IV. A Little Tour

7 3 0
                                    

Koridor baru ini memuat karya tiga dimensi, seperti bola besar berwarna pink dengan beberapa pedang yang menancap di badannya, sesuatu yang menyerupai tiang jemuran(?) yang menggantung kertas panjang berwarna warni, kemudian manekin berwarna biru laut dengan posisi duduk seiza. Aku tidak begitu mengerti maksud dari karya-karya ini, bentuknya cukup aneh. Penjelasannya pun membuatku semakin tidak mengerti.

Koridor di lantai atas ini sudah seperti sebuah jalan raya yang memutar dalam gua. Kupikir tadinya museum ini tidak memuat banyak karya karena hanya ada jalan lurus, tapi ternyata berbelok-belok membentuk jalan baru, ya. Rasanya seperti mengeksplorasi gua tersembunyi.

Aku terus berjalan sambil mengulum senyum. Di koridor kali ini, terdapat empat buah lukisan yang menarik. Dimulai dari lukisan seekor kucing hitam yang menatap ke kiri, lukisan sebuah mata yang menatap ke arah kanan sehingga kesannya kedua lukisan tersebut seperti sedang tatap-tatapan, kemudian...

"Wah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah..." Mataku terpukau melihat lukisan besar ini. Kurasa lukisan ini adalah lukisan yang paling besar di museum. Warna-warna yang dicampuradukkan dalam lukisan tersebut sungguh menarik, mengingatkanku dengan coretan yang biasa dibuat oleh anak-anak di dinding rumahnya. Mungkin aku bodoh karena tidak mengerti apa maksud dari lukisan tersebut, tapi aku tahu kalau pelukisnya menggambarkan suatu adegan di balik warna yang terkesan asal ini.

Sambil tersenyum, aku pun terus memandangi lukisan itu selama beberapa jenak. Musik klasik yang mengalun di lantai ini pun memberikan rasa damai dalam hatiku. Rasanya aku tidak akan bosan berada di museum selama berjam-jam, meskipun tanpa Ayah dan Ibu.

"Ayah pasti senang kalau melihat ini," gumamku. Memikirkan Ayah yang akan bereaksi heboh dan Ibu yang sudah siaga mengeluarkan dompet, aku jadi tertawa sendiri. "Bagaimana dengan lukisan yang lain, ya—"

Klik!

"...Huh?" Aku berhenti tertawa. Kudongakkan kepalaku dengan segera begitu aku mendengar suara 'klik' itu.

Lampu museum yang padahal tadinya normal-normal saja mendadak berkedip beberapa kali seolah akan mati listrik. Aku pun langsung panik karena di koridor bagian ini tidak dihuni banyak orang. Tanpa berpikir panjang lagi, aku lekas mengambil langkah ke koridor sebelumnya. Ibu selalu berpesan bahwa aku harus berada di tempat yang ramai jika merasa sesuatu yang gawat akan terjadi. 

*** TBC ***

IBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang