Prolog

52 21 10
                                    

Dinginnya udara malam tidak sebanding dengan dinginnya perasaan seorang gadis cantik yang terpancar dari raut wajahnya.

Semenjak kepergian sang ayah; gadis cantik itu terlihat selalu melamun, menerawang jauh dengan tatapan matanya yang kosong. Hanya kesedihan, kesepian, luka dan kerinduan yang menyelimuti relung hatinya.

Dinginnya angin yang berhembus, membuatnya memejamkan mata dan lagi-lagi ia mencoba menahan semua amarah yang menyeruak dalam hatinya.

Rintik-rintik hujan yang turun seolah-olah mengajak nya kembali bermain bersama masa lalunya.
Masa lalu yang hanya menyisakan kenangan pahit yang semakin hari semakin membuat gadis ini benci terhadap ayahnya.

Cuaca yang mendukung dan hujan yang turun seolah-olah ikut menangis melihatnya.

"Ayah, kau dimana? Apa kau tak ingin pulang? Kami merindukan ayah; aku, kakak dan ibu membutuhkan kasih sayang ayah." Gadis itu tertawa miris sambil menggigit bawah bibirnya.

Tangisan yang ia tahan akhirnya tumpah tak terbendung lagi.
Rasa sesak semakin terasa; ia merasa bongkahan batu besar terus menghujam dirinya.

Ia kehilangan semangat hidupnya; ia kehilangan sebagian jiwanya yang ikut bersama perginya sang ayah yang hingga kini belum ada kabar berita.

Ia menangis tersedu-sedu dibawah lebatnya air hujan malam itu,
Tidak ada yang tau ia sedang menangis.

Air mata yang mengalir tertimbun oleh bulir-bulir air hujan yang menjatuhi pipinya.
Rasa pahit dan sesak yang menyeruak adalah makanan sehari-hari baginya.

Ingin rasanya ia mengulang kembali kala itu; namun tidak bisa.
Ingin ia marah kepada takdir; namun itu hal yang tidak mungkin.

                                 ...

My Heart Is YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang