1. Siomay

95 5 0
                                    

“Tuh liat! Gara-gara lo berdua ikan gue pada semaput!” Ara mendengus kesal di saat menemukan semua ikannya kejang-kejang.

“Coba kasih minum, air kelapa ijo kalo perlu.” Jawab Melo asal bicara.

“Memangnya bisa ya?” Tari menggaruk dahinya sembari menaikkan sebelah alis, terlihat kebingungan dengan pernyataan Melo.

“Siapa tau ‘kan. Jangan di bikin repot deh.”

“Elo yang bikin repot!” Semprot Ara.

Telolet… Telolet…

Samar-samar suara itu terdengar olehnya. Irisnya melotot serta mulutnya sudah terbuka lebar. Detik berikutnya, ia pun mengambil ancang-ancang sebelum akhirnya melesat pergi dengan cepat.

“Bang beli!” Teriak Melo ketika dirinya mendapati tukang siomay lewat depan kost-kost'an mereka.

“Ya neng, nggak usah teriak juga. Eneng kan udah di samping abang.” Abangnya menutup telinga, berdengung akibat suara nyaring Melo.

“Hehe… Maaf.” Melo berlakon sok manis, “bang. Isinya banyakin tapi kasih diskon ya” tawarnya.

“Saban hari minta diskon melulu, abang rugi kalo begini terus mah” keluh si abang siomay.

“Yah si abang… Masih kaku aja sama saya, tanggal tua nih. Belom di kirimin uang sama orang tua.”

“Neng Melo mah setiap hari juga di bilangnya tanggal tua. Lagi juga kalo minta di banyakin isinya, mending Cuma satu dua—ini delapan neeeng… Tekor abang.”

“Abang mau dapet pahala nggak?”

“Ya mau lah…”

“Pak ustadz pernah berkata, barang siapa yang memberikan keringanan bagi saudaranya yang sedang kesusahan niscaya surga baginya.”

“Oh begitu ya… Ya udah kalo begitu, nggak apa deh isinya abang banyakin deh buat neng Melo. Tapi doain ya, rezeki abang biar semakin lancar.”

“Aaaamiiinnn. Makasih abang ganteng.”

Melo menyeringai dalam diam, 'yes! jurus gue berhasil.' Katanya tersirat.

Baru saja dia kembali masuk ke dalam rumah, sudah di sambut tatapan menghunus dari Ara.

“Kali ini, abang tukang apa yang lo tipu-tipu?” Katanya tepat sasaran.

“Siapa juga yang nipu, ‘kan gue cuma minta dikasih diskon” sahut Melo, tak ingin disalahkan.

“Soalnya lo kalo minta diskon tuh udah kayak ngerampok. Kemarin aja lo cuma beli cilok seribu, minta nambahinnya udah kayak beli sepuluh ribu. Kasian abangnya Mel!”

“Dapet pahala Ra bantu dagangan orang laku” timpal Melo dengan mulut penuh siomay.

“Laku sih, tapi nggak pernah balik modal gara-gara macam orang kayak lo! Ini beli berapa dapetnya sampai dua bungkus begini?”

Malas menanggapi, Melo memilih fokus menikmati siomaynya daripada terus-terusan adu bacot sama Ara.

Sementara disana, ada orang lain yang masih berdiam diri diatas ranjang seraya fokus memainkan game mobail lejen. Tiba-tiba, Tari mendapatkan pesan pemberitahuan.

Kuotanya… Habis.

Detik berikutnya dia bangkit lalu bersimpuh diri.

“Kuota habis, duit juga udah tiris… Oh dunia, kenapa kau begitu sadis?!” Tari berseru lantang.

"Berisiiik woy, anak gue lagi tidur!" Sahut ibu-ibu di depan kost-kost'an yang sedang meniduri anaknya sembari jalan-jalan.

Tari pun mendadak diam. Mulutnya terkunci rapat namun otaknya terus cemas memikirkan kuota yang habis daripada omelan ibu-ibu tadi.

Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Meski malas, meski duit tinggal selembar, dia harus berjuang mencari sumber kuota di depan jalan raya sana.

Tari menengok ke arah jam dinding, pukul dua siang. Diluar sedang panas-panasnya.

Ia menghela napas gusar, mengingat kembali beberapa hari yang lalu ketika memaksakan diri keluar padahal cuma beberapa langkah saja, tidak lebih dari dua puluh meter. Tapi hidungnya sudah banjir darah. Entah apa yang terjadi selanjutnya, tiba-tiba saja dia sudah berbaring diranjangnya. Kata Ara sih, diangkut abang ojol yang lewat.

Mungkin kejadian itu bakalan terulang kembali, tapi tetap saja. Baginya, kuota nomor satu dalam hidup. Tidak ada kuota, sama saja tidak hidup.

“Mau kemana?” Tanya Ara penasaran.

“Ke counter, paketanku habis” jawab Tari.

“Lagi panas loh, nggak inget terakhir kali lo keluar?”

“Inget… Tapi, lebih baik mimisan daripada nggak punya kuota.”

“Yaudah hati‐ha—” belum sempat menyelesaikan ucapannya, suara lantang bocah diluar yang saling bersahutan terdenger hingga ke dalam.

“Woi… Kilik dikit!”

“Putusin benangnya woy!”

Tari yang penasaran buru-buru keluar.

“Panas begini mana ada angin si dek” katanya sembari berusaha melihat dimana letak layangan diatas sana.

“Ini buktinya bisa kak” ujar salah satu bocah.

Tari mengangguk pelan lalu terdiam beberapa saat, hingga akhirnya wajahnya berubah ceria seraya cekikikan geli.

“Dih gila!" Seru bocah itu lagi sambil menatap jijik kearah Tari.

Sontak gadis itu berhenti tertawa, “eh dek, mau nolongin kakak nggak? Nanti diupahin.”

“Nolongin apa?” Kata bocah itu sembari terus fokus menerbangkan layangannya.

“Beliin pulsa dong…”

“Boleh. Upahnya?”

Baru saja berucap demikian, bocah itu sudah mulai melakukan proses tawar-menawar. Dasar bocah!

"Beliin aja dulu, nanti kakak upahin kalau pulsanya sudah kakak terima" ujar Tari sembari menyerahkan uang seratus ribuan.

"Eh boy, gantiin shift gua dulu dong... Ada misi penting nih." Bocah itu menyerahkan benang layangannya pada teman di sebelahnya.

"Boleh. Es mambo ya, satu" sahut bocah yang satu lagi.

Tari hanya menggeleng seraya berdecak. Bocah sekarang laganya sudah kayak orang dewasa saja, misi penting apanya? Padahal cuma disuruh ke counter yang jaraknya hanya lima puluh meteran.

--

"Udah masuk 'kan kak pulsanya?" Tanya si bocah tadi sembari mengembalikan sisa uangnya pada Tari.

"Udah... Makasih ya."

"Upahnya—mana?" Tangan bocah itu terulur meminta jatah.

"Oh... Nih!" Tari meletakkannya langsung di tangan bocah itu.

Matanya membelalak, mulutnya pun terbuka lebar. Bocah itu menatap sebal ke arah Tari.

"TARI! SIOMAY GUE KENAPA DIKASIH BOCAH?!" Melo berteriak lantang dari dalam rumah.

Gadis itu gelagapan lalu cepat-cepat menyuruh bocah dihadapannya pergi, "udah sana cepet... Kelamaan disini kamu nanti diterkam dugong."

Belum ada lima langkah bocah itu pergi, bungkusan siomay yang dia pegang jatuh tepat di got depan kost-kost'an Tari.

Diam.

Tidak ada dialog setelahnya.

Mereka hanya saling menatap dalam diam dengan wajahnya yang datar.

Derap langkah kaki berlari cepat terdengar menuju tepat ke arah Tari.

"OH TIDAAAAK!!! SIOMAYKU YANG MALANG" seru Melo seraya bersimpuh sama seperti Tari yang tadi kehabisan kuota.

Tragedi siomay siang ini, tidak akan pernah Melo lupakan seumur hidupnya.

Kamus TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang