-Happy reading!🥰-
-Semoga suka🤗-Kafka memberanikan diri untuk membuka kaca kapsulnya, ia keluar dari sana. Kafka mengelilingi ruangan itu. Dia ingat. Kafka ingat di mana ia sekarang.
Kafka di Bumi. Iya, sekarang ia di Bumi. Sesuai petunjuk dari Troy, ketika ia sampai di Bumi maka ia akan berada di salah satu ruangan rumahnya. Mungkin ruangan ini yang dimaksud Troy.
Kafka harus memulai semuanya. Mulai menyiapkan diri, mulai mempelajari segalanya tentang Bumi, seperti teknologinya, sikap dan sifat manusianya, aktivitasnya, dan lain-lain.
☆☆☆
Seorang gadis remaja tengah menikmati sunset kesayangannya di balkon kamar. Matanya memincing kala melihat seorang pria remaja di rumah sebelahnya. Apa itu tetangga baru? Atau ia salah lihat? Mana mungkin! Tapi jika dia tetangga baru, kapan datangnya? Apa dia han..
"Shyila," panggil seseorang sambil mengetuk pintu kamar sang empu.
"Iya, Ma. Shyila lagi jalan," ucapnya.
Dalam hati ia mengumpat kesal, karena sang mama mengejutkannya.
Ceklek
"Ada apa, Ma?" tanya Shyila.
"Ayo turun," jawab Sindy, mama Shyila.
"Mau apa?"
"Anterin makanan," jawabnya sambil melenggang pergi meninggalkan Shyila.
Shyila menyusul mengikuti mamanya. "Buat siapa, Ma?" tanyanya ketika langkahnya sudah sejajar dengan mamanya.
"Buat tetangga baru kita," jawabnya.
"Emang ada? Yang mana?"
Sindy menatap anak gadisnya dengan gemas seraya mencubit hidungnya dan berkata, "Kepo! Udah ah jangan banyak tanya, tugas kamu cuma anterin makanan aja. Biar mama yang siapin, sekarang kamu duduk dulu." Shyila hanya mengangguk pasrah. Jawaban mamanya masih membuatnya penasaran.
☆☆☆
Pintu utama rumah menjadi saksi perdebatan antara ibu dan anak. Di mana, Sindy yang terus memaksa Shyila untuk mengantarkan makanannya ke tetangga barunya. Dan, Shyila yang terus menolak permintaan mamanya.
"Ih mama, kenapa gak mama aja, sih?" ucap Shyila.
"Kamu gak boleh gitu, tetangga baru kita ganteng, lho. Kayaknya seumuran sama kamu," ucap Sindy sambil tersenyum jahil.
Shyila memincingkan mata ke arah mamanya. "Maksud mama, biar Shyila kenalan sama dia gitu?" Sindy hanya mengangguk sebagai jawabannya dan Shyila hanya bisa mendengus kesal. Percuma melawan mamanya, ia tidak akan menang.
☆☆☆
Tok tok tok
Semilir angin berhembus melewati leher jenjang seorang gadis yang kini tengah menunggu sang empunya rumah membukakan pintu. Aura mencekam menambah rasa takut pada gadis itu.
Sekali lagi, gadis itu mengetuk pintu seraya berkata, "Permisi," ucapnya.
Ketika gadis itu lelah menunggu dan memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, dengan cepat gadis itu berbalik badan menghadap pintu tadi.
Ia tidak melihat siapapun di sana, padahal pintu sudah terbuka lebar. Suara robot melangkah memenuhi pendengaran gadis itu. Dengan cepat, ia mundur beberapa langkah untuk waspada jika terjadi sesuatu.
"Hei, siapa di sana?" tanyanya.
"Saya," ucap seorang pria yang tiba-tiba ada di samping kiri Shyila.
Gadis itu tersentak dan reflek mundur beberapa langkah. Dengan sisa keberaniannya, dia bertanya. "Kamu yang punya rumah ini?" tanya Shyila gugup.
"Iya," jawabnya dengan dingin.
"Pintu rumahmu kok terbuka sendiri?" heran gadis itu.
"Oh, itu otomatis."
"Dan, suara robot tadi?" Pria itu menatap gadis di hadapannya tanpa ekspresi dan nyali yang ditatap langsung ciut seketika.
"Apa tujuanmu kemari?" ucapnya bertanya balik.
"Oh, iya. Ini ada makanan dari mamaku. Katanya sebagai salam perkenalan," jelas gadis itu.
"Siapa namamu?"
"Kamu bisa memanggilku Shyila," jawabnya. Pria itu menatap setiap inci dari wajah Shyila, kemudian ...
"Kafka," ucapnya memperkenalkan diri.
"Hm, baiklah Kafka. Aku harus pulang karena langit semakin gelap, semoga kamu suka makanannya. Sampai jumpa," ucap Shyila bergegas pergi ke rumahnya.
"Aku seperti mengenalnya," gumam Kafka.
Jangan lupa tinggalkan bintangmu untuk menyemangati jariku🥺👉👈
Ig: @shalsaan_
KAMU SEDANG MEMBACA
My Unknown Boyfriend
FantasyKisah ini menceritakan seorang Kafka yang datang dari galaksi lain untuk melakukan investigasi di Bumi selama beberapa waktu. Dalam waktu itu juga, Kafka mencoba membuat dirinya senetral mungkin dengan orang-orang di sekitarnya. Jujur, Kafka sediki...