CHAPTER 8

6.9K 168 30
                                    

Ada sesuatu yang lebih menghancurkan kepercayaan ketimbang kebohongan, yaitu kecurigaan.

*****

"Lain kali gue ngga mau ya ke kampus bareng gini, ntar banyak yang curiga." Dinda menggerutu setelah mobil Andrew terparkir di tempat parkir kampus mereka.

"Ya elah, tinggal bilang aja kalo gue ngga sengaja nemu elu di jalan trus gue pungut." ucap Andrew diakhiri tawanya yang begitu menyebalkan bagi Dinda. Andrew sudah tinggal di tempatnya selama dua hari, bahkan Dinda sampai tidak yakin memiliki keberanian menghadapi Zayn, sampai saat ini dia bahkan belum menghidupkan ponselnya.

"Sialan lu." Dinda pun keluar dari mobil dan membanting keras pintu mobil Andrew dengan kesal. "Dah lah, ntar malem mending lu pulang daripada nyusahin gue mulu. Punya masalah tuh dihadapin, bukannya malah ngehindar." ucap Dinda menggerutu. Andrew hanya tertawa renyah dan mengikuti langkah Dinda.

"Nyokap bokap gue aja ngga nyariin gue, ngapain gue pulang."

Dinda menghentikan langkahnya, ia menatap punggung Andrew yang berjalan mendahuluinya. Menyadari Dinda yang tidak ada di sampingnya, Andrew berhenti dan berbalik.

"Mereka pasti nyariin elo. Tapi elonya ngga tau karna hape lo aja lo matiin, idiot!!" ucap Dinda dengan penuh penekanan pada setiap kata yang ia ucapkan. Susah payah Dinda berusaha menahan diri untuk tidak mencubit ginjal pria dihadapannya itu karna gemas.

"Gue nyalain juga ngga akan ada yang nyariin gue." jawab Andrew sekenannya. "Mending elu tuh, nyalain hape lo trus siap-siap ngadepin cowo baru lo haha." Sambil tertawa puas Andrew berlari meninggalkan Dinda yang terdiam dengan perasaan yang campur aduk.

Berusaha menenangkan diri, Dinda memilih duduk di pinggir taman dekat kolam pancuran. Menatap nanar pada ponselnya, ia menimang-nimang akan mengaktifkan ponselnya sekarang atau tidak. Semua gara-gara Andrew. Pria itu menyembunyikan ponsel Dinda selama seharian kemarin.

"Bolehin gue nginep semalem lagi, baru nanti gue kasih tau dimana hape lo." begitulah kira-kira persyaratan dari Andrew sebelum memberitahukan letak ponsel Dinda yang berbuntut pria tanpa tempat tujuan itu mengahabiskan satu malam lagi menginap di tempatnya.

"Ah siaall." Dinda mendesis pelan sambil mengetukkan ponselnya ke dahinya. Merasa bingung harus bagaimana nanti berhadapan dengan Zayn setelah menghilang padahal sudah punya janji untuk bertemu. Menghilang tanpa kabar sungguh diluar kebiasaan seorang Dinda dan itu membuatnya tidak berpengalaman dalam beralasan.

Ketukan di keningnya berhenti saat sebuah tangan menutupi keningnya. Dengan cepat dia mendongak. "Zayn?" gumamnya terkejut.

Pria itu dengan wajah dingin khasnya, berdiri di hadapan Dinda. "Kalo udah ngga dipake, buang aja." ucapnya sedikit dingin. Dinda nampak canggung dan sedikit bereaksi berlebihan.

"Eh, engga kok, hape aku masih bis—"

"Bukan hape, tapi ini." ucap Zayn memotong sambil menyentuh kening Dinda dengan telunjuknya. Dinda terdiam sejenak, berusaha mencerna apa maksud ucapan Zayn.

"Eh?" Dinda dengan cepat menepis tangan Zayn. "Enak aja, gini-gini ini ngebantu aku dapet IPK tinggi tauu." protesnya sambil mengusap keningnya.

"Masih pusing ngga?" tanya Zayn mengalihkan topik, masih dengan nadanya yang terdengar dingin dan posisinya masih berdiri dihadapan Dinda.

"Pusing kenapa?" tanya Dinda bingung.

"Sabtu malem kan kamu habis minum. Tadi malem minum lagi?"

Dinda menggeleng cepat dan bangkit dari duduknya. "Engga, tadi malem ngga minum. Aku ada kelas, nanti lagi ya, Zayn." Dinda pun dengan segera melangkah meninggalkan Zayn yang tak pernah sedetik pun melepaskan tatapannya dari tubuh Dinda sampai ia menghilang dari balik pintu masuk gedung perkuliahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERFECT PARTNER [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang