Sepuluh Tahun (II)

136 30 3
                                    

Masalah yang harusnya orang-orang pikirkan sebelum menikah, bukan apa pasangan mereka bisa menerima kebiasaan menggertakkan gigi saat tidur atau apakah pasangannya pernah tidur dengan wanita lain sebelum menikah. Tapi, soal bagaimana duniamu bisa benar-benar akan berputar pada satu orang.

Leta tidak punya teman. Seharusnya dia bisa mendekatkan diri dengan salah satu teman pilates-nya. Sedekat bisa menginap beberapa hari di rumah mereka tanpa harus ditanyakan sepuluh kali sehari, 'sampai kapan kamu kabur dari rumah? Adrian pasti benar-benar khawatir. Kamu harus pulang.'

Leta punya pilihan tinggal bersama kakak atau orang tuanya. Tapi, menurut orang-orang, masalah dalam rumah tanggamu jangan sampai dibawa ke pintu rumah orang lain. Membawa orang lain, apalagi keluarga, hanya membuat masalah jadi lebih pelik.

Jadi, sekarang, dia terlunta-lunta di jalan, sambil menyeret kopernya mengitari trotoar jalan lima meter dari apartemen mereka. Sepertinya, dia akan menyalahkan hati nuraninya lebih lama. Dia persis seperti anak SMA yang dilanda masalah puber lalu kabur dari rumah.

Dia mengecek ponsel. Ada pesan dari Adrian.

Adrian

Kamu di mana? Aku tidak bisa menemukan dasi kotak-kotak biru yang kamu cuci minggu lalu.

Leta

Aku tinggal di rumah orang tuaku. Tolong jangan hubungi lagi.

Dia mematikan ponselnya. Meski dia terlantar dan hampir menjadi janda, paling tidak sepanjang pagi Adrian bisa mengomel tentang dasinya.

Hari pertamanya menjadi hampir janda dimulai dengan memakan egg and cheese muffin hangat dari restoran cepat saji yang Adrian benci. Dia benci makanan cepat saji, katanya itu faktor utama orang-orang terkena obesitas, kolestrol, diabetes, dan yang terburuk, kanker. Setelah lama patuh, melakukan hal-hal yang dilarang jadi lebih nikmat.

Selanjutnya, dia memutuskan berjalan-jalan di mall untuk mencari baju. Ketika sedang menilai baju jumpsuit bunga-bunga pada manekin, matanya tak sengaja menangkap poster film.

Film 'Ada Apa Dengan Cinta 2' sedang tayang di bioskop.

Empat belas tahun berlalu sejak yang pertamanya rilis. Kini para pemainnya telah menua, seperti dirinya. Dia ingat demam Rangga mengjakit hampir seluruh orang di sekolahnya. Semua cewek mengidolakannya, semua cowok mendadak puitis. Adrian salah satunya, walau Leta tidak pernah benar-benar menonton film itu dan pura-pura terpesona pada sosok pria puitis. Siapa pun pasti tidak bisa fokus pada hal lain di hari kencan pertamanya.

Masih jelas dalam ingatan sosok Adrian yang menunggunya di depan pintu bioskop. Dia memakai jas formal, dasi pita, ikat pinggang membelit pinggangnya, dan kemejanya dimasukkan. Katanya, wanita suka pria rapi, tapi penampilannya hari itu seheboh ayah Leta pergi kondangan.

Pria itu juga sangat kaku. Dia hanya menjawab 'Ya', 'Oh, ya?', 'Oh', tiap kali Leta membahas sesuatu. Dia seperti kencan dengan robot. Namun, Leta kagum pada sikap sopannya. Seperti waktu duduk di kursi bioskop Adrian langsung menutupi rok pendek Leta dengan jas, atau tak adanya modus sentuh-menyentuh khas cowok waktu nonton.

Saat adegan Rangga mengucap puisi andalan semua orang, 'Pecahkan saja gelasnya biar ramai', Leta kehausan. Tanpa beralih dari layar, tangannya mencari-cari cola dalam pegangan kursi. Ketika meraba-raba, dia merasakan sesuatu bentuk bulat berlapis kain.

Ternyata, itu lutut Adrian.

Momen canggung dan memalukan itu, ia tebus dengan, "Maaf, nggak sengaja."

Adrian tersenyum seolah memahami sesuatu. Dia mengambil tangan Leta lagi, mengaitkan jari-jari mereka, dan menggenggamnya sepanjang film. Meski Adrian saat itu salah tanggap, mengira Leta salah menggenggam. Hangat kulit dalam genggamannya dan sensasi baru yang menyenangkan di jantungnya, membuatnya betah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PORTRAIT OF LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang