ENAM

291 37 16
                                    

Belajar mencintai diri sendiri dulu sebelum mencintai orang lain.
-Dari Rendi untuk Yati-
____________________

Lima menit yang lalu bel tanda pelajaran berbunyi nyaring. Satu-persatu siswa mulai memasuki kelas. Sepasang mata hitam itu tanpa sadar terus menatap kearah pintu kelas yang terbuka. Menunggu kedatangan seseorang yang telah ia buat menangis.

Punggung Rendi menegak ketika melihat Alisa masuk kedalam kelas, sedetik kemudian mengacak rambutnya kesal saat sadar bahwa Alisa datang sendirian. 

"Riyanti engga akan masuk kelas" Rendi menoleh kearah Alam yang tiba-tiba saja membuka suara. Cowok itu mengangkat ponselnya menunjukan chat dari Alisa.

Rendi mengeryit bingung ketika membaca sebaris kata itu lalu menatap Alam dengan sebelah alis terangkat. "Ngapain Yati ke UKS?"

"Lo engga baca chat dari Alisa? Riyanti sembilangan" ucap Alam. Ia menurunkan kembali ponselnya.

"Apaan tuh?"

Alam mengedikan bahu, "Penyakit kayaknya."

"Tai, lo jangan bercanda!" Rendi menoyor kepala Alam kesal. Mana mungkin cewek model Riyanti punya penyakit. Jelas-jelas cewek itu baru saja membuatnya kesakitan.

Tapi bagaimana kalau Riyanti benar-benar sedang kesakitan? Rendi berdecak kesal karena ternyata tidak bisa berhenti memikirkan Riyanti. Maka tanpa memperdulikan guru yang sebentar lagi akan datang, Rendi memilih bangkit dan keluar dari kelas. 

Sepanjang perjalanan menuju UKS itu Rendi terus saja mendumel. Kalau Riyanti memang sedang sakit setidaknya Rendi ada disana untuk mentertawai Riyanti. Rendi menggeleng mengusir pikiran jahatnya. Ingat Rendi, doa orang sakit itu gampang dikabulin. Jadi jangan macam-macam.

Sedangkan didalam UKS Riyanti sudah setengah mati menahan rasa kesalnya. Ia bersumpah kalau bukan karena perutnya yang sakit, ia tidak akan sudi berbaring didalam ruangan ini dan menerima sodoran gelas berisi air hangat dari cewek yang ada didepannya.

Riyanti mendengus sebal. Selama dua tahun ia bersekolah, UKS adalah tempat terharam baginya. Bukan karena Riyanti takut obat tapi karena Riyanti tidak mau satu ruangan dengan Lina, si ketua eskul PMR.

"Aku dengar kamu sama Dimas baikan" Riyanti tidak menjawab. Ia hanya melirik Lina yang duduk didepan lemari tempat obat.

"Aku seneng liat Dimas akhirnya bisa senyum lagi" Lina berucap tulus. Ia menatap Riyanti dengan sungguh-sungguh. "Tadinya aku mau minta tolong ke kamu supaya maafin Dimas, tapi syukurlah kalian udah baik-baik aja."

Lina menghela nafas lelah karena Riyanti yang tidak kunjung meresponnya. Cewek pemilik poni rata itu hanya berbaring terlentang dengan sesekali melirik Lina lalu mendengus malas. Lina tahu jika Riyanti sangat membencinya. Tapi Lina serius ketika ia bilang akan meminta tolong pada Riyanti untuk memaafkan Dimas. Bukan karena Lina mengikhlaskan Dimas untuk Riyanti. Lina hanya ingin melihat Dimas kembali tersenyum, terutama padanya.

Miris memang mencintai seseorang yang jelas telah menaruh hati pada orang lain. Tapi mau bagaimana lagi jika Lina terlanjur menaruh rasa pada Dimas. Sulit untuknya untuk menghilangkan meski tahu sudah ada Riyanti didalam hati cowok yang ia cintai.

"Kamu tahu Riyanti, aku cuma mau yang terbaik buat Dimas. Kalo memang yang bisa buat Dimas bahagia cuma kamu, aku engga pa-pa kok. Aku bakal coba buat ngerti. Aku cuma minta tolong supaya kamu engga serakah. Tolong biarin Dimas juga perhatiin aku" Lina menekan dadanya yang berdenyut sakit.

Kita Yang Akhirnya Melangkah Kearah Yang BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang