Bab 1 : Memori Kelam

13 4 4
                                    

Aku benci mengingat kenangan itu. Tidak, aku tidak benci. Aku takut.
____________________

"Ge, hari ini masuk jadwal ya?"

Genta hanya mengangguk, pikirannya sedang berkelana. Kira-kira, siapa yang memberinya Mocha? Ah, mengapa ia jadi penasaran begini?

"Mikirin apa sih?"

Genta menoleh, "Kamera—," ia menghentikan ucapannya. Lula belum mengetahui perihal Mocha, apa ia harus memberitahunya?

"Kamera? Mau beli kamera baru?" Tanya Lula sembari mengetik sesuatu di tabletnya.

"Kamera CCTV di depan rumah, rusak ya?"

Lula menggeleng. "Enggak kok, masih baru masa udah rusak lagi. Kenapa? Ada sesuatu?" Ujar Lula memastikan.

"Ada yang naro kucing di depan rumah, gak tau siapa."

Lula mengangguk mengerti, "nanti aku cek."

"Genta! Magenta!"

Genta dan Lula menghentikan langkahnya dan menoleh, mendapati seorang pria yang sedang berlari ke arah mereka.

Genta memiringkan kepalanya lalu menatap Lula. "Itu Evan, mantan kekasihmu." Jelas Lula saat menyadari kebingungan Genta.

"Dia lagi, mau apa sih sebenarnya?" Lanjutnya dengan nada tak suka.

Lula memandang sekeliling, orang-orang sedang menatap mereka dengan rasa penasaran. Ada pula yang berbisik seperti membicarakan sesuatu.

"Masih berani ya ketemu Bu Genta, gak tahu malu banget."

"Ya ampun, sayang banget wajahnya tampan tapi sikapnya engga."

Genta mendengar semua bisikan itu, ia tersenyum kecil. "Ada perlu apa?" Tanya Genta to the point.

"Ge, semua rumor itu bohong. Tolong, percaya sama aku. Gak mungkin aku selingkuhin kamu. Aku cuma sayang sama kamu." Ujar pria sembari menggenggam tangan Genta dengan wajah memelas, Genta menarik tangannya, ia kurang suka disentuh oleh pria, apalagi sosok yang tidak dekat dengannya.

Genta tersenyum, lalu mendekatkan diri pada telinga pria itu.

"Sudah? Kalau mau drama lagi jangan disini." Sejenak ia melihat para karyawan yang sedang menyaksikan mereka.

"Malu. Dilihat oleh karyawan saya, permisi." Lanjut Genta lalu meninggalkan pria itu yang melongo tak percaya, entah karena dipermalukan atau karena kata-kata yang keluar dari mulut Genta sangat menyakitkan.

Sebelum pergi, Lula sempat menjulurkan lidah pada pria itu. "Mampus."

***

Ruangan itu selintas terlihat didesain terlalu minimalis. Dinding dan langit-langitnya berwarna putih, tingginya sekitar lima meter. Genta melihat sekeliling, matanya menangkap seorang pria berusia awal tiga puluhan. Dia mengenakan pakaian berwarna abu dan memegang tablet layar sentuh. Ia merupakan seseorang yang bertanggung jawab atas Genta.

"Bagaimana kabarmu?"  Pria itu tersenyum, memulai percakapan.

"Good."

"Apa ada pekerjaan yang memberatkanmu?" Tanya pria itu dengan senyuman yang masih setia terukir indah di bibirnya.

Genta menggeleng.

"Aku dengar, kamu memutuskan hubunganmu dengan Evan secara sepihak?"

"Hmm, itu kesalahannya."

Remember SummertimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang