Kalau nama baptisku Albertus, demi kamu, Tuhanmu, dan Tuhanku kelak, akan kuganti nama depanku menjadi Muhammad.
***
"Hari ini dua puluh ribu buat Jumantara."
Jessen melotot mendengar nominal yang akan diberikan untuk Jumantara. Yang benar saja, mereka 3 jam panas panasan untuk Jumantara lalu cuma diberi 20 ribu?
"IDIH IDIH. KOK DIKIT BANGET?""Manusia cebol tak berakhlak ini siapa Tar?"
"Jessen, panggil aja jancok. Ntar nengok dia."
"Wedos."
Ara melirik Jumantara dengan iris bola matanya yang berwarna coklat terang. Terkesan tajam dan bermakna 'Cepat minta maaf atau manukmu mbak babat abis'
"Jumantara Laskar Ingni."
"Maaf bang Jan--
Jessen."Sosok tinggi berbahu lebar dan berkulit tan khas Asia Tenggara itu menyerahkan selembar uang berwarna biru ke Jumantara. Mengabaikan perdebatan nama sebenarnya dari orang cebol yang sekarang sedang membersihkan kotoran kukunya.
Raut wajah Jumantara kebingungan. Ini emang bang Tio yang buta angka atau gimana.
Tapi mustahil, nenek-nenek yang tak bisa menghitung saja hafal warna duit.
"Tiga puluh ribunya dari abang buat Jumantara jajan."
"Makasih bang."
"Yoi."
***
Mereka selesai membantu Jumantara sekitar jam 4 sore. Janjinya, jam 9 malam mereka kumpul kembali di panti asuhan. Jadi masih ada waktu sekitar 4jam-an untuk break.
Jari Jessen memutar-mutar kunci mobil yang dipegangnya.
"Kalian laper nggak? Mau makan dulu? Aku yang traktir."
Reno memandang geli Jessen yang menggunakan aku-kamu.
"Nggatheli cok.""Ape si, kaga ngomong sama lu juga."
"Sensian cem kekeyi."
"Akutuh bukan boneka."
Akhirnya Ara yang selaku manusia yang paling waras diantara keempat manusia ini menengahi perdebatan dengan memberi saran. "Di deket sini ada yang jual nasi goreng. Kita makan disana aja."
"Siap cantik."
"Stress."
***
Mereka sudah sampai di kedai yang dimaksud Ara. Kedai nasi goreng ini terletak di pinggir jalan. Layaknya jajanan streetfood Indonesia yang sering di sebut mambo.
Mereka memilih duduk di meja yang letaknya di tengah-tengah.
"Disamain aja ya? Nasi goreng seafood sama es teh," Entahlah, aura Jessen lebih soft hari ini. Mungkin karena ada Ara.
Ara menggelengkan kepala, tanda tak setuju. "Ga bisa, aku alergi seafood."
"Tiga nasi goreng seafood, satu nasi goreng biasa, empat es teh. Deal?"
"Deal,"
Ketiganya setuju dengan yang diucapkan Jessen.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Religionship
FanfictionI wish i could turn back time, when everything was perfect. ©Sweetpeanuts21