Hari ini adalah hari Minggu, hari yang tepat untuk beraktivitas di luar rumah. Atau setidaknya, itulah yang dikatakan Ibu. Kuseret langkahku mengikuti Ayah dan Ibu yang berjalan memimpin di depan. Dikarenakan keduanya sedang libur dan cuaca juga tidak panas, Ibu pun memutuskan untuk berkunjung ke museum seni terkenal di kota.
"Ib, kenapa nggak semangat begitu?"
Aku mendongak ke arah asal suara.
"Nanti kamu nggak bakalan nyesel deh, mampir ke sini," ah, ternyata Ibu. Ibu mengedipkan sebelah matanya kepadaku sambil memberi tanda "peace". Begitu pula Ayah yang ikut menoleh ke belakang dengan senyuman penuh arti di wajahnya.
Aku pun membalas ucapan Ibu dengan senyuman kecil. "Iya."
Bukannya aku tidak bersemangat, hanya saja aku memang seperti ini. Aku terbiasa melamun sambil menundukkan kepala.
Dengan Ibu yang terus menyemangatiku dan Ayah yang sesekali tertawa hambar, kami pun akhirnya tiba di museum seni tersebut. Aah, museum yang besar. Mataku yang semula seperti tidak ada kehidupan kini berkilau-kilau penuh rasa kagum memandangi museum itu.
Ibu yang menyadarinya seketika tertawa ringan. "Benar, kan?"
Aku langsung mengangguk-angguk dengan antusias, membuat Ayah ikut tertawa melihatnya.
"Nah, sekarang kita sudah sampai. Ini adalah kali pertama Ib ke museum seni, kan?" tanya Ibu sembari membukakan pintu untukku. Kujawab Ibu dengan sebuah anggukan. "Ibu mengajak Ib ke sini untuk melihat pameran seni dari seorang pelukis bernama Guertena. Bukan hanya lukisan saja lho yang beliau buat. Ada juga patung, dan hasil karya lainnya yang mengagumkan! Ibu jamin Ib sekali pun pasti akan menyukainya."
Kutanggapi ucapan Ibu dengan beberapa anggukan saja. Sepertinya justru Ibu yang ingin sekali melihat mahakarya Tuan Guertena.
Ketika Ibu hendak melanjutkan ceritanya lagi, Ayah segera memberikan isyarat 'berhenti'. "Lebih baik kita kunjungi resepsionis dulu," ucap Ayah seraya menunjuk meja resepsionis yang terletak tidak jauh dari pintu masuk.
"Aaah, benar juga. Sekalian ambil brosurnya," Ibu pun mengetukkan kepalanya. "Ayo, Ib."
Tanpa melihat aku yang mengangguk, Ayah dan Ibu segera berjalan menuju meja resepsionis. Tentu saja resepsionis adalah hal pertama yang harus kami hampiri ketika berkunjung ke museum seperti ini. Selagi mereka berbicara dengan Tuan Resepsionis, aku mencoba melihat-lihat isi brosur yang diletakkan di meja tersebut.
The Hanged Man... Worry... Fabricated World... Hmm, aku tidak mengerti. Apakah brosur ini mengenalkan lukisan-lukisan ternama di museum? Ada poster kepala ikan juga di belakang meja resepsionis, yang menurutku sangat tidak lucu.
Kutepuk-tepuk lengan Ibu dengan pandangan yang tetap fokus ke brosur tersebut.
"Ada apa, Ib?" sahut Ibu, menatapku penasaran. Ayah masih melanjutkan pembicaraannya dengan Tuan Resepsionis.
"Apa aku boleh pergi duluan?" tanyaku, yang kini mendongak menatap Ibu.
Ibu tertawa mendengarnya. "Pfft... Ya ampun, kamu ini benar-benar deh," Ibu pun mencubit pipi kiriku dengan gemas. "Jangan membuat keributan di dalam, oke? Ah, tapi, Ibu rasa Ib tidak begitu perlu dikhawatirkan."
Aku mengangguk sekali dengan senyuman.
"Hati-hati ya, Ib."
*** TBC ***
Hullaaaa :') karena aku berhasil dapetin akun ini kembali, jadi aku pindahkan "Ib" ke sini 🙏
Ib adalah game rpg horror gratis yang dibuat oleh Kouri. Gamenya asyik bat asli, gagitu menakutkan meski emang ada beberapa jumpscare. Kalian cukup googling aja "download game Ib" kalo kepo dengan game ini eheheh. Kapasitasnya kecil kok, ga makan bnyak tempat.
Monmaap ya kalo bahasanya bikin enek. Aku mau nulis apa yang ada di pikiranku aja huhu. See ya later!
KAMU SEDANG MEMBACA
IB
Fanfiction[ALL CREDIT BELONGS TO KOURI AND RPG MAKER GAMES] Ib, seorang anak perempuan berumur 15 tahun yang tersesat di sebuah labirin seni menakutkan. Mampukah Ib menemukan jalan keluar ke dunia asalnya...? *** Published in: 1 August 2020 Cover by ZeroChan