11. Usaha Jaemin

2K 338 43
                                    

Jaemin terduduk lemas di depan pintu rumah keluarga Zhong. Hari sudah menjelang malam, tapi sejak Renjun menutup pintu rumah dengan keras, ia enggan untuk beranjak.

Nada panggilan masuk. Jaemin melihat sekilas nama si pemanggil, Pudu Pudu Echannie. Helaan napasnya terdengar berat dan memilih mengabaikan panggilan sahabatnya.

Jaemin tidak marah sama sekali dengan Haechan. Sahabat sekaligus teman masa kecilnya yang selalu ada untuknya. Ia hanya kecewa pada dirinya yang bisa membuat Haechan menerobos dinding persahabatan mereka berdua.

Tapi, sekalipun sahabatnya mengutarakan perasaannya lagi. Jaemin tetap tidak bisa menerimanya. Haechan sudah dianggap Kakak baginya. Jaemin tidak memberikan harapan kepadanya, tetapi Haechan sendirilah yang masuk ke dalam Kakak-Adik Zone.

Chenle. Nama dan wajah adik tingkatnya yang nyatanya adalah adik sang mantan terus menghantui pikiran Jaemin sejak kejadian Chenle melihat Haechan mencium dirinya. Atau lebih tepatnya di mata pemuda itu, ia dan Haechan terlihat berciuman.

Jaemin mengacak rambutnya asal. "Ah! Bagaimana bisa seperti ini!"

Jaemin akui, awal pertama kalinya, ia hanya ingin menghibur pemuda itu yang merasakan sakit hati melihat sang pujaan hati mengutarakannya perasaannya kepada sang kakak.

"Mungkin benar kata orang, niat baik itu bisa membuahkan hasil. Dan hasil buah itu untukku adalah rasa tertarikku kepada Chenle."

Jaemin menggeleng mengingat perkataan Haechan. "Sama sekali aku tidak ada rasa kasihan kepadanya. Aku hanya ingin menghiburnya di awal. Namun, dia terlalu menggemaskan utuk aku lewatin, Haechan."

Senyum Jaemin mengembang. "Kalau dulu aku gagal mempertahankan Kakaknya, maka sekarang aku tidak boleh gagal mempertahankan adiknya."

"Jaemin? Kenapa kau tidak masuk ke dalam?"

Mama Huang memandang ke arah Jaemin bingung. "Jaemin bertengkar dengan Chenle?" tanya kemudian yang sudah berjongkok di depan Jaemin.

Jaemin tersenyum canggung. Jaemin tidak tahu harus berkata apa mengenai dirinya dan Chenle. Mungkinkah dirinya harus berkata jujur mengenai kesalahpahaman yang terjadi di antara dirinya dan Chenle?

"Chenle. Dia salah paham dengan apa yang dilihatnya. Dan Renjun, dia tidak memberikan kuizin untuk masuk, Tante," adu Jaemin.

Mama Huang tersenyum. "Mau menjelaskan yang sebenarnya terjadi kepada Chenle?" tanyanya yang diangguki oleh Jaemin.

Tangan Mama Huang terulur untuk mengajak Jaemin masuk ke dalam rumah. Ulurannya disambut dengan baik oleh Jaemin.

"Apa Om belum pulang, Tante?" tanya Jaemin basa-basi saat melihat Mama Huang mengeluarkan kunci rumah. Jaemin yakin, Renjun pasti mengunci dari dalam.

"Papa anak-anak ada urusan mendadak dengan kolega bisnisnya. Jadi, beliau langsung pergi setelah mengantar Tante pulang," jelas Mama Huang saat membuka pintu rumahnya.

"Ayo masuk, Jaemin," ajak Mama Huang kemudian.

Jaemin melirik ke dalam. Mencari sosok Renjun dan Jeno yang mungkin saja akan muncul dengan membawa senjata untuk memukul dirinya. Bisa saja hal itu terjadi, bukan?

Satu langkah dilanjut dengan langkah berikutnya. Jaemin mengekor di belakang Mama Huang.

"Tante akan mengantarmu sampai di depan kamar Chen--"

"Mama! Ngapain dia dibiarkan masuk? Suruh dia keluar, Ma. Dia udah buat Chenle nangis." Renjun yang baru saja kembali dari dapur terkejut melihat Jaemin berjalan di belakang ibunya dan memotong perkataan sang mama.

"Renjun. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka. Kalau ada kesalahpahaman, itu harus diselesaikan hingga masalah itu kelar. Jangan dibiarkan begitu saja."

"Kesalahpahaman apa, Ma? Jelas-jelas Renjun sama Jeno melihat dengan mata kepala kami sendiri, dia!" tunjuk Renjun sebelum melanjutkan perkataannya, "Berciuman dengan Haechan di depan siswa lain, Ma! Dan Chenle, dia juga melihatnya langsung."

Jaemin menghela napasnya. "Bisakah kau memberikan aku kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Chenle? Kau tahu Renjun, aku dijebak."

"Dijebak katamu? Jangan meng--"

"Renjun. Mama tidak pernah mengajarimu untuk seperti itu. Di sini Jaemin ada niatan untuk memperjelas apa yang sebenarnya terjadi," potong Mama Huang.

"Jangan ganggu mereka sampai masalah mereka selesai. Chenle juga sudah waktunya belajar untuk bersikap dewasa, Renjun," katanya yang membuat Renjun menghela napasnya.

"Jaemin. Tante tidak bisa mengantarmu sampai depan kamar Chenle. Kau bisa menaiki tangga ini dan berbeloklah ke kanan. Di ujung lorong ada pintu dengan stiker lumba-lumba, itu adalah kamar Chenle," jelas Mama Huang.

"Tante harus menjaga anak satu ini biar dia tidak mengganggu kalian. Cepat naik ke atas dan selesaikan masalah kalian berdua, ya."

Jaemin mengangguk. Badannya membungkuk dan berjalan melewati Mama Huang dan Renjun. Menaiki tangga dan mengikuti arahan Mama Huang.

Kakinya berhenti tepat di depan sebuah kamar dengan stiker lumba-lumba. Tangannya kanannya terangkat. Mengetuk pintu kamar dengan pelan. "Chenle. Ini Kak Jaemin."

Tidak ada sahutan dari si pemilik kamar. Jaemin kembali mengetuk. "Kak Jaemin tahu, Chenle pasti sedih. Tapi, apa yang Chenle lihat itu bukan yang sebenarnya terjadi," jelas Jaemin yang masih berbicara di depan pintu.

"Kak Jaemin akan menunggu di depan sampai Chenle membuka pintunya, ya."

Jaemin memposisikan duduknya bersandar pada pintu kamar Chenle. Duduk termenung menunggu adik kelasnya itu untuk membuka pintu dan menerima penjelasannya. Jaemin sendiri tidak tahu, kapan Chenle akan keluar kamar. Tapi, hatinya berkata untuk dirinya menunggu di depan kamar.

***

30 Juli 2020

Skenario Cinta (Jaemin Chenle) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang