Profesional vs Amatir

34 2 0
                                    

Tulisan ini muncul karena beberapa hari lalu aku membicarakan soal profesional dan amatir di tempat kerja. Tidak ada maksud untuk menyindir atau memojokkan pihak manapun.

============================================================

Aku adalah penulis profesional di bidang non-fiksi, tapi saat ini aku hanyalah penulis amatir di bidang fiksi. Dulu sempat menjadi penulis profesional di bidang fiksi, tapi karena ada beberapa masalah dan pengalaman pahit, akhirnya kembali lagi menjadi penulis amatir.

So, sebagian orang mungkin bingung dengan pernyataan di atas. Kenapa bingung? Karena arti profesional dan amatir yang dipahami secara umum ternyata tidak tepat. Jangankan orang awam, orang yang mengaku sebagai penulis saja kadang tidak tahu kok.

Arti dari profesional amatir yang sering dipahami oleh masyarakat luas adalah tingkatan keahlian. Dimana keahlian orang diawali dari pemula, berlanjut menjadi amatir, dan lalu profesional. Sayangnya, level ini tidak benar. Well, tidak sepenuhnya benar, tapi tidak sepenuhnya salah. Tingkatan level ini, bisa dibilang, muncul atas dasar kebiasaan.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), definisi profesional adalah 1 bersangkutan dengan profesi; 2 memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; 3 mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir).

Dan definisi Amatir adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar kesenangan dan bukan untuk memperoleh nafkah, misalnya orang yang bermain musik, melukis, menari, bermain tinju, sepak bola sebagai kesenangan.

Kata kunci dari perbedaan profesional dan amatir pada bidang penulisan adalah profesi, nafkah, pembayaran. Jadi menurut KBBI, seseorang sudah bisa dianggap sebagai profesional ketika dia menjadikan suatu kegiatan, pada kasus ini menulis, sebagai profesi, memiliki kepandaian khusus, dan dibayar.

Kalau penulis yang bersangkutan melakukannya sebagai kesenangan dan tidak dibayar untuk melakukannya, tidak peduli seahli apa pun, orang tersebut masih masuk ke dalam kategori amatir. Namun, kalau dia menerima bayaran, meski mungkin tujuan utama penulisnya hanya untuk kesenangan, dia sudah masuk ke ranah profesional.

Untuk definisi nomor 2, bisa dibilang adalah zona abu-abu. Bidang formal seperti guru, teknisi, dsb, telah memiliki syarat khusus seperti pendidikan formal dan juga sertifikasi khusus. Namun hal ini belum bisa diterapkan pada bidang informal. Pada bidang informal, pendidikan formal (seperti sastra, seni, dsb) masih dipandang sebelah mata. Dan untuk proses sertifikasi bisa dibilang masih sangat baru.

Yes, sangat baru. Banyak yang tidak tahu mengenai sertifikasi ini. Bahkan aku sendiri baru dapat informasi kalau mulai 2019 sudah ada sertifikasi resmi untuk penulis dan editor. Sebelumnya, yang ada hanyalah "sertifikat telah mengikuti pelatihan kepenulisan xxx". Jadi, untuk pembahasan nomor 2 akan diabaikan karena ini berhubungan dengan legal. Ini ranah hukum sebenarnya XD.

Kembali ke bahasan nomor 1 dan nomor 3. Definisi nomor 1 adalah bersangkutan dengan profesi dan nomor 3 adalah mengharuskan adanya pembayaran. Jadi, kalian harus menjadikan menulis pekerjaan yang menghasilkan, harus ada uang mengalir. Kalau tidak, profesionalitas sebagai penulis akan dipertanyakan.

Di real life, aku bekerja sebagai penulis maupun editor tulisan non fiksi. Jika menulis atau melakukan edit naskah non fiksi, umumnya, aku akan minta bayaran. Dan, ya, itu adalah sumber pemasukan utamaku. Jadi, di bidang non fiksi, aku adalah penulis profesional.

Lalu, mungkin ada juga yang bertanya, "kalau begitu, orang-orang yang buka komisi atau ghost writer adalah penulis profesional?". Yes. Mereka adalah penulis profesional. Well, mereka mendapat pekerjaan dari menulis, entah itu menulis artikel yang diinginkan suatu perusahaan, membuka komisi, ataupun menjadi ghost writer. Bahkan, di pekerjaanku sebagai penulis profesional di bidang non fiksi, bisa dibilang adalah ghost writer. Kenapa? Karena namaku tidak akan muncul pada tulisan tersebut. Yang namanya ditulis adalah klien yang meminta jasa tulisan tersebut.

Di lain pihak, ada yang disebut dengan amatir. Saat ini, aku menulis "I am No King" sebagai penulis amatir. Kenapa penulis amatir? Karena aku tidak mendapat uang dari "I am No King". Aku hanya menulis "I am No King" for fun, sebagai kesenangan. Jadi, ketika ditanya soal "I am No King", aku bukanlah penulis profesional, hanya penulis amatir. Namun, dulu, ada beberapa karyaku yang dikontrak dan aku mendapat uang. Saat itu, aku menjadi penulis fiksi profesional.

Jujur, dibanding "I am No King", karya yang dulu dikontrak memiliki kualitas yang inferior (secara penulisan). Jadi, hanya karena menjadi penulis profesional, bukan berarti karyanya lebih baik dari yang amatir. Inilah persepsi yang sering salah.

Karena dunia penulisan sangat fleksibel seperti ini, kami jarang menyebut seorang penulis sebagai profesional atau amatir. Kami lebih sering menggunakan istilah "tulisan profesional" atau "tulisan amatir". Misal, karyaku yang saat ini dipublikasikan oleh mazaya publishing house berjudul "Karma", yang bisa dibeli di ibuk dan greatdeu, adalah tulisan dengan tujuan komersial. Jadi, "Karma" adalah "tulisan profesional".

Di lain pihak, "I am No King", dibuat bukan untuk tujuan komersial, hanya sebagai kesenangan. Walaupun kemarin sempat dijual di event cf, aku hanya melakukannya sebagai penggalangan dana untuk sumbangan ke anak yatim. Oleh karena itu, "I am No King" adalah karya amatir, tidak ada pembayaran. Bukan hanya "I am No King", karyaku yang lain, baik cerpen atau artikel, yang tidak berbayar juga bisa disebut sebagai "tulisan amatir". Jadi, fokus penggunaan istilah profesional dan amatir adalah pada karya, bukan penulisnya.

Lalu, mungkin ada banyak yang bertanya, kenapa kok istilah yang dipahami oleh orang umum justru berbeda dimana amatir dan profesional adalah tingkatan keahlian? Well, ini sendiri disebabkan oleh persepsi masyarakat secara umum. Dan, ini, bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga seluruh dunia.

Pada dasarnya, di mata masyarakat, pengakuan terbesar atas apa yang kamu lakukan dinilai dari uang yang dihasilkan. Kalau tidak bisa menghasilkan uang, maka apa yang kamu lakukan dianggap tidak penting. Di lain pihak, kalau sudah dibayar, kamu seperti sudah diakui, sudah dianggap penting. Dan, karena kita hidup di dunia dimana kesuksesan UMUMNYA diukur dari uang yang dihasilkan, maka anggapan Profesional lebih ahli dari Amatir pun muncul.

Lalu, bukan hanya itu. Ketika ada uang terlibat, kedua belah pihak akan dipaksa menurut pada kesepakatan. Jika penulis tidak bisa memenuhi kesepakatan atau tulisannya tidak bisa diterima oleh klien, maka tidak ada uang yang didapat. Hal ini memaksa penulis untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, setidaknya diterima oleh klien. Untuk melakukannya, bisa edit dan revisi berkali-kali (tergantung kesepakatan).

Di lain pihak, penulis amatir tidak memiliki obligasi untuk memenuhi tuntutan karena tidak ada uang yang didapat. Hal ini, terkadang, membuat penulis hanya asal membuat tulisan, tidak peduli kualitas, tidak peduli yang lain. Penulis akan beralasan, "kan dia cuma minta tolong. Aku ga dibayar. Buat apa bikin tulisan bagus?".

Karena dua hal tersebut, seringkali, tulisan yang didasarkan oleh uang memiliki kualitas lebih tinggi. Dan, secara tidak langsung hal ini memunculkan anggapan "tulisan profesional" memiliki kualitas lebih baik daripada "tulisan amatir". Sebenarnya ada juga alasan lain yang bisa dibilang berlatar belakang pada kedengkian dan sifat arogan manusia. Namun, aku tidak akan membahasnya. Hehe.

Sebenarnya, istilah profesional ini bisa digunakan bukan hanya pada bidang penulisan, tapi pada bidang informal lain. Namun, pada bidang formal hal ini tidak belaku. Di bidang formal, seseorang baru bisa disebut profesional utuh kalau dia telah menempuh pendidikan formal dan memiliki sertifikasi khusus juga.

Namun, melihat sudah ada sertifikasi penulis dan editor resmi, mungkin ke depan kita akan melihat pekerjaan penulis sebagai pekerjaan formal juga. Ya, itu masih mungkin.

Kumpulan Artikel RandomWhere stories live. Discover now