Selesai shalat subuh, aku membereskan tempat tidurku. Kegiatan rutin yang memang setiap hari kulakukan. Menjadi anak tunggal tidak membuatku menjadi seorang anak yang manja, karena dituntut mandiri sejak dini oleh Baginda Prabu. Ya, walau hanya merapihkan kamarku sendiri hehehe... dan mungkin tak serapih bunda tentunya. Pada awalnya memanglah sulit, tapi lama kelamaan semua itu menjadi mudah untuk kulakukan. Mungkin karena sudah terbiasa.
Oh ya, sekarang hatiku sedikit tenang. Setelah shalat di masjid, tadi aku bertemu dengan bang Surya dan berbincang seperti biasa. Awalnya bang Surya sempat terkejut ketika melihat wajahku yang penuh dengan luka lebam dan bertanya mengapa bisa demikian. Aku pun menjelaskannya, dengan embel-embel darah muda. Seperti yang bunda katakan semalam.
Alasan yang umum bukan?
Dan yang aku tangkap dari obrolan kami, sepertinya Sinta menggunakan siluman ghaib kembali sebagai alibinya.
"Selamat pagi dunia! Hahahaha ... alay kambuh." Aku terkekeh, geli sendiri ketika melakukannya di balkon kamar yang langsung menghadap langit yang menampakkan indahnya semburat matahari di pagi hari.
"STRES LO!" teriak seseorang di bawah sana.
Hm...
Oke, pagi cerahku tercemar ketika mendengar suara berat dengan sedikit cempreng milik tetanggaku yang tak lain adalah sobat laknatku, Putu Putra Lesmana a.k.a Putu Kupret. Terlihat ia mengeluarkan motor ninja miliknya dari dalam bagasi. Dengan seragam batik sekolah sudah melekat ditubuh cungkringnya.
"STRES ENDASMU!" balasku dengan berteriak juga. "TUNGGU DI SITU, GUE JUGA MAU NGELUARIN MOTOR!"
Aku bergegas keluar kamar, menuruni satu persatu undakan tangga. "Awas jatuh." Peringat bunda yang melihatku berlari menuruni tangga. Dan ...,
BLAM!
Tepat di undakan terakhir aku terjatuh, terjerembab di atas lantai. Kulihat bunda yang berlari terbirit-birit menghampiriku.
"Kamu gak apa-apa? Bunda juga bilang apa, awas jatuh. Makanya kalo turun tangga itu hati-hati."
"Hehe ... iya, maaf." Aku bangun dengan dibantu bunda. "Aku gak kenapa-napa, aku kan laki," ucapku menaik turunkan alisku. Bunda hanya terkekeh geli.
"Ya udah deh bunda, aku mau ketemu Putu dulu. Nagih 'janda bolong' bunda."
Kukecup kening wanita yang telah mempertaruhkan nyawanya saat melahirkanku ke dunia ini.***
"Anjir ... muka lo gak banget, Bram."
Itu kalimat pertama yang Putu ucapkan ketika aku mendekatinya."Gak apa-apa, cuma sementara. Nanti juga ganteng lagi."
"Bibir lo jeding bego, perasaan kemaren nggak deh."
Dengan reflek aku menyentuh bibirku yang memang terasa 'ngajendol' (😂)
Dengan segera aku berkaca pada spion milikku."What?!" Ah, ini pasti gara-gara aku yang mencium lantai ketika jatuh tadi. Dengan segera aku masuk ke dalam rumah mengambil masker kemudian memakainya. Dan keluar kembali menghampiri Putu yang kini sedang bersandar di pagar pembatas rumah kami.
"Nah, gitu baru cakep."
"Kampret."
"Hari ini, hari pertama masa scorsing lo ya?!"
"Yap."
"Tiga hari ya?"
"Yup."
KAMU SEDANG MEMBACA
Typical Of Love -SIRAM💕
Fiksi Remaja"Tak selamanya Sinta ditakdirkan untuk Rama. Jangankan saling mencinta, untuk bersama pun tak bisa." "Jangan memaksa jika memang tak ingin tersiksa." "Jika memang cinta, maka lepas dia untuk gue yang memang dia cinta." Aku menangis ketika mengingat...