Chapter 2

45 4 0
                                    


Rea berjalan lesu di halaman rumahnya. Hari pertama yang sulit baginya. Bertemu dengan banyak orang baru dan akan hidup dikalangan baru. Rea mencabik bibirnya. Seharusnya dia tidak meminta untuk pindah ke kota ini. Karakter orang orang kota ini sangat berbeda dengan orang di kotanya dulu, sepertinya. Penyesalan memang datang di akhir

Rea menjulurkan tangan meraih kenop pintu rumahnya. Pandangannya langsung disambut dengan interior berwarna coklat di setiap sudutnya. Lalu foto kakaknya yang sedang merangkul pundaknya sambil tertawa lebar saat wisuda terpampang jelas diatas sofa ruang tamu mereka. Masuk sedikit ke dalam, ruang jalan tersebut dihiasi dengan foto dirinya dan sang kakak dengan berbagai pose.

Rea tersenyum tipis. Hangat, itulah yang Rea rasakan. Momen momen itu mengingatkannya kepada besarnya kasih sayang kakaknya kepada Rea. Disambut dengan foto foto tersebut rasa lelah yang dirasakan tadi lenyap seketika. Ia mulai meneliti satu persatu foto yang terpasang di sepanjang dinding ruang jalan. Rea bersyukur telah dianugerahi kakak yang sangat menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini.
Rea semakin melebarkan senyumnya saat mendengar deruan knalpot dari arah depan rumahnya. Rea berjalan sedikit cepat untuk menyambut seseorang yang baru datang itu. Rea melambaikan tangan saat helm kakaknya dilepas. Mereka sama sama berlari untuk memeluk satu sama lain.

"Hari pertamanya gimana Re?" Tanya sang kakak setelah melepas pelukan kuat adiknya

"Capek sih. Tapi seneng ketemu temen-temen baru" bohong. Rea tidak pernah menikmati situasi dimana ia harus berada dalam frame yang sama dengan banyak orang asing.

"Bagus deh kalo gitu. Gak sia sia satu tahun kamu buat terapi" Rega tersenyum lalu mengacak-acak rambut adiknya gemas. Rea tersenyum sambil mengangguk. Sekali lagi dia berbohong.
Rea mengambil totebag ditangan kakaknya lalu mereka berdua berdampingan masuk ke dalam rumah. Saling melempar senyum dan berbagai kehangatan dengan genggaman pada tangan mereka.

Rea menutup pintu kamarnya lalu bergegas mandi karena ia harus memasak makan malam untuk mereka berdua. Setelah siap dengan pakaian santainya Rea menuju dapur untuk memasak. Setelah masakannya sudah tersaji diatas meja Rea pergi ke kamar kakaknya agar segera ke bawah untuk makan bersama dengannya.

Dimeja makan tidak ada suara selain bunyi sendok dan piring yang bertubrukan. Kakaknya sibuk makan sambil membaca buku sedangkan Rea sibuk memikirkan kalimat kakak tingkatnya tadi.

"Re nanti malem kakak ada acara, kamu mau ikut apa dirumah aja?"

"Kalo ikut gak ganggu kan?"  jawab Rea

"Boleh. Tapi jangan minta pulang pas ketemu ibu ibu sosialita"

"Emm banyak makanan kan tapi?" Tanya Rea sedikit ragu

"Ini festival batik btw." Jawab Rega santai

"Jinjja?" Rea melebarkan matanya karena kaget.

***

Seorang wanita paruh baya sedang mengamati setelan yang dipakai oleh puteranya. Bagaimanapun juga putranya harus menjadi pusat perhatian malam nanti. Baju beskap hitam dipadukan dengan ulos Batak, celana kain warna hitam lalu topi khas Batak yang bertengger manis di kepalanya, sempurna. Risa tersenyum lalu mengacungkan dua jempol untuk putranya. Risa mengambil kameranya dan memfoto putranya. Apapun alasannya Shindu adalah model paling tampan yang dipunyai Risa.

Sepasang ibu dan anak itu menaiki mobilnya untuk pergi ke tempat diselenggarakannya acara tersebut. Saling melempar candaan mereka lakukan saat mobilnya membelah jalan raya.

Karpet merah terbentang di depan pintu masuk. Puluhan kameramen dan wartawan sudah berjajar di sepanjang karpet merah itu. Shindu dan ibunya berhenti sebentar untuk melambaikan tangan kepada mereka. Lalu kembali melanjutkan perjalanan mereka sampai ruang diselenggarakannya acara tersebut.

Half of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang