kay tidak akan melupakan Vanilla. Kay pasti bisa membagi waktu kapan harus dengan pacarnya, dan kapan harus dengan sahabatnya.
Kay akhirnya sampai di rumahnya. Rumah besar bak istana namun suasananya bagaikan hutan. Sunyi, seperti tak ada kehidupan. Kay selalu menyendiri di kamarnya, sedangkan Key-adik Kay selalu bermanja pada papa dan mamanya itu. Tapi, kehadiran Key selalu membuat papa dan mama merasa nyaman. Berbeda dengan Kay.
Baru saja Kay membuka pintu, sudah di sambut papanya yang berkacak pinggang dengan wajah sangarnya.
"Habis dari mana saja kamu? Di suruh begitu saja lama! Pasti kamu mampir ke tempat lain kan? Jujur!" bentak sang papa yang membuat Kay meremas ujung hoodienya.
"Nggak, pa. Papa nggak lihat di luar sana hujan? Kay kedinginan pa," jawab Kay sembari memeluk dirinya sendiri. Kay jujur. Dirinya memang sudah kedinginan sejak tadi.
"Bohong! Sekarang ganti bajumu dan cepat bersihkan rumah!" perintah sang papa yang membauat Kay menghembuskan napas.
Kay masih bergeming di tempatnya. Ia belum beranjak karena tubuhnya sulit untuk di gerakkan. Tubuhnya terasa beku.
"Kenapa diam saja?! Cepat atau saya pakai cara kasar?" Kay menggeleng sebagai jawaban. Luka lebam di tangannya belum sembuh, ia takut papanya akan memukulinya lagi.
Kay mencoba untuk berjalan meski sulit. Tubuhnya menggigil karena kedinginan. Jalannya pun sangat lambat, membuat papanya itu kesal sendiri dan akhirnya memilih menjambak rambut panjang Kay.
"Jadi anak cewek kok lemot! Saya sudah bilang sama kamu kalau diam saja saya akan menggunakan cara kasar!" Sang papa terus saja menjambak rambut panjang Kay. Sedangkan, Kay hanya pasrah karena tubuhnya yang lemas.
Ia tak bisa melawan. Melawan akan membuat papanya semakin murka. Papanya menyeret Kay ke tempat makan. Di sana sudah banyak piring piring kotor dan beberapa sampah yang tergeletak di atas meja. Membuat meja makan tersebut terlihat kotor.
"Bersihkan ini! Sekarang!" Setelah mengucapkan itu, sang papa akhirnya pergi meninggalkan Kay dengan luka di hatinya.
Luka lagi. Kay sudah berteman baik dengan luka. Luka selalu ada pada dirinya, luka ini, luka yang menyedihkan. Luka yang selalu membuat dirinya ingin mengakhiri hidupnya. Namun, Kay sadar bahwa mengakhiri hidupnya sendiri, tidak akan membuat semua masalah hilang seketika.
Kay yakin, suatu saat nanti ia akan menumukan kebahagiaannya. Kay yakin suatu saat nanti ia akan bisa terus tersenyum meski luka lagi lagi bertambah banyak untuk dirinya.
••••
Untuk part awal awal memang nggak terlalu panjang:)
Tapi insyaallah saya usahain part selanjutnya bakal panjang:)
Votenya ya:)
ILYSM💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Luka
Teen Fiction"Ketika sebuah luka yang menyakitkan berubah menjadi luka yang membuatnya bahagia." •••• Start : 30 Juli 2020