-Happy reading!-
-Semoga suka♡-"Selamat siang. Dengan siapa ini?" tanya seseorang di seberang sana.
"Halo, Ma. Ini Shyila," ucap Shyila pada lawan bicaranya ditelepon, dan ternyata itu adalah mamanya.
"Eh, kamu pake handphone siapa? Handphone ke mana? Emang kamu udah selesai ujiannya?" tanya Sindy beruntun.
"Shyila pake handphone Kafka, Ma. Handphone Shyila batrenya habis. Iya, ujiannya udah selesai dari dua jam yang lalu," jawab Shyila beruntun, mengikuti mamanya.
"Kalo sudah selesai, kenapa kamu gak pulang? Sekarang kamu di mana? Dan, siapa Kafka?" Sindy kembali bertanya beruntun pada Shyila. Shyila meringis mendengarnya.
Dengan pengertian, Kafka meminta Shyila memberikan handphone-nya padanya. Dengan ragu, Shyila memberikan handphone-nya pada Kafka.
"Halo, Tante. Selamat siang," sapa Kafka sopan pada Sindy.
"Halo, selamat siang juga. Kamu siapa? Dan mana Shyila?" tanya Sindy cemas.
"Perkenalkan saya Kafka Alaska, tante bisa panggil saya Kafka. Saya teman satu sekolah dan satu kelasnya Shyila, kebetulan saya juga tetangga baru tante dan Shyila kemarin," ucap Kafka memperkenalkan diri.
"Oh, kamu Kafka yang tetangga baru itu. Tante pikir siapa. Kalian di mana sekarang? Kok belum pulang?" tanya Sindy.
Kafka menatap Shyila yang sedang menatapnya juga. Entah ekspresi apa yang ditunjukkan Shyila padanya, tapi Kafka gemas melihatnya. Ia hanya tertawa kecil pada Shyila.
"Setelah selesai ujian tadi, Lisa mengajak kami untuk pergi ke mall. Mungkin maksudnya untuk refreshing sebentar, tapi halusinasi selalu berbanding balik dengan kenyataan. Baru satu jam di sana, sudah terjadi peledekkan bom di lantai 4. Untungnya bom itu tidak terlalu berefek besar, tante tidak perlu khawatir. Kami baik-baik saja, bahkan Lisa sudah pulang. Dan rencananya saya akan mengajak Shyila jalan-jalan dulu tante apa boleh?" Kafka menjelaskan semua kejadiannya dengan rinci dan jujur.
Itu ia lakukan agar mendapat hati dari Sindy, ia memang bermaksud akan meminta izin mengajak Shyila pergi jalan-jalan dengannya.
"Sebenarnya tante tidak keberatan, Nak. Tante hanya khawatir bila sesuatu terjadi pada Shyila. Apalagi Shyila adalah anak tante satu-satunya," ucap Sindy.
"Tante tenang saja, saya akan menjaga Shyila dengan baik. Saya akan menjaganya setulus mungkin, karena saya juga mencintai dia. Jadi, tidak mungkin bila saya akan meyakitinya," ucap Kafka santai.
"Ah, bisa saja. Ya sudah, kalian hati-hati ya. Tante tutup dulu teleponnya, bye," ucap Sindy mengakhiri telepon.
1 detik...
2 detik...
3 detik...
4 detik...
"APA LO BILANG TADI?" Shyila menatap Kafka tak percaya. Dan yang ditatap hanya menunjukkan ekspresi tak biasa. Membuat siapa saja yang melihatnya akan meleleh seketika. Termasuk Shyila, sekarang ia sedang bersusah payah meneguk salivanya.
"Saya bicara banyak pada mamamu, mana yang kamu maksud?" tanya Kafka.
"Enggak, lupain. Lanjutin perjalanan aja," jawab Shyila gugup.
"Oke," ucap Kafka.
☆☆☆
30 menit perjalanan dan yang dilakukan hanya memutari kota. Sebenarnya Shyila bosan dengan pemandangan yang ada di hadapannya, Shyila hanya asik pada robot yang dinaikinya ini.
Krukkkkk
Shyila memegang perutnya dan mencoba menahan rasa laparnya. Shyila menunduk malu, ia berusaha menghindari tatapan yang akan diberikan Kafka.
"Sudah pukul dua belas lebih tujuh menit, perutku harus segera diisi. Apa kau mau, Nyonya?" Kafka menatap Shyila dengan lembut. Yang ditatap masih menunduk menahan malu.
"Ayolah, saya bicara pada anda. Nyonya Shyila." Shyila mengangkat wajahnya, berusaha menatap Kafka sesantai mungkin.
"Kenapa?" tanya Shyila polos.
"Baik, Nyonya. Sepertinya kau kurang fokus. Apa kau ingin memakan sesuatu?" tanya Kafka. Tatapannya masih sama, lembut.
Shyila bergumam, pura-pura berpikir mengenai tawaran itu. "Baiklah, Tuan," jawabnya lalu tersenyum.
Kafka ikut tersenyum mendengarnya. Sebenarnya Kafka akan menggodanya mengengai suara perut Shyila yang lapar tadi. Tapi Kafka tidak tega untuk melakukannya.
Yang mau krisan, mangga💨
KAMU SEDANG MEMBACA
My Unknown Boyfriend
FantasyKisah ini menceritakan seorang Kafka yang datang dari galaksi lain untuk melakukan investigasi di Bumi selama beberapa waktu. Dalam waktu itu juga, Kafka mencoba membuat dirinya senetral mungkin dengan orang-orang di sekitarnya. Jujur, Kafka sediki...