1 - Penyemangat

87 11 3
                                    

Dear, Mas Satria, I have crush on you!

~

Cerita ini berisi tentang kisah asmaraku dengan seorang cowok penjual roti bernama Satria.

Awal perkenalan kami adalah murni karena transaksi jual beli.

Tentu saja jual beli roti, memangnya apalagi?

Aku yang sedari kecil mempunyai kebiasaan susah makan nasi, agaknya membuat teman-teman Kantorku khawatir. Salah seorangnya memberikan sebuah kontak WhatsApp penjual roti langganannya. Dia berkata, "Roti buatannya Mas Satria itu enak parah! Lo harus coba! "

Sesuai arahannya, aku pun mencoba menghubungi kontak tersebut lalu memesan beberapa roti. Memang betul kata temanku, roti buatannya Mas Satria itu benar-benar enak! Sampai mau meninggal saking enaknya.

Selain karena rasa, ada 1 hal lagi yang membuatku tertarik untuk terus berlangganan dengan beliau.

Benar! Karena Mas Satria itu ganteng banget! Bukan hanya tampangnya, tapi sikapnya yang sopan juga tampilan rapinya, benar-benar masuk dalam kriteria idamanku. Terkadang aku sempat berpikir seperti ini, apa jangan-jangan Mas Satria itu adalah Pangeran yang diutus Tuhan untuk mendampingi masa depanku nanti?

Haha, aku memang suka berhalusinasi tanpa deskripsi nyata ya?

Ini sudah 1 minggu sejak kami saling mengenal dan aku semakin akrab dengan Mas Satria. Dia sangat ramah juga humoris dalam waktu yang bersamaan. Bagaimana mungkin aku tidak jatuh hati dengan cowok itu?

Sejujurnya, aku sungkan memanggilnya Mas. Kesannya seperti sudah dekat lama begitu. Tapi, dia tidak keberatan! Malah dia berkata seperti ini, "Senyaman kamu aja mau gimana manggilnya, aku sama sekali nggak keberatan. "

Ya Tuhan! Mas Satria hanya mengucapkan sebaris kalimat, tapi damage-nya bukan main! Suara serak manisnya itu selalu easy listening di telingaku, hal yang aku rindukan setiap malam sekarang.

Banyak fakta-fakta tentang Mas Satria yang baru aku temukan, salah satunya adalah dia yang sudah lulus kuliah dengan gelar Sarjana. Beda sekali dengan aku yang lebih memilih bekerja daripada meneruskan pendidikan.

Oh, iya. Mas Satria membangun usaha rotinya ini dibantu oleh Mamanya, dia sendiri yang memberitahuku. Hebat! Masih muda sudah mempunyai usaha sendiri, aku jadi semakin kagum.

Pagi tadi, aku sudah menghubungi Mas Satria untuk memesan roti. Ketika waktu sudah menunjukkan jam istirahat, aku segera keluar dari gedung berkaca ini. Aku menunggu kedatangan Mas Satria di halaman depan, duduk pada sebuah bangku kayu yang disediakan oleh pihak Kantor.

Sebuah kewajaran bila di jam-jam seperti ini aku akan merasakan kantuk yang luar biasa. Ditambah dengan angin kecil yang terus mengusikku di tempat. Aku terus memandangi pintu masuk, berharap orang yang sedari ku tunggu segera datang.

Semakin lama, semakin aku mengantuk tak terindahkan. Aku mulai menopang dagu dengan 1 tangan lalu mataku menutup sejenak untuk memanjakan rasa kantuk yang sudah membabi buta.

Suasana siang yang tenang, aku hanyut dengan tidurku terangku. Tak lama, sebuah tepukan ringan menyapa pundakku. Tentu saja aku terkejut dan langsung membuat mata walau berat.

Damn!

Aku mematung untuk beberapa detik saat wajah ganteng Mas Satria hadir tepat di depan wajahku.

Aku segera bangkit dari posisi duduk, bersiap menyapa Mas Satria walau batin ini merasa gugup setengah mati.

"Udah lama, Mas? " Tanyaku sekedar basa-basi dengan ekspresi aneh yang sekarang menjadi penyesalanku.

Mas Satria tersenyum lebar, manis sekali!

"Lumayan. Kamu tidur ya tadi? "

"Hah? Emangnya tadi aku tidur? "

Bukannya menjawab, malah aku bertanya balik. Benar, orang gugup akan berakhir dengan tingkah yang konyol. Mas Satria tidak menjawab pertanyaanku tadi, melainkan tangannya yang mengarahkan 1 kresek putih berisi roti kepadaku.

Aku menerimanya dengan antusias. "Wah.., kesayangan udah datang! " Celetukku asal.

"Gimana, Lan? "

Aku membeku kembali lalu memaksa otakku untuk mencerna dengan baik kalimat apa yang baru saja aku katakan tadi.

"Eh? Maksud aku..., rotinya Mas yang kesayangan! Iya! Rotinya! " Ralatku dengan panik.

Jika Mas Satria termasuk orang yang peka, pasti dia langsung sadar bahwa ini hanya alibiku saja.

Tapi, sepertinya tidak. Mas Satria hanya tersenyum lebar seperti sebelumnya.

"Itu rotinya gratis, Lan. Kamu nggak usah bayar. "

"Loh? Kok gitu, Mas? Ini buat teman-teman Kantor juga! Nggak ah, aku bayar aja! "

Mas Satria segera mengambil langkah mundur ketika aku sedang berusaha mengambil uang di dalam dompet. Seperti menghindar?

"Kenapa kamu nolak? Itu aku ikhlas loh ngasihnya. "

"Bukannya nolak sih, tapi kan.., "

Aku memelankan suaraku ketika Mas Satria menempatkan jari telunjuknya di depan bibir, seperti memberi tanda agar aku berhenti bicara.

"Anggap aja itu penyemangat dari aku. " Ucapnya sehangat kopi manis di pagi hari. Hatiku semakin tidak karuan di tempatnya.

Untuk yang kesekian kalinya, Mas Satria tersenyum, namun kali ini lebih santai daripada yang sebelumnya.

"Aku pulang sekarang ya, Lan. Mama lagi bikin adonan di rumah. Semangat ya kerjanya! "

Aku mengangguk, berusaha untuk tenang bahkan ketika Mas Satria berbalik badan dan berjalan pergi bersama motornya. Posisiku masih seperti ini walau tahu Mas Satria sudah pergi jauh dari area Kantor.

"MAMA, AKU DISEMANGATIN SAMA MAS SATRIA!!!!! "

Agak memalukan ketika aku sedang kasmaran dengan seseorang. Dia akan terlihat begitu nyaris sempurna di mataku. Bahkan gerak-geriknya pun aku perhatikan!

Hadirnya cinta memang tidak bisa diprediksi. Tiba-tiba muncul seperti kedatangan hujan walau tak ada awan mendung sebelumnya.

Dear, Mas Satria | Day6 SungjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang