Udah sayang, baru dibuka.

842 60 17
                                    

"Mbak Irene! Mbak! Mbak Irene!"

Irene ga mau nengok sebenernya, mau pura pura budek aja sampai masuk lift, tapi udah dipanggil tiga kali, kalau ga nengok takut dosa, soalnya Allah suka yang ganjil.

Galak galak begini, sejujurnya Irene paling gasuka jadi perhatian banyak orang, apalagi dipanggil keras keras dari jauh, sampai security pada nengok dikira ada fanmeet red velvet on the road.

Itu kenapa rencana awal Irene tuh jalan terus sambil pura pura lupa punya telinga, kemudian Irene sadar yang manggil dia tuh bukan sembarang orang, tapi si Wanda, tukang ayam kramat yang ga ada menyerah menyerahnya jadi tangan kanan Bunda Yuna.

Itu kenapa rencana awal Irene tuh jalan terus sambil pura pura lupa punya telinga, kemudian Irene sadar yang manggil dia tuh bukan sembarang orang, tapi si Wanda, tukang ayam kramat yang ga ada menyerah menyerahnya jadi tangan kanan Bunda Yuna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hm?"

Galak jawabnya, biar menghayati peran.

Wanda benerin kacamatanya sambil atur nafas. Namanya Ananta Wanda Arundaty, Irene sempat kira namanya Wanda Hamida. Cantik sih kalau mau jujur, tapi tangan kanan Bunda Yuna jadi bawaannya Irene sensi aja. Mana ini tangan kanan Bunda yang paling tahan, kalau yang lain udah minta resign setelah di pelototin Irene, si Wanda malah senyam senyum doang di pelototin, hampir aja Irene kira Wanda ada kelainan, tapi gelar sarjana dan master internationalnya Wanda jelas ga baris rapih di balik namanya untuk diem aja.

"Mbak Irene kenapa ga angkat telpon Bunda?"

Bukannya ga mau angkat telpon Bunda dan jadi anak durhaka, tapi Irene tau Bunda kalau telpon di jam kerja tuh kalau ga ngomongin kencan buta pasti cuma mau pamer anak anak temennya. "Oh nelpon ya? Lagi ga megang handphone."

Itu di tangannya Irene kalau bukan samsung flip ungu terus apaan? masa iya mainan di abang abang yang bunyinya tulilut tulilut. Wanda mau pukul Irene rasanya tapi ga berani jadi Wanda nangis aja, dalem hati. "Diangkat atuh Mbak, Bunda katanya kangen sama Mbak Irene."

"Kangen apaan tadi pagi ketemu?" dengan begitu Irene jalan terus ninggalin Wanda yang senyum miris sambil memikirkan betapa hijau hamparan rumput, betapa biru laut dan langit, serta betapa ramai dompetnya kalau bertahan kerja sama Bunda Yuna. Pokoknya apa aja yang bikin Wanda ga mikirin ulang pilihan hidupnya yang begini banget dan ga mikirin tentang mati muda.

"Apa kawin aja kali gua, ya?"

Menghela nafas lelah. Cape cape jadi lulusan harvard business school, pas lulus malah ngejar ngejar anak bos buat disuruh ikut kencan buta. Ya Allah tolong Wanda.

 Ya Allah tolong Wanda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mama GlukosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang