Part 5✨

41.2K 1.6K 111
                                    

Wirna berjalan menuju lift, langkahnya terlihat ragu. Wirna berpikir apa ada sesuatu yang ia perbuat salah. Seingatnya ia tidak melakukan kesalahan fatal yang bisa merugikan perusahaan, tapi kenapa dirinya dipanggil oleh atasannya.

"Masuk!" Sahut seseorang dari dalam ruangan ketika Wirna mengetuk pintu bercat cokelat itu. Wirna terlihat gugup kemudian masuk dan berjalan dengan langkah ragu.

Wirna berdiri dengan canggung begitu dirinya sampai di depan meja sang bos. Atasannya sendiri terlihat acuh padanya, mata tajam itu sedang sibuk menatap layar komputer depannya.

"E-em, maaf, Pak. Ada apa, ya panggil saya keruangan bapak?" tanya Wirna, suaranya bergetar karena gugup.

"Oh, kamu—," seru Ibrah begitu menyadari keberadaan Wirna. Ia sekali lagi menatap layar komputernya, memastikan sesuatu sebelum beralih menatap Wirna. "Kerjaanmu masih banyak, tidak?"

Dengan wajah bingung, Wirna mengangguk dan menggeleng. "Nggak juga, sih, Pak. Ada apa, ya?"

"Saya mau minta tolong kamu jagain anak saya, Nino. Si bungsu. Saya ada rapat sebentar lagi di luar," tutur Ibrah. Kata-katanya lancar sekali seolah sudah di susun rapi sebelum menyampaikannya pada Wirna.

Kebingungan sendiri dengan maksud Ibrah, Wirna malah melamun. Ingin bertanya kenapa, namun takut membuat sang bos tersinggung. Tapi kenapa harus dirinya yang diperintah menjaga anaknya. Kemana sekretarisnya, seharusnya dia yang menjaganya. Bukan tak ingin menjaga anak sang bos, tapi dirinya juga punya kerjaan yang harus segera dikerjakan. Walau memang pekerjaannya tidak banyak tapi demi memanfaatkan waktu yang kosong, lebih baik Wirna mengerjakannya tanpa harus menunggu deadline.

"Bagaimana?" Suara Ibrah kembali terdengar begitu Wirna tak kunjung mengeluarkan pendapatnya.

"Tapi pekerjaan saya gimana, Pak? Saya juga lagi banyak kerjaan," tukasnya sedikit berbohong. Tak apalah berbohong, toh demi kebaikannya ini.

"Bukan deadline juga 'kan? Kamu boleh bawa pulang pekerjaan kamu kalau memang belum selesai. Gaji kamu juga akan saya naikan kalau kamu mau."

Hanya orang bodoh yang rela menolak penawaran yang sangat jarang terjadi dikalangan bisnis ini. Hanya menjaga anak sang bos, dirinya mendapat penawaran kenaikan gaji yang tak mungkin bisa ditolak.

"O-oh, baik Pak. Saya akan menjaga putra bapak," sahut Wirna dengan suara tertahan karena terlampau senang.

"Dia ada didalam ruangan saya," tunjuk Ibrah pada ruangan lain yang ada di ruang kerja Ibrah.

***

Sudah satu jam lamanya menjaga anak atasannya membuat Wirna kelimpungan ketika bayi bernama Nino itu terbangun dan menjerit keras. Sudah digendong dan ditimang masih saja menangis. Botol susu sudah habis sejak tadi karena mengira mungkin Nino kelaparan tapi hal itu tak juga membuahkan hasil.

Pakaian Wirna tak lagi terbentuk karena Nino selalu menendang kesana-kemari.

"Mau apa sayang?" Tanya Wirna halus begitu tangan mungin bayi itu menarik kerah kemejanya sehingga kancing teratas kemejanya terlepas.

Nino tentu tak menjawab karena tak mengerti. Namun wajahnya selalu di arahkan ke dada Wirna, mendusel seakan mencari sesuatu.

Wirna bukan anak polos yang tak mengerti arti kelakuan anak pak bosnya. Wirna punya keponakan yang juga pernah berlaku sama padanya ketika menggendong keponakannya. Mendusel kearah dadanya mencari sesuatu, saat itu kakak iparnya mengatakan kalau keponakannya sedang lapar dan itu artinya mencari sumber makanannya.

Boss & His Children [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang