9/9

644 133 97
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



🌓



"Chan, masa pelatihan kamu belum selesai."

Di luar dugaanku, mencari keberadaannya ternyata jauh lebih sulit dari mendapatkan nomor ponselnya. Kalau bukan bantuan informan, aku mana tahu jadwal piketnya hari apa. Iya, aku tanya ke salah satu mantannya, sebut saja mawar, anak klub tari modern yang katanya tenar di luar sekolah dengan grup tarinya itu—merah muda-hitam atau merah-merah delima apalah itu namanya, aku lupa.

Intinya, kalau dibandingkan dengan dia, aku ini kalah telak. Kalah jauh. Aku yang cuma punya study group 'Bolu lapis merah' ini enggak ada apa-apanya. Aku juga bukan ketuanya, ketuanya Irene, si rubah ekor sembilan titisan Uzumaki Naruto. Jabatanku cuma sebatas sie. kerohanian yang bertugas memimpin doa sebelum belajar.

"Aku menyerah, Wen. Pusing." 

Sempat berbalik juga enggak, dia masih sibuk menghapus papan tulis yang sebetulnya sudah bersih. Dan, yah, tempo detak jantungnya yang tiba-tiba naik pun bisa kudengar dengan baik.

"Yakin menyerah sekarang?"

"Kamu maunya aku menyerah atau enggak?"

Wah, akhirnya dia berbalik menghadapku. Matanya mengerjap cepat, detak jantungnya juga terlalu ribut, aku sampai pusing. Sebegitunya dia menunggu jawabanku?

"Aku mana tega membunuh perjuangan orang—jangan menyerah dulu, Chan."

Aku mengambil asal spidol papan tulis di atas meja, mau menulis sesuatu di papan tulis. Sengaja kusembunyikan dulu darinya apa-apa yang kutulis. Sampai aku selesai menulis semuanya, aku mundur beberapa langkah, supaya dia bisa baca sendiri hal konyol apa yang baru kutulis.


"Itu Sertifikat Kompetensi, yang menyatakan kalau kamu dinyatakan kompeten dalam menyampaikan sesuatu dengan sejujur-jujurnya. Aku bakal tanda tangani Sertifikat Kompetensimu kalau kamu lulus Uji Kompetensi."


Sesuai dugaanku, dia tertawa. Aku juga ikut tertawa, menertawai ketidak warasan diri sendiri. "Ayo, kita lakukan Uji Kompetensinya sekarang. Katakan apapun, biar aku yang nilai kamu sedang berbohong atau enggak."

Urat maluku sudah meninggal kemarin di tangan si lelaki tengil ini. Sekarang telingaku semakin penuh. Detak jantungnya semakin ribut. Belum lagi ditambah detak jantungku yang ikut-ikutan menggila.

Chandra belum ucap apa-apa, mungkin masih sibuk berdamai dengan jantungnya sendiri. Dan, ah, aku menikmati ketegangan yang terjadi di antara kami.



"Aku, menyukaimu."


"Kompeten. Tapi nilaimu belum sempurna."



Chandra cuma terkekeh, kemudian kembali mengangkat kepalanya,  "Aku, menyukaimu. Wendy."



Kalau sudah begini, aku enggak punya pilihan lain 'kan selain menaruh tanda tanganku di atas papan tulis? "Chandra—Chandra apa nama belakangmu?—dinyatakan kompeten. Oleh asesor, Wendy."



"Lalu?"

"Apanya yang lalu? Selanjutnya ya kamu jangan lupa hapus papan tulisnya, yang bersih. Tadi waktu aku datang, kamu lagi piket 'kan?"



Habis ucap begitu, aku buru-buru pergi. Soalnya, rencanaku memang sampai situ. Aku enggak tahu harus bagaimana selanjutnya. Sudah kubilang, kewarasanku jadi hilang. Aku jadi bertindak tanpa memikirkan akibat. Aku sampai lupa manusia macam apa seorang Chandra ini.

Besoknya aku sengaja lewat ke depan kelasnya di jam istirahat, 

dan tulisanku masih di sana. Lengkap dengan tanda tangan dan namaku. Ditambah embel-embel 'Maaf Pak Guru, Bu Guru, jangan dulu dihapus. Biar saya semangat belajar.'


Aku lupa, kalau si Chandra ini agak sinting.



🌓

fin.



HAHAHAHAHAHAHAHA.
Bisa-bisanya aku menulis sesuatu yang begini.


Geli ga? Geli ga? Aku mah geli da. HAHA. Aku suka cerita-cerita
keju tapi tidak tahu bagaimana mengeksekusinya
supaya jadi ciamik. Dan berujung begini WKWK.
Hujat aja hujat.


Tapi tapi tapi,
nuhun terima kasih yang udah kuat baca sampai sini
heuheu aku terharu :')
semoga harimu menyenangkan :)))


Pokoknya, terima kasih sudah singgah, bertahan, dan jadi sumber kekuatan! ❤

Pokoknya, terima kasih sudah singgah, bertahan, dan jadi sumber kekuatan! ❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
bohong paling serius ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang