Saat ini Kay dan Vanilla sedang mengelilingi mal. Vanilla memang mengajak Kay kesini untuk sekedar bersenang senang. Dan Kay menyetujui ajakan Vanilla. Sebenarnya, Kay takut kalau saat pulang nanti papa angkatnya itu akan memarahinya lagi.
Kay berusaha untuk menghindari omelan sang papa dan kekerasan sang papa. Ia lelah meski sudah terbiasa. Karena memang pada dasarnya, manusia diciptakan sesuai batas kemampuannya.
Kay memang belum memiliki cukup uang untuk menghidupi dirinya sendiri, tapi ia akan berusaha supaya dirinya bisa tinggal sendiri. Entah bagaimana akhirnya, yang terpenting ia yakin bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik.
Kedua gadis itu kini sedang mengelilingi toko buku yang ada di mal itu. Vanilla sedari tadi sibuk mencari novel yang ia cari sedangkan Kay sudah memegang tiga novel di tangannya. Kali ini Kay merasa senang karena sahabatnya itu akan mentraktirnya. Jadi ya Kay tak mau kehilangan kesempatan ini. Selagi gratis ya, kan.
"Nyil lo nyari buku judul apa sih? Dari tadi muter muter mulu," kesal Kay yang sedari tadi mengikuti Vanilla di belakangnya.
"Gue lupa, Kay." Mendengar jawaban Vanilla membuat Kay merasa di permainkan.
"Astaga! Jadi dari tadi lo muter muter cuma buat mikir?"
Vanilla mengangguk lalu menggaruk tengkuknya, "maaf deh. Gue beneran lupa." Kay hanya menghembuskan napasnya mendengar jawaban Vanilla.
Kay akhirnya memilih diam dan terus mengikuti Vanilla di belakangnya. Sesekali ia berhenti untuk membaca beberapa sinopsis novel yang ia ambil lalu di kembalikan di tempatnya.
Sudah lima menit, namun Vanilla masih terus mondar mandir mencari novel. Jadi ya tempat yang tadi sudah injak di injak lagi karena Vanilla yang masih setia mencari novel yang di carinya.
"Nyil! Belum ketemu?" tanya Kay merasa kesal sekaligus bingung.
Vanilla menggeleng. "Belum Kay. Kayaknya lagi kosong deh," jawab Vanilla kemudian menghampiri Kay yang ada di belakangnya.
"Cari judul yang lain aja. Terus kita balik, ini udah sore," pinta Kay yang sudah takut kalau papanya akan memarahinya.
"Yaudah deh, maaf ya buat lo muter muter nggak jelas." Vanilla menggaruk tengkuknya merasa bersalah. Kebiasaan Vanilla saat merasa bingung dan bersalah.
"Santai aja kali," jawab Kay bohong. Padahal dirinya sudah takut kena amuk sang papa.
Vanilla melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangan kanannya. Sudah pukul empat sore.
"Langsung kasir aja deh, Kay. Gue beli bukunya kapan kapan aja." Kay mengangguk lalu keduanya berjalan menuju kasir untuk membayar novel yang sudah Kay pilih untuk dibeli.
Setelah membayar, keduanya akhirnya berjalan meninggalkan toko buku lagi. Vanilla sempat mengajak Kay untuk makan di restoran di sebelah toko buku, namun Kay menolak karena ia takut papanya akan melakukan kekerasan lagi.
Vanilla yang merasa bersalah, akhirnya memilih untuk mengantar Kay pulang. Kedua gadis itu memang pergi ke sini menggunakan mobil milik Vanilla karena motor Kay disita oleh papa angkatnya itu.
Sekitar dua puluh menit perjalanan menuju rumah Kay, kini mobil milik Vanilla sudah berhenti tepat di depan rumah Kay.
"Maaf ya Kay, gara gara gue lo jadi telat pulang." Vanilla lagi lagi menggaruk tengkuknya merasa bersalah.
"Nggak papa Nyil. By the way makasih udah traktir gue," ucap Kay sembari melepas sabuk pengaman.
Vanilla mengangguk. "Sama sama. Gue balik, ya? Lo kalau ada apa apa kasih tau gue." Kay tersenyum seraya mengangguk lalu turun dari mobil milik Vanilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Luka
Ficção Adolescente"Ketika sebuah luka yang menyakitkan berubah menjadi luka yang membuatnya bahagia." •••• Start : 30 Juli 2020