Ruang dan Waktu

11 0 0
                                    

Kemarin, hidupku begitu damai tanpa kehadiran virus merah jambu. Aku bahagia dengan hidupku, aktifitasku, jalan ceritaku. Baiklah aku tidak mau menutupi rasaku, aku pernah merasakan sebuah rasa rindu tapi aku tak paham siapakah Tuan dari rasa rindu itu.

Seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa dengan hal itu dan sampai akhirnya aku bertemu dengannya, ia dia. Aku tidak begitu mengenalnya apalagi memikirkan sebuah masa depan dengannya. Di sebuah ruang pertemuan.

Disanalah kami dipertemukan, aku kira itu hanyalah pertemuan yang tidak akan berjangka panjang, tapi aku salah menduga justru si Tuan itulah yang memperkenalkan dirinya padaku, melakukan perbincangan hingga larut malam. Hari demi hari Tuan itu pun mengutarakan isi hatinya yang aku sendiri masih belum mempercayai hingga detik ini.

Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, aku mencoba membuka hati yang sudah lama untuk aku tutup. Aku sering bertanya pada hatiku "Wahai Tuan, benarkah setiap aksara yang kau lontarkan padaku mengenai isi di dalam kalbumu?"

Namun setiap keraguanku mulai berceloteh dan logika ku benar-benar tidak menerimanya. Tapi kalbuku selalu mengatakan
"Ingatlah apa kata Tuan itu, apa yang kau pikir buruk maka buruklah dia dan begitu juga sebaliknya".

Dan sampailah aku di titik dimana tiada satu puan pun yang sanggup menjalani hari-hari seperti ini. Ingin menyerah, tapi ada jarum yang tertancap pada hati ini yang mana jarum itu hanya bisa diambil oleh Tuannya. Pemilik jarum itu pun menghilang untuk beberapa saat tanpa ada berita apakah dia hidup atau hilang ditelan bumi.

Hingga akhirnya Tuan itu pun kembali dalam keadaan mati. Bukan raganya, tapi semua aksara yang ada didalam kalbunya telah tak bernyawa. Apa kalian tau apa yang dialami oleh Puan? Puan masih berusaha untuk merawat jarum yang telah ditancapkan oleh Tuan di hatinya, meskipun jarum itu telah melukainya. Puan itu masih menelan semua ucapan si Tuan, entah itu benar atau tidak, hanya pemilik Semestalah yang mengetahuinya.

Puan ingin sekali melontarkan sebuah pertanyaan kepada Tuan. "Jika Tuan ingin pergi maka pergilah dan bawa jarum ini. Aku harap Tuan tidak menancapkannya kepada yang lain, tapi semaikanlah bibit yang akan bisa Tuan panen dimasa depan. Jika Tuan ingin bersama denganku maka buktikanlah setiap aksara yang pernah Tuan ucapkan saat itu dan cabutlah jarum yang telah Tuan tancapkan. Semoga kita dapat bertemu pada ruang dan waktu yang baik.


Tuan...

Tuan...

Tuan...

Apa kau mendengarkan lirih suara kalbu ku?

Tuan...

Bisakah kita bersama mengukir nama di atas pasir putih disaksikan oleh senja?

Tuan...

Apakah kau pergi untuk menenangkan hati atau menentang hati?

Tuan...

Masikah kau menulis tentang si jingga sambil merindukan ku?

Tuan...

Boleh kah aku bertanya lagi?

Untuk siapakah hatimu kau persembahkan?

Aku, Kamu Dan Ketentuan SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang