6. Mencari Tahu Siapa

56 5 0
                                    

Suasana sore ini lumayan bikin bergidik. Rona petang yang menebarkan pendar kemerahan masuk lewat sela-sela pagar pembatas. Belum lagi mahasiswa yang memilih pulang lebih cepat, bikin bangunan tua yang umurnya lebih lama dari umur mereka terlihat menyeramkan saat sepi begini. Satpam yang bertugas pun hanya ada di pintu utama saja.

Salah satu dari mereka terus-terusan bergerak gelisah lalu merapatkan tubuh ke teman yang lain. Jemarinya mencengkram erat lengan gadis di depannya.

“Bisa nggak kita kesininya besok pagi aja? Ini sepi banget” keluh Tari. Sejak kedatangannya kemari perasaannya luar biasa tidak karuan. Dipandanginya satu per satu kedua gadis lainnya, namun tidak ada tanda-tanda ingin menyerah. Justru Melo yang kini memimpin barisan paling depan, sama sekali tidak ragu melangkah sementara dua dibelakangnya sudah gemetar bukan main.

“Nggak bisa. Lo tau sendiri kampus kalo pagi sampe menjelang sore rame banget, malahan malem juga masih suka rame. Nggak fokus nanti kita kerjanya… Mumpung sepi begini kesempatan kita nyari tau siapa yang lempar batu ke Ara, Tar.” Melo menolak cepat permintaan Tari.

Akhirnya Tari hanya bisa mendengus pasrah, “yaudah… Tapi cepetan.” Gadis itu berbalik melihat Ara dibelakangnya, “Ra, dimana lokasi kejadiannya?”

“Disana.” Tunjuk Ara lalu berjalan cepat menuju arah yang dia tunjuk.

Mata mereka pun mengikuti kemana Ara pergi.

Sebuah gudang tua.

Alis Melo mengernyit bingung. Sedikit curiga kenapa anak sepenakut Ara bisa kemari? Sedangkan nonton teletubies saja, dia tidak bisa tidur tujuh hari tujuh malam.

“Lo ngapain si kesini-sini sih?” Tanya Melo agak sedikit kesal. Karena jujur saja, seberapa beraninya dia—kalau sudah dijejalkan fakta tentang gudang ini, bulu kuduknya berdiri juga.

Gudang di depannya itu… Terkenal angker.

“Tadi gue dikerjain bocah jurusan, sepatu gue diumpetin disana. Masa gue pulang nyeker? Jadi ya gue berani-beraniin aja dateng kesini. Pas banget gue dilemparin dari arah gudang itu” jelas Ara.

“Siapa yang ngerjain lo?! Parjo? Satya? Dika?”

Ya, ketiga cowok itu memang terkenal paling jahil dikampus. Namanya populer sebagai biang kerok dari seluruh biang yang ada dikampus.

“Kok lo tau?!” Tepat sasaran. Ternyata dugaan Melo benar.

“Yaiyalah gue tau!” Melo mengedarkan pandangan, memerhatikan sekitarnya. Kepalanya mendongak guna melihat tempat yang lebih tinggi. Di atap tidak ada cctv, jadi—gimana bisa dia mencari pelaku tanpa itu.

“Nggak ada cctv disini jadi susah nyari pelakunya Ra.” Melo mendekati gudang itu namun lagi-lagi dia dikejutkan dengan cengkraman Tari yang mengerat.

Dia menoleh, dilihatnya wajah Tari sudah semakin pucat.

“Lo kalo nggak kuat pulang duluan aja, nggak usah maksain. Nanti kalo pingsan, kita berdua susah gotongnya.”

Tari menggeleng, “enggak. Aku kuat!” Katanya lalu melepas rematan tangannya pada Melo dengan penuh rasa percaya diri.

Ara yang melihat pun berdecak, “sok berani! Nonton palak aja lo nggak bisa tidur semaleman.”

“Lah, elo… Nonton teletubies aja sampe kebawa mimpi, kayak orang kesurupan” tukas Melo.

Ara pun diam. Memang benar kalau dirinya sepenakut itu, sampai nonton kartun sedikit horor saja jadi tidak mandi dan tidur sendirian. Pastilah yang kena jatah menemai adalah Melo.

“Emang kayak gimana lo dilemparinnya?” Tanya Melo.

Pletak

Auw!” Ara memegangi kepalanya yang kesakitan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kamus TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang