Bab 3 Arjuna

10 1 0
                                        

Mereka bertiga berpandangan, terlihat ragu sembari memperlambat langkah. Rinjani mendongakkan dagu ke arah depan, menyuruh teman-temannya segera berjalan lebih cepat

"Hei, cewek! Sombong banget, sih!” Terdengar beberapa derap langkah mendekat di belakang mereka. Muka Anya kini terlihat panik. Bibirnya bergetar.

Fara berusaha menggenggam jemari Anya. Sementara Rinjani, tetap berjalan paling depan menuju kos sahabatnya. Ia tak tahu siapa lelaki itu, yang bisa dilakukan hanya berdoa agar lelaku itu hanya iseng.

Tiba-tiba tiga orang lelaki sudah menghadang gadis-gadis itu. Penampilan para penghadang dengan muka garang, baju jins robek-robek—yang sekilas seperti preman—tentu membuat jantung Rinjani, Fara serta Anya berdetak lebih kencang. Apa yang mereka inginkan?

“Gue itu manggil elo, Syantik!” tukas laki-laki berpenampilan paling sangar. Brewok panjang, tatap mata bengis serta bekas luka memanjang di pipi, membuat siapa pun yang melihatnya akan memilih minggir. Telunjuk si brewok mengarah pada Rinjani. Membuat bulir-bulir keringat mulai muncul di muka gadis itu

“Sa-saya?” Rinjani berusaha terlihat berani, walau sempat tergagap.

"Ya iya, laah. Cantik-cantik, masa bolot! Ha ha haa."

Tawa membahana terdengar dari ketiga lelaki itu. Rinjani melihat sekeliling. Sebenarnya tempat ini cukup ramai, tapi pandangan orang-orang yang lewat pada ketiga lelaki itu, membuat Rinjani tahu tidak ada yang mau menolong ia beserta Fara dan Anya.

“Ada apa, ya, Bang? Saya buru-buru!” tegasnya di depan preman itu.

“Huuu ... galak dia ternyata, Bang!” Preman dengan jaket jeans bertuliskan logo klub motor menimpali perkataan Rinjani, yang disambut tawa oleh Bang Brewok. Fara berusaha maju dengan badan sedikit bergetar.

"Bang, mohon maaf, ya. Kami harus pulang dulu ke rumah. Tidak bisa lama-lama di sini. Maaf, ya!"

Fara mengangguk sambil menggandeng tangan Anya dan Rinjani, memutuskan segera pergi. Namun, ketiga lelaki itu mempercepat langkah, hendak mengejar.

"Far, gimana ini? Kok kesannya kita kayak maling?" tanya Anya sambil terengah.

Kemudian gadis itu tiba-tiba terhuyung tidak bisa menahan keseimbangan. Sepatu hak tinggi yang ia pakai, memang tidak cocok untuk berlari. Rinjani berusaha menangkap tangan Anya, tetapi tak kuat. Begitu juga Fara, yang ikut terjatuh karena gerakan Anya. Mereka bertiga terduduk di aspal.

"He he he. Mau ke mana ini, cewek-cewek syantik. Udah, sini. Ngobrol dulu sama Abang. Diajak kenalan aja nggak boleh," sahut pria yang sepertinya pemimpin preman.

"Iya, tenang aja. Kita nggak gigit, kok," sahut temannya yang bertubuh kerempeng.

Ketiga lelaki itu kini mengelilingi tiga gadis yang terlihat ketakutan. Mata Anya mulai memerah. Sementara Fara dan Rinjani berusaha berdiri, ada sosok seorang laki-laki yang mendekati mereka semua.

"Bang Ewok, lepasin aja mereka, lah, Bang. Abang nih, mau kenalan apa mau malak? Kesian lah mereka tuh, udah pucet gitu!

Suara galak seorang laki-laki yang menegur pria bermuka garang di hadapan mereka, membuat ketiga gadis cantik itu menoleh. Rinjani tersentak. Pria ini, pria yang tadi ia cari!

Pria yang datang telat di mata kuliah Perpajakan, dan yang menurut Anya kumal plus tak perlu diperhatikan. Rinjani masih memerhatikan pria itu tanpa kedip. Sementara pipi Anya memerah, menyadari itu adalah pria yang tadi diejeknya.

"Bah, kenapa kau ikut campur, lai! Aku cuma mau kenalan saja, mereka lari semuanya. Cem mana kalo aku rampok," gerutu pria brewok tadi pada pria penyelamat mereka.

"Ish, Bang. Tak patut lah kau ngomong gitu. Nanti kau diteriaki maling lagi sama gadis-gadis ini. Mau, kau?"

Preman brewok tadi tampak terpekur bersama kedua temannya. Cengiran yang menghiasi muka mereka sebelumnya, telah menghilang.

"Ya sudahlah kalo gitu. Maaf ya, Adek-adek syantik. Sungguh, Abang tadi cuma mau tahu nama kelean saja. Nggak ada maksud lain. Sudah nasib awak mungkin, semuanya takut sama awak."

Bang Bewok meminta maaf pada ketiga gadis itu. Ia hendak mengulurkan tangan mengajak bersalaman, tetapi melihat muka Anya dan Rinjani yang masih pucat, ditariknya kembali tangan kekar itu. Segera pamit pada ketiga gadis itu, serta pria yang menyelamatkan.

"Makasih ya, Mas. Kalau nggak ada Mas, kita nggak tahu bakal gimana."

Rinjani menoleh pada pria di sebelah kanannya, mencoba membuka pembicaraan. Pria itu hanya tersenyum. Membuat Rinjani baru menyadari, senyum serta tatapan matanya, sangat teduh.

"Iya, sama-sama, Mbak. Maafin dia ya, kebetulan dia tetangga saya."

"Jadi, Mas asli tinggalnya deket sini? Oh iya, namanya siapa ya? Saya Rinjani, ini teman saya, Fara. Yang nggak pakai jilbab, Anya. Sepertinya tadi saya lihat Mas masuk ke kelas Perpajakan."

Rinjani berusaha mengajak pria itu bicara terus karena dari gelagatnya, pria itu hendak pergi. Sementara Fara dan Anya, hanya mengangguk pada pria di depannya.

"Rinjani? Apa kamu suka naik gunung? Nama saya Arjuna. Panggil aja, Juna. Iya, tadi saya telat masuk kelas. Maaf saya buru-buru. Duluan ya, semuanya."

Juna segera pergi setelah melambaikan tangan pada merrka bertiga. Mata Rinjani terus menatap belakang tubuh pria itu sampai ia berlalu masuk sebuah belokan.

"Hemm, kayaknya ada yang terpesona sama cowok tadi, nih," goda Fara sambil merangkul lengan Rinjani. Membuat pipi gembil Rinjani memerah.

"Rinjani, Arjuna. Jani dan Juna. Cucok kayaknya, ya gak, Far?"

Giliran Anya yang ikut-ikutan menggoda Rinjani. Membuat pipi gadis berambut panjang itu makin memanas, hingga pura-pura mengejar kedua temannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 06, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Renjana RinjaniWhere stories live. Discover now