Aku dan Kamu

325 212 74
                                        

      Kemarin merupakan pertemuan awal Sinta bertemu dengan Agus. Ia jadi lebih dekat dengan Agus dan merasa kalau ia sudah mulai bisa berkomunikasi dibandingkan awal bertemu. Ketika bel istirahat berbunyi, mereka berdua bergegas menuju kantin sekolah. Sesampainya di kantin, mereka berdua mengobrol melalui selembar putih yang telah Sinta sediakan. Sinta sudah mulai terbiasa berbicara di kertas, baginya kertas merupakan dunia baru dalam berinteraksi.

"Lihat tuh Sinta, baru kemarin kenalan langsung gatel sama Agus. Murahan banget." Terdengar bisikan siswi seangkatan membicarakan dirinya.

Agus yang tak sengaja mendengar ucapan tersebut segera mengalihkan pandangannya ke arah Sinta. Ia takut kalau Sinta sakit hati mendengar omongan tersebut.

"Aku tidak apa-apa, Agus. Kamu tenang saja." Sinta menulis di atas kertas sambil tersenyum ke arah Agus. Agus yang melihat Sinta tersenyum merasa lega.

"Oh iya Agus, kamu bisa ajarkan aku bahasa isyarat?" Tanya Sinta pada kertas yang sama. Agus langsung mengangguk bersemangat. Waktu istirahat dipakai oleh mereka berdua untuk belajar bahasa isyarat.

Ketika bel berbunyi, mereka segera kembali ke dalam kelas agar tidak melewati pelajaran. Kini memasuki pelajaran kimia. Agus tidak terlalu memahami materi tabel periodik yang telah Bu Puji terangkan. Sinta yang melihat Agus kebingungan berinisiatif mengangkat tangan.

"Maaf Bu, boleh diulang mengenai tabel periodik? Agus sepertinya tidak terlalu paham Bu." Bu Puji yang mendengar ucapan Sinta segera mengulang kembali materi tersebut.

"Oke anak-anak, ibu akan membagikan nilai ulangan harian kalian minggu lalu." Bu Puji membagikan kertas hasil ulangan tersebut kepada Sinta. Sinta merupakan ketua kelas di kelas X IPA 4. Sejak awal memasuki SMA NEGERI TANAH HARAPAN BANGSA ia bertujuan untuk menjadi ketua OSIS. Walaupun di kelas ia hanya mampu menduduki peringkat sepuluh.

"Alhamdulillah, akhirnya nilai gue di atas KKM!" Ucap Yuna dengan bahagia.

"Nilai Lo berapa Sin?" Tanya Azkha kepada Sinta yang sedang sibuk membagikan kertas.

"Lumayan Ka, sembilan puluh.” Jawab Sinta kepada Azkha.

"Ada peningkatan Lo, biasanya di zona delapan. Mulai bekerja nih otak Lo?" Ejek Azkha.

"Iya dong, gue lagi suka di materi yang sekarang."

Kelas terasa ramai, semua siswa menanyakan hasil dari ulangan harian teman mereka. Kelas X IPA 4 rata-rata siswa mempunyai semangat belajar yang tinggi walaupun ada beberapa siswanya yang hobi bolos.

"Beneran nih? Nilai gue delapan lima?" Terlihat muka Kiki yang mangap lebar tidak menyangka. Biasanya ia selalu mendapatkan nilai dibawah KKM karena sering meninggalkan pelajaran.

"Nyontek Lo ya?" Tanya Rara kepada Kiki dengan curiga.

"Enak aja Lo, senakal-nakalnya gue ga pernah nyontek. Kalaupun nyontek semua kuping disini langsung pura-pura ga dengar.” Ucap Kiki dengan percaya diri.

Seketika seisi kelas tertawa mendengar ucapan Kiki. Memang benar kalau sedang ujian semua berfokus kepada soal dan menghiraukan suara-suara yang tidak penting.

"Sudah-sudah, semua jangan berisik nanti terdengar oleh Bu Ratna kalian di panggil satu-satu ke ruang BK." Bu Puji segera meredakan suara tawa yang masih terdengar jelas.

"Apakah dikelas ini ada yang remedial?"

"Dari hasil yang saya lihat tidak ada Bu," ucap Sinta.

"Bagus, kalian sudah berjuang dengan keras. Ibu berharap kalian bisa mempertahankan nilai serta tingkatkan nilai kalian, bukan hanya di kelas ibu, tetapi kelas pelajaran yang lain. Bisa dipahami?"

"Bisa Bu." Seluruh siswa di kelas menjawab serentak pertanyaan Bu Puji.

"Baik, ibu akhiri pelajaran hari ini. Selamat sore." Bu Puji segera meninggalkan kelas.

Tak lama kemudian bel pulang berbunyi, seluruh siswa dari masing-masing kelas berlari keluar secara serentak. Agus mengeluarkan handphone miliknya di dalam tas. Sinta yang sudah siap bergegas menuju rumah terhenti dikarenakan ada panggilan dari Pak Jono untuk mengantar surat dari Bu Zuleha kepada kepala sekolah dikarenakan ada urusan mendadak dari Bu Zuleha sehingga tidak dapat menyerahkan surat tersebut.

"Loh, Agus? Kamu tidak pulang? Dijemput?" Sinta sesaat berhenti berlari ketika melihat Agus sedang berdiri di depan pintu masuk.

"Orang tuaku sedang sibuk, aku sedang memesan ojek online untuk pulang," ucap Agus dalam bahasa isyarat.

"Kamu mau ku antar? Rumahmu di mana? Kita pulang bersama mau?" Tawar Sinta kepada Agus dengan senang.

Agus menganggukkan kepala menandakan ingin. Sesaat ia melihat Sinta sedang memegang sebuah surat. Agus yang penasaran menanyakan surat yang dibawa Sinta tersebut dengan cara menunjuk.

"Oh ini, surat dari Bu Zuleha buat kepala sekolah, Gus. Bu Zuleha ada urusan mendadak jadi aku yang menggantikan."

Kini waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, Sinta melanjutkan perjalanan ke ruang kepala sekolah. Agus memutuskan untuk menunggu Sinta sampai selesai mengantarkan surat tersebut kepada kepala sekolah di pintu masuk. Selesai mengantarkan Sinta segera mengajak Agus untuk pulang bersama.

"Rumah kamu di mana, Gus? Biar aku yang antar kamu dengan motorku,"

"Jalan Harapan Bangsa," jawab Agus dengan memberikan peta arah pulang.

"Ooo, itu sih searah sama rumah ku. Yuk naik." Kini Sinta sudah mulai mengerti bahasa isyarat. Agus segera menduduki jok motor Sinta. Dalam perjalanan keadaan terasa sunyi, Agus menikmati angin sepoi-sepoi di sore hari dengan menaiki motor. Biasanya Agus diantar jemput oleh ayahnya dengan menggunakan mobil.

"Sip, sudah sampai," Sinta memberhentikan motornya. Agus bergegas menurunkan tubuhnya dari  jok motor Sinta.

"Terima kasih," ucap Agus.

"Iya, sama-sama. Aku balik ya." Segera sinta meninggalkan rumah Agus yang terlihat luas.

Cinta Dalam BisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang