UND 8

2.9K 306 37
                                    

Louis berjalan dengan tergesa di koridor rumah sakit, wajahnya tampak gelisah. Siapapun yang melihat keadaan Louis saat ini pasti bisa menebak kalau pria itu kurang tidur selama beberapa hari.

"Neil!" seru Louis pada seorang pria yang duduk tertegun sambil memegang kedua sisi kepalanya di salah satu kursi tunggu, Neil mengangkat kepala saat mendengar namanya di panggil, tak ada respons hanya terdengar helaan nafas panjang dari Neil, "kita harus bicara Neil..." Ucap Louis resah.

Neil berdecak kesal, "jangan ganggu aku Louis..."

"Bagaimana bisa aku---"

"kau tidak usah khawatir. Tentang kematian Ceryl aku tidak akan menyebut namamu jika nanti aku menyerahkan diri ke Polisi, pergilah... Jangan temui aku lagi." Neil berkata dingin.

Untuk sesaat Louis tak merespons, ia menatap Neil yang duduk di atas kursi dengan saksama, "Neil... Pikirkan baik-baik keputusanmu, jika nanti kau menyerahkan diri ke Polisi bagaimana dengan kuliahmu? kita sudah semester enam seben---”

"Lalu bagaimana dengan bibiku? setiap melihatku dia selalu menanyakan Ceryl!" Neil bangkit dari duduknya, "laki-laki egois sepertimu tidak akan mengerti hal seperti itu, aku menyesal sudah mengikuti idemu untuk membuang Ceryl ke dalam la---" perkataan Neil terhenti saat dirinya menatap ke belakang Louis, di ambang pintu berdiri Abigail yang mematung, wanita paruh baya itu mengalirkan air mata.

"Bi, bibi...?" panik Neil, Louis ikut menoleh ke belakang saat mendengar kata 'bibi' keluar dari mulut Neil.

"Membuang Ceryl ke dalam apa?" suara Abigail begitu kecil, tubuhnya melemah, ia meluruh duduk, Neil mengacak rambutnya, pria itu mengepalkan kedua tangannya kesal, "bibi, bukan seperti itu..." Neil ikut menurunkan tubuhnya, ia memegang kedua pundak Abigail dengan kencang, seolah memaksa wanita renta itu untuk mempercayai hal yang akan ia katakan selanjutnya, "bibi..." Neil menghela nafas panjang.

"Baiklah... Karena sudah begini, aku akan mengatakan semuanya." Abigail tak menoleh wajah Neil sedetikpun, wanita itu memandang ujung koridor dengan tatapan kosong.

"Sebelumnya maafkan aku bi, maafkan aku karena sudah membuat Ceryl kehilangan nyawanya..." Air mata menganak sungai di pelupuk mata Neil, "malam itu, lima hari yang lalu sebelum aku menjemput bibi pulang dari Restoran, aku bertengkar dengan Ceryl lalu---”

"Cukup!" Abigail berkata tegas, ia menyeka air matanya kasar, "pergi dari sini!” Abigail bangkit dari posisi duduknya.

"...bibi maafkan aku, aku salah dan aku akan menyerahkan diriku ke kantor Polisi, tolong maafkan aku." Neil terisak, sedangkan Louis, pria itu mematung di tempatnya berdiri tanpa mengatakan sepatah katapun. Abigail tak menjawab, wanita itu kembali masuk ke dalam ruangannya lalu mengunci pintu dari dalam.

"Bibi..." Panggil Neil seraya memutar knop pintu, pandangannya menembus kaca untuk melihat Abigail yang menangis di tepian ranjangnya. Begitu pula Neil, ia meluruh duduk, menjambak rambutnya dengan kuat sambil terisak di bawah sana.

Louis yang sedari tadi memperhatikan perlahan mendekat, "...Neil..." Panggilnya pelan, "aku harus pulang..."

Neil tak merespon, pria itu masih dengan tindakannya, merasa di abaikan Louis perlahan membawa langkahnya ke depan, ekspresi yang terpasang di wajahnya tak bisa di tebak.

UNDERWATER

Deburan kecil ombak mengalun di telinga Ceryl, gadis itu menatap langit malam yang terhampar luas di atasnya, gadis itu lalu menatap kiri dan kanannya.

"Pasir?" bingung Ceryl.

Segera ia mengangkat kepalanya, untuk sesaat Ceryl terdiam, tiba-tiba saja pikirannya di penuhi dengan kejadian di mana Kai menciumnya di dalam air, seketika kedua mata Ceryl membesar, ia menyentuh bibirnya lalu bertingkah aneh.

"Ciumanku! ciuman pertamaku!" ucapnya dengan nada panik, Ceryl menatap sekitar, tak jauh dari tempatnya berada terdapat dermaga yang sepi, hanya sebuah siluet yang berhasil Ceryl temukan.

"Kai!" seru Ceryl, ia bangkit dari duduknya, kakinya yang tak beralaskan apapun menatap pasir halus yang kering. Ceryl naik ke atas tangga yang menghubungkan dermaga dengan pasir pantai, ia mendekati sosok yang kini mulai terlihat, rambut abu-abunya yang terpapar sinar rembulan serta surainya yang tertiup angin malam membuat Kai tampak begitu murni.

Pria itu, di selimuti kepolosan yang setiap kali melihatnya, Ceryl merasa terbuai.

"Kai?" panggil Ceryl pelan, namun pria itu tidak menjawab, meski jarak mereka berdua hanya terpaut beberapa meter, Ceryl menghentikan langkahnya, ia menatap wajah Kai dengan saksama, pria yang sedang menutup matanya seolah sedang bersedih akan sesuatu.

Senyap.

Tak ada kebisingan lain selain suara debur ombak yang pelan serta suara angin malam yang melintas di telinga.

"...kenapa mereka ingin Ceryl mati?" Kai membuka kedua matanya, "Ceryl...?" Kai membawa pandangannya untuk menatap wajah Ceryl yang berada tak jauh darinya, "dada Kai sakit, rasanya sesak sekali... Kenapa ingatan Ceryl penuh dengan kesedihan?" Kai mulai menggerakkan kakinya untuk mendekati sosok Ceryl.

"Semua kejadian yang terputar di kepala Kai, membuat hati Kai sakit..." Mata Kai berkaca, rambutnya perlahan mengeluarkan cahaya redup, "K,Kai?" Ceryl perlahan mundur seiring bertambahnya jangkauan kaki Kai, setelah beberapa langkah, Kai menjeda langkah kakinya, "kenapa waktu itu... Ceryl tidak ingin mati saja?" Kai berkata dengan nada tenang.

Untuk sejenak Ceryl terdiam, ia membalas tatapan mata Kai secara tepat, "...mati?" ulang Ceryl tampak berpikir, ia tersenyum kecil lalu menatap ke bawah kakinya, "rasanya aneh dapat pertanyaan seperti itu Kai... Terlebih, aku tak ingat apapun tentang diriku di masalalu." Ceryl kembali mengangkat kepalanya, tapi tak lagi menatap Kai, gadis itu memilih untuk menatap air laut yang tampak hitam kebiruan di malam hari.

Tanpa dialog Kai kembali melangkah untuk mendekati sosok Ceryl, "Ceryl..." Panggil Kai lembut, kedua tangannya menggenggam besi pagar pembatas tepi Dermaga.

"Hm?"

"...apa itu menikah?" tanya Kai sambil membawa pandangannya ke arah samping, menatap Ceryl dengan matanya memancarkan sinar keluguan. Ceryl tak langsung menjawab, ia ikut menoleh Kai, "kau tidak tahu apa itu menikah?"

Kai menggeleng pelan, "tidak... Tapi Kai yakin di dalamnya pasti ada cinta."


Untuk sesaat Ceryl tak menjawab, ia menatap wajah Kai yang terpapar cahaya bulan dari samping dengan saksama.

"Apakah kesedihan dari memori Ceryl bisa di hapuskan dengan cinta?" tanya Kai sambil menoleh Ceryl, "kalau bisa, mari kita menikah saja..."

UNDERWATER
To be continue...

GA BOLEH! kecepetan bambang, sembarangan bilang nikah-nikah, padahal sendirinya gatau.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
UNDERWATER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang