The Fool

2 2 0
                                    


Alesh terbangun disebuah ruangan remang-remang, tangannya terikat sebuah tali yang tersambung kesebuah rak besi di belakangnya. Pencahayaan di ruangan itu amat buruk membuatnya sulit untuk mengetahui ruangan apa yang sedang ia tempati sekarang. Beberapa menit berlalu Alesh mencoba untuk membuka ikatan tangannya.

Tak lama sebuah pintu di depan Alesh terbuka , seorang pria berbadan kekar memasuki ruangan tangannya meraba ke samping ruangan berusaha menggapai saklar lampu dan kemudian menghidupkan lampu.

Alesh yang sebelumnya tengah berusaha melepaskan ikatan tangannya berhenti menatap wajah pria itu. Wajahnya sangat mirip dengan pria yang merobek shallnya. Tidak dia memang orangnya.

"Lepaskan aku sekarang!" perintah Alesh.

"Nanti setelah kita berbicara" jawab pria itu

"Sebenarnya apa mau mu hah?!" tanya Alesh penuh amarah

"Baru saja aku ingin mengatakannya tapi kau sudah bertanya duluan. Baiklah karna kau terlihat begitu penasaran dengan siapa diriku" katanya tersenyum.

"Pertama lepaskan aku dulu" kata Alesh 

"Ah maafkan aku nona , tapi tak bisa. Aku tak mau mengambil resiko , kau bisa saja melakukan hal yang nekat. Tenang saja aku tak akan menyakitimu" jelas Pria itu

"Namaku Alrico, salam kenal" katanya memperkenalkan diri

"Aku membawamu kesini karena kau sudah melihat wajahku dan wajahmu juga sudah dikenali oleh para pihak berwajib. Apa kau sudah melihat berita tentang Presiden?"

Alesh menggeleng. 

"Aku menembaknya"

Mata Alesh membulat.

"Ya itu pekerjaanku. Aku seorang sniper yang handal, dan aku tak mau sampai karirku hancur hanya karna bisa terlacak polisi. Jadi sekarang aku memintamu untuk bergabung denganku" kata Alrico.

"Dan menjadi pembunuh sepertimu?" kata Alesh

"Ah kau membuatku kehilangan kata-kata. Ya aku memang seorang pembunuh , tapi jangan berkata terus terang seperti itu kepadaku , apa orangtuamu pernah mengajarkan sopan-santun padamu?" kata Alrico 

"Jangan ungkit apapun tentang keluargaku, aku tak suka" kata Alesh menendang Alrico tepat di tulang keringnya membuat pria itu melompat kesakitan memegangi kakinya.

"Aku akan berikan kau waktu untuk berpikir nona , adios!" Alrico keluar ruangan.

"Ah sialan!" umpat Alesh.

Alesh menghela nafas , menyandarkan kepalanya ke rak besi di belakangnya. Ia bingung harus bagaimana, jika ia sampai tertangkap polisi pastinya ia akan mengikuti setiap penyelidikan para polisi , belum lagi kalau-kalau para pihak berwajib itu nanti akan salah sangka dan menyalahkan dia atas penembakan Presiden, dan jika ia mengatakan bahwa Alrico-lah yang menembaknya bisa jadi hidupnya akan tidak tenang karna bisa saja Alrico atau komplotannya mengejar dirinyya untuk dibunuh.

Berjam-jam berlalu Alesh berada di ruangan itu. Kini hari sudah malam, Alrico datang membawakan sebuah nampan berisi makanan , ia mulai menyuapi Alesh.

"Kau tak perlu melakukan ini , aku bisa makan sendiri"kata Alesh angkuh

"Baiklah" kata Alrico tersenyum menuruti kemauan Alesh , masih duduk di depan Alesh memperhatikan gadis itu.

Alesh berusaha untuk menjangkau nampan makanan didepannya itu , tapi ikatan di tangannya menahan tubuhnya dan membuat ia sulit untuk membungkuk, mencapai makanan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If the World was EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang