「 Chapter 2 」

397 70 4
                                    

Beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar bandara tertawa melihat interaksi Yuta dan Sicheng. Tidak, mereka tidak tertawa mengejek; melainkan tertawa gemas. Bagaimana tidak? Melihat Yuta yang bertingkah seperti anak kecil pada Sicheng membuat siapa saja tak bisa menahan senyum.

Pria tampan itu menangis. Cengeng? Oh, ayolah, semua manusia di bumi ini pasti akan menangis jika ditinggal pergi oleh orang yang mereka cintai. Sifat posesifnya kembali kumat, Yuta semakin mengeratkan pelukannya, seolah tidak membiarkan Sicheng meninggalkannya.

Menghela nafas. Sicheng dengan sabar menghadapi kekasih posesifnya ini. Sebelah tangannya Sicheng gerakkan untuk membelai rambut Yuta, menenangkan pria tampan itu agar berhenti menangis. Oh tuhan, Sicheng merasa dirinya adalah seorang ibu, dan Yuta-adalah anaknya.

Ia merasa dirinya dan Yuta tidak seperti sepasang kekasih. Melainkan terlihat seperti seorang anak kecil yang tidak mau ditinggal pergi oleh ibunya.

"Sudahlah sayang," Sicheng berucap lembut, tangannya masih setia membelai rambut Yuta. "Aku hanya pergi bekerja, bukan untuk berperang."

Seketika Yuta melonggarkan pelukannya. "Hidupku akan terasa kurang tanpa kehadiranmu." Matanya yang bengkak menatap sendu wajah Sicheng.

Sicheng memutar bola matanya. Kurang katanya? Oh ayolah, hidup Yuta menurutnya terasa sangat asik. Kekasihnya itu mempunyai playstation, serta nantinya Yuta tidak akan sendirian. Di hari-hari sebelumnya pria itu selalu menghabiskan waktu siangnya bersama teman-temannya, entah itu pergi ke bar atau pergi ke gym.

"Kau mempunyai banyak teman, bersenang-senanglah dengan mereka selama aku di New York." Ya, sangat berbeda dengan dirinya yang hanya membunyai seorang teman. Sudah dipastikan, Yuta pasti akan menikmati hari-harinya bersama mereka.

"Walaupun-" ucapan Yuta terhenti, digunakan untuk menghela nafas. "Walaupun aku mempunyai kehidupan yang asik, tetap saja.. Jika bersamamu aku merasa lebih bahagia."

Kedua tangan Sicheng menangkup pipi tirus Yuta. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. "Kita masih bisa berkomunikasi melalui ponsel. Aku akan selalu mengangkatnya jika kau menelpon nanti."

"Jangan pernah berpaling dariku saat kau berada disana." Ucap Yuta pelan seraya mendekatkan wajahnya dengan wajah Sicheng.

Sicheng terkekeh, "baiklah."

Lagi, Yuta mengulurkan jari kelingkingnya pada sicheng. "Promise?"

"I promise." Sicheng menautkan jari kelingkingnya dengan milik Yuta. Terakhir, sebelum menaiki pesawat, ia memberikan ciuman singkat di bibir Yuta. "Adios my man. See you in two weeks." Ucapnya seraya kembali memberi ciuman singkat, kali ini di pipi Yuta.

Dan Yuta, ia melepas Sicheng dengan senyum yang dipaksakan.

.

.

.

TBC

Promises •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang