20

11K 2.2K 136
                                    

Minggu (19.56), 02 Agustus 2020

Dibujuk-bujuk buat update padahal ini baru 1k word. Hayo, ngaku siapa... wkwkwk... Jangan protes sedikit. Udah aku bilangin ☻

Setelah ini 2k vote baru up, wkwkwk... kaburrrr!!

-------------------------

Zie masih belum berhenti menggerutu sepanjang jalan menuju satu-satunya bandara di kota itu. Selain melewati jalan panjang yang membelah hutan, orang-orang bisa keluar-masuk kota menggunakan transportasi udara. Tapi para penduduk yang memiliki mobil biasanya lebih memilih jalan darat. Atau naik bus demi menghemat biaya.

Zie sendiri hanya pernah mendatangi bandara di kota ini beberapa kali. Mungkin hanya dua atau tiga kali saat menemani Julia menjemput saudaranya yang datang berkunjung. Dan hari ini, dia terpaksa datang lagi atas desakan Leon. Kalau bukan karena Leon sakit, Zie tidak mungkin mau repot-repot berkendara jauh di bawah terik matahari untuk mengambil tumpukan kertas yang kata Leon "penting".

"Mama... mama...."

Zie tersenyum pada si kecil yang duduk di kursi bayi sebelahnya. Dengan satu tangan di kemudi, tangan Zie yang lain membelai lembut kepala putranya. "Anggap saja sekalian jalan-jalan. Kau senang, kan?"

"Ma... ma...."

Baby Bo menjatuhkan mainan bebek karet di tangannya lalu menunjuk dashboard mobil.

"Oh, biskuit? Sebentar."

Zie menyalakan lampu sein lalu berbelok untuk menghentikan mobilnya. Dia tidak bisa mengambil resiko menjangkau biskuit sambil mengemudi. Setelah baby Bo mendapat yang dia inginkan, dia kembali tenang dan mulai menggigit-gigit biskuit khusus bayi dengan gusi dan giginya yang baru tumbuh.

"Astaga, lucu sekali anak Mama." Zie tertawa kecil melihat tingkah si balita yang seolah tak peduli pada apapun di sekitarnya dan hanya fokus pada biskuit di tangan. Dengan gemas Zie mencium pipi baby Bo sebelum menyalakan kembali mesin mobil lalu melanjutkan perjalanan.

Kekesalan Zie perlahan sirna seiring semakin dekatnya dia ke bandara. Pikirannya malah dipenuhi ciuman paksa John tiga hari lalu.

Di depan John, Zie bisa bersikap tenang seolah itu bukan apa-apa. Seolah ciumannya sama sekali tak berarti. Tapi begitu John pergi dan pintu tertutup, kakinya seolah berubah menjadi jelly. Dia jatuh terduduk di lantai dengan jantung berdebar keras.

Rasanya Zie sudah tidak sanggup menyembunyikan kenyataan dari John lebih lama. Rasanya dia ingin John tahu bahwa mereka punya ikatan di masa lalu yang menghasilkan bayi mungil yang sudah John klaim sebagai putranya. Tapi fakta bahwa John sudah menikah dengan perempuan lain berhasil menahan Zie. Andai situasinya berbeda, mungkin sekarang Zie sudah menyerah. Atau minimal, mempertimbangkan untuk menyerah.

Pikiran Zie kembali ke saat ini ketika mobilnya sudah memasuki area bandara. Lagi-lagi dia tertawa kecil melihat baby Bo tampak melongo memperhatikan pesawat yang baru saja lepas landas.

"Itu pesawat, Bo. Besar sekali, ya?"

"Wawa...?"

Ada nada bertanya dalam suara baby Bo yang membuat Zie tergelak. "Ya, pesawat. Duh, sekarang anak Mama bisa bilang pesawat."

"Wawawa...." Baby Bo terkikik sambil menunjuk-nunjuk langit dengan jemari mungilnya yang penuh remahan biskuit yang basah.

"Iya, pesawat. Bo mau naik pesawat?" tanya Zie seraya memarkir mobil. Namun dia tak lagi memperhatikan tanggapan putranya karena segera turun lalu menuju kursi penumpang untuk menggendong baby Bo.

Zie langsung menghampiri satpam pertama yang dilihatnya lalu berkata, "Permisi, Pak. Bisa minta tolong antarkan saya bertemu Pak Abnar di bagian kargo? Saya sudah meneleponnya tadi dalam perjalanan." Lebih tepatnya Leon yang menelepon. Tapi apa bedanya?

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang